Tag: amerika

  • Pasar Saham AS Tertekan Jelang Musim Laporan Keuangan, Ketegangan Dagang Jadi Sorotan

    Pasar Saham AS Tertekan Jelang Musim Laporan Keuangan, Ketegangan Dagang Jadi Sorotan

    Serratalhadafc.com – Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan pada perdagangan Minggu malam waktu setempat, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap ketegangan dagang yang kembali memanas serta menjelang dimulainya musim laporan keuangan kuartal kedua.

    Dilansir dari Anugerahslot Finance pada Selasa (15/7/2025), kontrak berjangka untuk ketiga indeks utama Wall Street kompak menunjukkan pelemahan. Indeks S&P 500 futures (ES=F) tercatat turun 0,4%, seiring dengan Nasdaq 100 futures (NQ=F) yang juga melemah 0,4%. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average futures (YM=F) mengalami penurunan serupa, sekitar 0,4%.

    Tekanan ini menyusul pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden Donald Trump pada Sabtu lalu. Ia mengumumkan bahwa AS akan mulai memberlakukan tarif baru sebesar 30% terhadap barang-barang impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus mendatang. Kebijakan ini memicu kekhawatiran baru terkait hubungan dagang global, serta potensi lonjakan inflasi di tengah proses pemulihan ekonomi dunia.

    Sebagai respons, pihak Uni Eropa dan Meksiko menyatakan kesiapan mereka untuk melanjutkan dialog dengan AS guna meredakan ketegangan dan membahas kebijakan tarif lebih lanjut.

    Tekanan pasar ini memperpanjang tren koreksi dari pekan sebelumnya, setelah tiga minggu berturut-turut mengalami kenaikan. Meski begitu, posisi ketiga indeks utama masih bertahan di dekat level tertinggi sepanjang masa, mencerminkan optimisme yang masih ada di kalangan investor, meski dibayangi sentimen negatif jangka pendek.

    Pasar Waspada, Investor Menanti Data Inflasi dan Sikap The Fed

    Pekan ini, perhatian para investor akan tertuju pada rilis data inflasi konsumen (IHK) yang sangat dinantikan. Data ini diharapkan menjadi indikator penting dalam membaca dampak lanjutan dari kebijakan tarif terhadap kenaikan harga di berbagai sektor ekonomi Amerika Serikat.

    Selain itu, pelaku pasar juga menanti arah kebijakan moneter Federal Reserve, yang dijadwalkan mengumumkan keputusan suku bunga dalam waktu kurang dari dua minggu. Spekulasi pun bermunculan mengenai apakah The Fed akan tetap bersikap hati-hati atau mengambil langkah lebih agresif dalam mengendalikan inflasi.

    Di tengah ketidakpastian tersebut, tensi antara Gedung Putih dan The Fed kembali meningkat. Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, dalam wawancara dengan ABC News pada Minggu (waktu setempat), menyatakan bahwa Presiden Trump dapat mencopot Ketua The Fed, Jerome Powell, jika ada alasan yang cukup.

    Pernyataan ini turut menambah tekanan psikologis pasar, yang sudah bergulat dengan kekhawatiran tentang hubungan dagang internasional dan arah kebijakan ekonomi dalam negeri. Para analis menilai, kombinasi antara ketegangan politik dan risiko inflasi dapat meningkatkan volatilitas pasar dalam beberapa waktu ke depan.

    Musim Laporan Keuangan Dimulai, Investor Pantau Bank dan Raksasa Teknologi

    Musim laporan keuangan kuartal kedua resmi dimulai pekan ini, dengan perhatian pasar tertuju pada deretan perusahaan besar yang dijadwalkan mengungkap kinerja terbarunya. Sektor keuangan menjadi sorotan awal, di mana sejumlah bank besar Amerika Serikat akan membuka rangkaian laporan tersebut.

    Wells Fargo (WFC) menjadi salah satu yang paling dinantikan, terutama setelah berhasil keluar dari pengawasan regulasi ketat selama lebih dari satu dekade. Kinerja bank ini dinilai bisa mencerminkan kekuatan sektor perbankan di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan.

    Sementara itu, Netflix (NFLX) akan memimpin laporan dari sektor teknologi. Kinerja perusahaan streaming ini disebut-sebut sebagai tolok ukur awal bagi raksasa teknologi lainnya yang akan menyusul.

    Dari industri semikonduktor, laporan dari ASML dan Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSMC) sangat ditunggu karena dinilai mampu memberikan gambaran penting terkait tren dan permintaan terhadap chip berbasis kecerdasan buatan (AI) yang tengah meningkat pesat.

    Selain itu, sejumlah nama besar seperti PepsiCo (PEP), United Airlines (UAL), dan American Express (AXP) juga dijadwalkan menyampaikan hasil kinerjanya dalam waktu dekat. Investor akan memantau perkembangan ini secara ketat, termasuk potensi pergerakan di sektor IPO serta aksi korporasi seperti merger dan akuisisi.

  • Elon Musk ke Analis Wedbush: “Diam, Dan” Usai Kritik Politik dan Saran ke Dewan Tesla

    Elon Musk ke Analis Wedbush: “Diam, Dan” Usai Kritik Politik dan Saran ke Dewan Tesla

    Serratalhadafc.com – CEO Tesla, Elon Musk, meminta analis senior dari Wedbush Securities, Dan Ives, untuk “diam” melalui unggahan di platform X (dulu Twitter) pada Selasa, 8 Juli 2025. Hal ini terjadi setelah Ives memberikan tiga rekomendasi penting kepada dewan direksi Tesla yang menyoroti peran dan aktivitas politik Musk.

    Dan Ives dikenal sebagai salah satu analis paling optimistis terhadap saham Tesla di Wall Street, dengan target harga USD 500, tertinggi dari seluruh analis yang dilacak oleh FactSet. Namun, dalam perkembangan terbaru, Ives menyampaikan kritik terhadap aktivitas politik Musk, menyusul deklarasi pembentukan partai politik baru bernama “America Party” yang bertujuan menyaingi kandidat Partai Republik yang mendukung RUU yang didukung Presiden Donald Trump.

    Kritik ini muncul sehari setelah saham Tesla anjlok hampir 7%, memangkas kapitalisasi pasar sekitar USD 68 miliar (setara Rp 1.104 triliun dengan kurs Rp 16.249 per dolar AS).

    Dalam unggahannya, Ives meminta Dewan Tesla untuk:

    1. Menyusun paket kompensasi baru yang memberi Musk 25% hak suara dan membuka jalan merger dengan xAI.
    2. Menetapkan batas waktu keterlibatan Musk dalam urusan Tesla.
    3. Memberikan pengawasan lebih atas aktivitas politik CEO.

    Ives dan tim analis Wedbush juga menerbitkan laporan yang menyebut bahwa “Dewan Tesla harus bertindak dan menetapkan aturan dasar bagi Musk; opera sabun ini harus segera berakhir.” Mereka menyebut peluncuran partai politik baru sebagai “titik kritis dalam kisah Tesla” yang menuntut intervensi dari dewan.

    Meski demikian, Wedbush tetap mempertahankan rekomendasi beli dan target harga saham Tesla.

    Sebagai tanggapan atas saran tersebut, Musk hanya menulis singkat di X: “Diam, Dan.”

    Komentar Musk tersebut menyoroti ketegangan antara kebebasan pribadi CEO dan peran serta tanggung jawabnya di perusahaan publik yang terdaftar, terutama di tengah dinamika politik dan bisnis yang kian kompleks.

    Elon Musk Dikritik karena Aktivisme Politik, Dan Ives dan Analis Lain Desak Dewan Tesla Bertindak

    Dalam tanggapan melalui email kepada Anugerahslot finance, analis Wedbush Securities Dan Ives menyatakan bahwa ia memahami reaksi Elon Musk, namun tetap mendukung perlunya tindakan tegas dari dewan direksi Tesla.

    “Elon memiliki pendapatnya dan saya mengerti, tetapi kami mendukung apa yang menurut kami merupakan tindakan yang tepat bagi dewan,” tulis Ives.

    Kontroversi ini mencuat di tengah polemik mengenai paket kompensasi CEO Tesla tahun 2018 yang bernilai sekitar USD 56 miliar, yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Kanselir Delaware awal tahun lalu. Dalam putusannya, Hakim Kathaleen McCormick menyatakan bahwa dewan direksi Tesla gagal menunjukkan independensi dari Musk dan tidak melakukan negosiasi dengan semestinya.

    Saat ini, Tesla tengah mengajukan banding ke Mahkamah Agung Negara Bagian Delaware, sembari menyusun kembali skema kompensasi baru bagi Musk.

    Dan Ives bukan satu-satunya yang menyuarakan keprihatinan. Analis dari firma William Blair juga menurunkan rekomendasi saham Tesla dari “beli” menjadi “tahan” pada Senin (7 Juli 2025), dengan alasan kekhawatiran terhadap aktivisme politik Musk serta potensi dampak buruk dari RUU pengeluaran Kongres terhadap margin dan penjualan kendaraan listrik (EV) Tesla.

    “Kami khawatir investor mulai lelah dengan gangguan ini, justru di saat bisnis Tesla paling membutuhkan perhatian penuh dari Musk,” tulis analis William Blair.

    Mereka menambahkan, alih-alih fokus pada politik, energi Musk sebaiknya diarahkan pada peluncuran proyek-proyek strategis, seperti Robotaxi, yang saat ini berada di titik krusial pengembangan.

    Pendukung Trump Tangguhkan ETF Terkait Tesla, Minta Dewan Klarifikasi Ambisi Politik Elon Musk

    CEO hedge fund Azoria Partners, James Fishback, yang dikenal sebagai pendukung Donald Trump, mengumumkan pada Sabtu (5 Juli 2025) bahwa perusahaannya menunda peluncuran Azoria Tesla Convexity ETF—produk dana yang dirancang untuk berinvestasi dalam saham dan opsi Tesla.

    Fishback memulai pernyataannya di platform X dengan tegas: “Elon sudah terlalu jauh.” Ia kemudian menyerukan agar Dewan Direksi Tesla segera mengadakan pertemuan dan meminta Musk untuk menjelaskan ambisi politiknya, serta mengevaluasi apakah aktivitas tersebut masih sesuai dengan tanggung jawab Musk sebagai CEO penuh waktu di Tesla.

    Pernyataan ini muncul tak lama setelah Musk mengumumkan pembentukan Partai Amerika (America Party)—entitas politik baru yang diklaim akan “mendukung kebebasan warga Amerika.” Namun, hingga kini Musk belum mengungkapkan detail resmi mengenai legalitas partai tersebut, sumber pendanaan, atau kandidat politik mana yang akan ia dukung.

    Kontroversi politik Musk semakin memperkeruh suasana, di tengah performa saham Tesla yang telah turun sekitar 25% sepanjang tahun ini, menjadikannya salah satu kinerja terburuk di sektor teknologi AS, dan jauh tertinggal dari indeks pasar utama.

    Selama paruh pertama 2025, Musk aktif bekerja dengan pemerintahan Trump, memimpin upaya untuk merampingkan birokrasi federal. Namun, kolaborasi itu berakhir pada Mei lalu, menyusul perselisihan terbuka antara Musk dan Trump terkait RUU pengeluaran dan isu-isu kebijakan lainnya.

    Hingga berita ini diturunkan, Elon Musk, Ketua Dewan Tesla Robyn Denholm, dan Kepala Hubungan Investor Travis Axelrod belum memberikan tanggapan resmi terhadap permintaan komentar.

  • Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Serratalhadafc.comBursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/6/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, meskipun di tengah ketidakpastian komentar Presiden AS Donald Trump mengenai tarif terhadap Kanada.

    Indeks S&P 500 naik 0,52% dan ditutup pada posisi tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Bahkan, pada sesi sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh level 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatatkan rekor baru, naik 0,52% menjadi 20.273,46. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 432,43 poin atau 1%, dan ditutup di level 43.819,27.

    Kenaikan tajam ini menjadi titik balik dari kondisi pasar saham yang sempat melemah tajam pada April lalu, di tengah puncak ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis pemerintahan Trump.

    Namun, sepanjang sesi perdagangan, pasar sempat terkoreksi dari level tertingginya setelah Presiden Trump mengumumkan lewat platform Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara AS dan Kanada kembali dihentikan.

    Meskipun begitu, optimisme investor tetap terjaga. Dorongan utama datang dari pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengungkapkan kepada Anugerahslot News pada Kamis malam bahwa kerangka kerja sama dagang antara AS dan Tiongkok telah disepakati. Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump optimistis akan mencapai kesepakatan serupa dengan sepuluh mitra dagang utama lainnya dalam waktu dekat.

    Kabar tersebut memicu aksi beli oleh para investor dan mendorong pasar menuju level tertinggi, mencerminkan kepercayaan bahwa ketegangan perdagangan global dapat diredakan dalam waktu dekat.

    Wall Street Bangkit di Tengah Ketidakpastian Perdagangan dan Geopolitik

    Pergerakan tajam pasar saham AS pada Jumat menandai babak terbaru dalam upaya Wall Street menavigasi dinamika perdagangan global yang terus berubah. Kenaikan indeks utama ini terjadi di tengah optimisme yang hati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah AS.

    Pada awal tahun, S&P 500 sempat mencetak rekor baru pada Februari, didorong oleh harapan akan kebijakan yang pro-bisnis dari pemerintahan Trump. Namun, ekspektasi tersebut terguncang ketika Presiden Trump secara tiba-tiba menerapkan tarif impor yang lebih tinggi, memicu ketegangan dagang yang luas.

    Akibatnya, indeks S&P 500 mengalami penurunan signifikan dan merosot hampir 18% hingga mencapai titik terendahnya pada 8 April 2025. Namun, pemulihan dramatis mulai terjadi tak lama setelah Trump mencabut tarif tertingginya dan membuka kembali ruang dialog dengan mitra dagang utama AS.

    Sejak titik nadir tersebut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20%, menandakan reli yang kuat di tengah lanskap ekonomi yang masih penuh tantangan. Secara keseluruhan, indeks acuan ini kini mencatatkan kenaikan hampir 5% sepanjang tahun 2025.

    Meskipun pasar telah menunjukkan ketahanan, perjalanan pemulihan ini bukan tanpa hambatan. Investor tetap aktif melakukan aksi beli meskipun dibayangi oleh sejumlah risiko global, termasuk lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS yang dipicu kekhawatiran terhadap membengkaknya defisit fiskal.

    Kombinasi antara kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, dan faktor makroekonomi domestik menjadikan tahun ini sebagai periode yang dinamis bagi pasar keuangan. Namun, sejauh ini, Wall Street tampaknya berhasil mempertahankan momentumnya, dengan optimisme bahwa stabilitas dan pertumbuhan jangka menengah masih berada dalam jangkauan.

    Saham AI Dorong Pemulihan, Tapi Pasar Masih Waspada

    Pemulihan pasar saham baru-baru ini turut didorong oleh reli di sektor kecerdasan buatan (AI), terutama oleh saham-saham unggulan seperti Nvidia dan Microsoft yang memimpin rebound. Antusiasme investor terhadap prospek teknologi AI memberikan dorongan signifikan bagi sentimen pasar secara keseluruhan.

    Namun demikian, para analis mengingatkan bahwa pemulihan ini tetap dibayangi risiko ketidakpastian, khususnya terkait arah kebijakan perdagangan AS.

    “Saya melihat ada risiko di sini—jika kemajuan perdagangan hanya sebatas retorika dari Gedung Putih dan tidak menghasilkan kesepakatan nyata, maka pasar bisa dengan cepat berbalik arah,” ujar Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global dari Macquarie Group.

    Wizman menegaskan bahwa pada akhirnya, fundamental ekonomi AS dan kinerja pendapatan perusahaanlah yang akan menjadi penentu arah pasar ke depan.

  • Investor Asing Serbu Pasar Jepang di Tengah Ketegangan Perdagangan AS

    Investor Asing Serbu Pasar Jepang di Tengah Ketegangan Perdagangan AS

    Serratalhadafc.com – Jepang mencatat rekor arus masuk dana asing ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025, seiring dengan perpindahan investor dari Amerika Serikat akibat ketidakpastian kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir dari CNBC pada Sabtu (17/5/2025), investor global memborong saham dan surat utang jangka panjang Jepang senilai 8,21 triliun yen (sekitar USD 56,6 miliar atau Rp 932,54 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.476 per dolar AS). Ini merupakan arus masuk bersih terbesar dalam satu bulan kalender sejak Kementerian Keuangan Jepang mulai mencatat data pada 1996, menurut informasi dari Morningstar.

    “Kejutan tarif dari Trump kemungkinan telah mengubah pandangan investor internasional terhadap prospek ekonomi AS dan kinerja asetnya. Ini bisa mendorong diversifikasi portofolio ke pasar utama lain seperti Jepang,” ujar Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, Jepang.

    Sebagian besar dana masuk tercatat hanya dalam satu pekan pertama setelah 2 April, menurut data kementerian.

    Pengumuman tarif “timbal balik” dari Presiden Trump mendorong imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun naik tajam sebesar 30 basis poin antara 3 hingga 9 April. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang dengan tenor yang sama justru turun 21 basis poin pada periode 2–8 April.

    Di pasar saham global, pengumuman tarif memicu aksi jual. Namun, selama April, indeks Nikkei 225 Jepang mencatat kenaikan lebih dari 1%, sedangkan indeks S&P 500 AS melemah sedikit di bawah 1%.

    “Aset Jepang secara historis dipandang sebagai aset aman (safe haven). Ketika narasi ‘jual-AS’ mencuat di bulan April, minat terhadap aset Jepang meningkat,” ungkap Rashmi Garg, Manajer Portofolio Senior di Al Dhabi Capital.

    Kini, seiring pelonggaran sikap perdagangan AS dan kesepakatan baru, termasuk dengan China, kepercayaan terhadap aset-aset AS mulai pulih. Pertanyaannya, apakah daya tarik aset Jepang akan bertahan?

    Investor Institusi Dorong Rekor Arus Masuk Dana Asing ke Jepang

    Jepang mencatat rekor arus masuk dana asing ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025, di tengah pergeseran strategi global investor yang mulai meninggalkan pasar Amerika Serikat akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

    Mengutip CNBC pada Sabtu (17/5/2025), investor asing membeli aset Jepang senilai 8,21 triliun yen (sekitar USD 56,6 miliar atau Rp 932,54 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.476 per dolar AS). Ini merupakan arus masuk bersih bulanan terbesar sejak Kementerian Keuangan Jepang mulai mencatat data pada 1996, menurut data Morningstar.

    Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, mengatakan bahwa arus masuk tersebut sebagian besar didorong oleh investor institusi, bukan ritel. “Dana pensiun dan manajer aset kemungkinan besar membeli saham secara agresif, sementara pembelian obligasi lebih banyak dilakukan oleh manajer cadangan, perusahaan asuransi jiwa, dan dana pensiun,” jelasnya.

    Sebagian besar arus masuk itu terjadi pada minggu pertama April, tepat setelah pengumuman tarif “timbal balik” Trump. Pada saat itu, imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun melonjak 30 basis poin (3–9 April), sedangkan imbal hasil obligasi Jepang dengan tenor yang sama justru turun 21 basis poin (2–8 April).

    Meski pasar saham global mengalami tekanan akibat ketidakpastian tersebut, indeks Nikkei 225 Jepang justru naik lebih dari 1% sepanjang April, berbanding terbalik dengan indeks S&P 500 AS yang mencatat penurunan hampir 1%.

    Kei Okamura, Managing Director di Neuberger Berman dan manajer portofolio ekuitas Jepang, menyebut April sebagai bulan yang luar biasa. “Dengan semua ketidakpastian makro global, tidak heran jika investor global mengubah cara mereka mengalokasikan aset, terutama terkait AS. Diversifikasi menjadi sangat penting,” ujarnya dalam wawancara via telepon dengan CNBC.

    Namun, Rashmi Garg dari Al Dhabi Capital memperkirakan bahwa kecepatan arus masuk ke Jepang akan melambat, seiring dengan kemajuan dalam pembicaraan perdagangan antara AS dan Tiongkok serta tercapainya kesepakatan bilateral, termasuk dengan Inggris yang menjadi negara pertama menandatangani perjanjian dengan AS minggu lalu.

    Meski begitu, prospek aset Jepang tetap positif di mata investor. Vasu Menon, Direktur Pelaksana Strategi Investasi di OCBC, menilai bahwa langkah-langkah kebijakan Trump yang tidak konvensional telah merusak kredibilitas aset AS. “Situasi ini dapat mendorong manajer dana global untuk mengurangi eksposur ke pasar AS dan beralih ke pasar lain seperti Jepang,” jelasnya.

    Ia menambahkan, selama ketidakpastian global masih berlangsung, permintaan terhadap aset Jepang kemungkinan tetap solid meskipun tidak setinggi bulan April. Optimisme juga meningkat karena adanya pembicaraan antara Jepang dan AS yang berpotensi memangkas tarif “timbal balik” sebesar 24% terhadap produk Jepang.

    Investor Asing Borong Aset Jepang, Dorongan dari Reformasi Tata Kelola dan Ketidakpastian AS

    Jepang mencatat arus masuk dana asing terbesar ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025. Investor global terlihat semakin menjauhi pasar Amerika Serikat, dipicu ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump dan mulai beralih ke pasar yang dianggap lebih stabil, termasuk Jepang.

    Mengutip CNBC (Sabtu, 17/5/2025), investor asing memborong saham dan obligasi jangka panjang Jepang senilai 8,21 triliun yen atau sekitar USD 56,6 miliar (sekitar Rp 932,54 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.476/USD). Ini merupakan arus masuk bersih bulanan tertinggi sejak data tersebut pertama kali dicatat oleh Kementerian Keuangan Jepang pada 1996, menurut Morningstar.

    Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, menyatakan bahwa arus besar ini sebagian besar didorong oleh investor institusi seperti dana pensiun dan manajer aset. Di sisi obligasi, pembeli utamanya adalah manajer cadangan devisa, perusahaan asuransi jiwa, dan dana pensiun.

    “Ini adalah bulan yang luar biasa, mengingat konteks makro global yang penuh tekanan,” ujar Kei Okamura, Managing Director di Neuberger Berman dan manajer portofolio ekuitas Jepang. Ia menambahkan bahwa investor global kini lebih berhati-hati dalam mengalokasikan asetnya ke AS dan mulai mempertimbangkan diversifikasi ke wilayah lain.

    Saham Jepang turut diuntungkan dari reformasi tata kelola perusahaan yang diinisiasi Bursa Efek Tokyo (TSE) sejak Maret 2023. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan yang diperdagangkan di bawah nilai buku (P/B ratio <1) untuk “mematuhi atau menjelaskan” kebijakan mereka. Tujuannya adalah meningkatkan transparansi dan pengembalian kepada pemegang saham, serta menarik minat investor domestik dan asing.

    Menurut Asset Management One International, reformasi ini kemungkinan menjadi pendorong di balik rekor pembelian kembali saham di Jepang—yang pada gilirannya meningkatkan laba per saham dan menopang harga saham.

    Rashmi Garg dari Al Dhabi Capital memperkirakan bahwa arus masuk akan melambat seiring mencairnya ketegangan dagang antara AS dan China, serta kesepakatan bilateral lain seperti dengan Inggris. Namun, minat terhadap aset Jepang dinilai tetap tinggi.

    Dolar AS memang kembali menguat setelah tekanan di April, namun potensi koreksi lanjutan serta penguatan yen membuat saham Jepang semakin menarik di mata investor, terutama ketika ekonomi Jepang menunjukkan tanda-tanda pemulihan. “Tren ini tampaknya akan terus berlanjut. Jepang berpotensi terus mencatat arus masuk dana asing yang solid,” ujar Okamura.

    Sementara itu, Makdad dari Morningstar mencatat bahwa arus masuk bersih ke saham Jepang saat ini adalah yang tertinggi dalam satu dekade, didukung oleh tata kelola perusahaan yang makin solid. Meski demikian, ia tidak melihat potensi arus masuk besar ke obligasi jangka pendek seperti saat Bank of Japan menerapkan suku bunga negatif beberapa tahun lalu, karena peluang arbitrase sudah menurun.

    Vasu Menon dari OCBC menambahkan bahwa kebijakan Trump yang tak terduga telah merusak kepercayaan pasar terhadap aset AS, dan ini mendorong manajer dana untuk mengalihkan alokasi mereka. “Dalam konteks ini, permintaan terhadap aset Jepang kemungkinan tetap kuat meskipun tidak setinggi bulan April,” ujarnya. Ia juga mencatat bahwa pembicaraan tarif antara Jepang dan AS telah meningkatkan harapan akan pengurangan tarif timbal balik sebesar 24% terhadap produk Jepang.