Tag: amerika serikat

  • Ketegangan Dagang dan Musim Laporan Keuangan Tekan Pasar Saham AS

    Ketegangan Dagang dan Musim Laporan Keuangan Tekan Pasar Saham AS

    Serratalhadafc.com – Pasar saham Amerika Serikat kembali berada di bawah tekanan pada perdagangan Minggu malam waktu setempat, menyusul meningkatnya kekhawatiran investor terhadap memanasnya hubungan dagang dan akan dimulainya musim laporan keuangan kuartal kedua.

    Mengutip laporan dari Anugerahslot Finance pada Selasa (15/7/2025), kontrak berjangka untuk ketiga indeks utama menunjukkan penurunan serentak. Indeks S&P 500 futures (ES=F) tercatat melemah 0,4%, diikuti oleh Nasdaq 100 futures (NQ=F) yang juga turun 0,4%, serta Dow Jones Industrial Average futures (YM=F) yang mengalami koreksi serupa.

    Tekanan ini muncul setelah pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden Donald Trump pada akhir pekan lalu. Dalam pernyataannya pada Sabtu, Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat akan mulai menerapkan tarif baru sebesar 30% terhadap produk impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus mendatang.

    Pengumuman tersebut langsung menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap potensi ketegangan dagang yang kembali meningkat, serta risiko naiknya inflasi di tengah upaya pemulihan ekonomi global yang masih berlangsung.

    Merespons kabar tersebut, pihak Uni Eropa dan Meksiko menyatakan kesiapan mereka untuk melanjutkan dialog dengan pemerintah AS guna mencari solusi damai atas kebijakan tarif tersebut.

    Penurunan pasar ini sekaligus memperpanjang tren negatif yang telah terlihat sejak pekan sebelumnya. Ketiga indeks utama mengalami koreksi setelah sebelumnya mencatatkan kenaikan selama tiga minggu berturut-turut.

    Meski begitu, posisi ketiga indeks masih bertahan di dekat level tertinggi sepanjang masa, menunjukkan bahwa optimisme pasar belum sepenuhnya pudar di tengah dinamika global yang terus berubah.

    Data Inflasi dan Ketegangan Politik Jadi Sorotan Investor Pekan Ini

    Memasuki pekan baru, perhatian pelaku pasar keuangan akan tertuju pada rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sangat dinantikan. Data inflasi ini diperkirakan akan memberikan sinyal penting mengenai seberapa besar dampak kebijakan tarif terhadap harga-harga barang dan jasa di berbagai sektor ekonomi Amerika Serikat.

    Selain itu, investor juga mulai berspekulasi mengenai langkah kebijakan moneter berikutnya dari Federal Reserve (The Fed). Bank sentral AS dijadwalkan mengumumkan keputusan suku bunga dalam waktu kurang dari dua minggu. Pasar tengah mencermati apakah tekanan inflasi yang meningkat akan mendorong The Fed untuk menahan, menurunkan, atau bahkan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

    Situasi kian rumit dengan munculnya ketidakpastian politik yang membayangi arah kebijakan ekonomi. Ketegangan antara Gedung Putih dan The Fed kembali mencuat, menyusul pernyataan Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, dalam wawancaranya dengan ABC News pada Minggu. Hassett menyatakan bahwa Presiden Donald Trump memiliki wewenang untuk mencopot Ketua The Fed, Jerome Powell, jika terdapat alasan yang mendasari.

    Pernyataan tersebut memperbesar kekhawatiran pasar atas independensi The Fed, serta memperparah suasana ketidakpastian di tengah kondisi ekonomi global yang masih rentan terhadap guncangan kebijakan.

    Musim Laporan Keuangan Dimulai, Investor Pantau Kinerja Bank dan Raksasa Teknologi

    Musim laporan keuangan kuartal kedua resmi dimulai pekan ini, menjadi fokus utama bagi investor yang ingin mengukur kesehatan sektor korporasi di tengah ketidakpastian ekonomi global. Deretan bank-bank besar Amerika Serikat dijadwalkan mengumumkan kinerja mereka, menandai awal periode penting dalam pasar modal.

    Salah satu yang paling disorot adalah Wells Fargo (WFC). Laporan keuangan bank besar ini menarik perhatian karena menjadi yang pertama sejak berhasil keluar dari pengawasan regulasi ketat yang telah berlangsung selama lebih dari satu dekade.

    Tak hanya sektor perbankan, investor juga menantikan laporan dari sektor teknologi. Netflix (NFLX) dijadwalkan menjadi perusahaan teknologi besar pertama yang merilis hasil kinerja kuartalannya. Laporan ini akan menjadi barometer awal bagi kinerja raksasa teknologi lainnya yang akan menyusul dalam beberapa minggu ke depan.

    Sementara itu, perusahaan semikonduktor seperti ASML (ASML) dan Taiwan Semiconductor Manufacturing Company (TSMC) juga menjadi sorotan. Kedua perusahaan ini diperkirakan akan memberikan wawasan penting terkait perkembangan industri chip, khususnya yang terkait dengan teknologi kecerdasan buatan (AI), yang saat ini menjadi motor pertumbuhan utama sektor teknologi global.

    Beberapa perusahaan besar lainnya yang juga dijadwalkan merilis laporan keuangan dalam waktu dekat antara lain PepsiCo (PEP), United Airlines (UAL), dan American Express (AXP). Kinerja mereka akan memberikan gambaran lintas sektor — dari konsumsi, transportasi, hingga layanan keuangan — yang sangat dinantikan pasar sebagai penentu arah indeks saham utama dalam beberapa pekan ke depan.

  • Pasar Saham AS Tertekan Jelang Musim Laporan Keuangan, Ketegangan Dagang Jadi Sorotan

    Pasar Saham AS Tertekan Jelang Musim Laporan Keuangan, Ketegangan Dagang Jadi Sorotan

    Serratalhadafc.com – Pasar saham Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan pada perdagangan Minggu malam waktu setempat, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap ketegangan dagang yang kembali memanas serta menjelang dimulainya musim laporan keuangan kuartal kedua.

    Dilansir dari Anugerahslot Finance pada Selasa (15/7/2025), kontrak berjangka untuk ketiga indeks utama Wall Street kompak menunjukkan pelemahan. Indeks S&P 500 futures (ES=F) tercatat turun 0,4%, seiring dengan Nasdaq 100 futures (NQ=F) yang juga melemah 0,4%. Sementara itu, Dow Jones Industrial Average futures (YM=F) mengalami penurunan serupa, sekitar 0,4%.

    Tekanan ini menyusul pernyataan mengejutkan dari mantan Presiden Donald Trump pada Sabtu lalu. Ia mengumumkan bahwa AS akan mulai memberlakukan tarif baru sebesar 30% terhadap barang-barang impor dari Uni Eropa dan Meksiko mulai 1 Agustus mendatang. Kebijakan ini memicu kekhawatiran baru terkait hubungan dagang global, serta potensi lonjakan inflasi di tengah proses pemulihan ekonomi dunia.

    Sebagai respons, pihak Uni Eropa dan Meksiko menyatakan kesiapan mereka untuk melanjutkan dialog dengan AS guna meredakan ketegangan dan membahas kebijakan tarif lebih lanjut.

    Tekanan pasar ini memperpanjang tren koreksi dari pekan sebelumnya, setelah tiga minggu berturut-turut mengalami kenaikan. Meski begitu, posisi ketiga indeks utama masih bertahan di dekat level tertinggi sepanjang masa, mencerminkan optimisme yang masih ada di kalangan investor, meski dibayangi sentimen negatif jangka pendek.

    Pasar Waspada, Investor Menanti Data Inflasi dan Sikap The Fed

    Pekan ini, perhatian para investor akan tertuju pada rilis data inflasi konsumen (IHK) yang sangat dinantikan. Data ini diharapkan menjadi indikator penting dalam membaca dampak lanjutan dari kebijakan tarif terhadap kenaikan harga di berbagai sektor ekonomi Amerika Serikat.

    Selain itu, pelaku pasar juga menanti arah kebijakan moneter Federal Reserve, yang dijadwalkan mengumumkan keputusan suku bunga dalam waktu kurang dari dua minggu. Spekulasi pun bermunculan mengenai apakah The Fed akan tetap bersikap hati-hati atau mengambil langkah lebih agresif dalam mengendalikan inflasi.

    Di tengah ketidakpastian tersebut, tensi antara Gedung Putih dan The Fed kembali meningkat. Kevin Hassett, Direktur Dewan Ekonomi Nasional, dalam wawancara dengan ABC News pada Minggu (waktu setempat), menyatakan bahwa Presiden Trump dapat mencopot Ketua The Fed, Jerome Powell, jika ada alasan yang cukup.

    Pernyataan ini turut menambah tekanan psikologis pasar, yang sudah bergulat dengan kekhawatiran tentang hubungan dagang internasional dan arah kebijakan ekonomi dalam negeri. Para analis menilai, kombinasi antara ketegangan politik dan risiko inflasi dapat meningkatkan volatilitas pasar dalam beberapa waktu ke depan.

    Musim Laporan Keuangan Dimulai, Investor Pantau Bank dan Raksasa Teknologi

    Musim laporan keuangan kuartal kedua resmi dimulai pekan ini, dengan perhatian pasar tertuju pada deretan perusahaan besar yang dijadwalkan mengungkap kinerja terbarunya. Sektor keuangan menjadi sorotan awal, di mana sejumlah bank besar Amerika Serikat akan membuka rangkaian laporan tersebut.

    Wells Fargo (WFC) menjadi salah satu yang paling dinantikan, terutama setelah berhasil keluar dari pengawasan regulasi ketat selama lebih dari satu dekade. Kinerja bank ini dinilai bisa mencerminkan kekuatan sektor perbankan di tengah kondisi ekonomi yang penuh tantangan.

    Sementara itu, Netflix (NFLX) akan memimpin laporan dari sektor teknologi. Kinerja perusahaan streaming ini disebut-sebut sebagai tolok ukur awal bagi raksasa teknologi lainnya yang akan menyusul.

    Dari industri semikonduktor, laporan dari ASML dan Taiwan Semiconductor Manufacturing (TSMC) sangat ditunggu karena dinilai mampu memberikan gambaran penting terkait tren dan permintaan terhadap chip berbasis kecerdasan buatan (AI) yang tengah meningkat pesat.

    Selain itu, sejumlah nama besar seperti PepsiCo (PEP), United Airlines (UAL), dan American Express (AXP) juga dijadwalkan menyampaikan hasil kinerjanya dalam waktu dekat. Investor akan memantau perkembangan ini secara ketat, termasuk potensi pergerakan di sektor IPO serta aksi korporasi seperti merger dan akuisisi.

  • Pasar Saham Eropa Melemah, Kekhawatiran Tarif Baru dari AS Jadi Pemicu

    Pasar Saham Eropa Melemah, Kekhawatiran Tarif Baru dari AS Jadi Pemicu

    Serratalhadafc.com – Pasar saham Eropa ditutup melemah menjelang akhir pekan, dipicu oleh meningkatnya kekhawatiran atas kemungkinan kebijakan tarif baru dari Amerika Serikat (AS) terhadap Uni Eropa. Hingga kini, pelaku pasar masih menantikan kepastian dari Gedung Putih terkait surat resmi yang dijadwalkan akan dirilis pada hari Jumat.

    Dilansir dari Anugerahslot CNBC, Sabtu (12/7/2025), indeks Stoxx Europe 600 mengalami penurunan sebesar 1,1%. Indeks-indeks utama lainnya juga mencatat pelemahan serupa: DAX Jerman dan CAC 40 Prancis masing-masing turun sekitar 0,9%, sementara FTSE 100 Inggris ikut terkoreksi sebesar 0,4%.

    Situasi ini terjadi di tengah sinyal kebijakan ekonomi yang bertolak belakang dari Amerika Serikat. Risalah pertemuan Federal Reserve (The Fed) bulan Juni menunjukkan bahwa mayoritas anggota dewan membuka kemungkinan untuk menurunkan suku bunga pada tahun ini—yang sempat menumbuhkan harapan pasar akan pelonggaran moneter.

    Namun demikian, CEO JPMorgan Chase, Jamie Dimon, memberikan pandangan berbeda. Dalam pernyataannya saat menghadiri acara di Departemen Luar Negeri Irlandia pada Kamis lalu, Dimon memperingatkan bahwa risiko kenaikan suku bunga justru lebih tinggi dari yang diperkirakan oleh banyak investor.

    “Pasar memperkirakan peluang kenaikan suku bunga sebesar 20%, tapi menurut saya angkanya lebih dekat ke 40-50%. Ini alasan yang cukup kuat untuk waspada,” ungkap Dimon.

    Ia juga menambahkan bahwa inflasi berpotensi kembali menjadi ancaman serius bagi perekonomian AS jika tidak ditangani dengan hati-hati.

    Sentimen Pasar Global Tertekan, Tarif Baru AS Picu Kekhawatiran Investor

    Sentimen pasar global kembali goyah setelah muncul kabar bahwa Amerika Serikat (AS) akan memberlakukan tarif impor sebesar 35% terhadap Kanada. Kebijakan ini menambah daftar panjang langkah proteksionis AS, menyusul tarif 25% terhadap Jepang, serta 50% untuk Brasil dan seluruh impor tembaga—angka yang jauh melebihi perkiraan para pelaku pasar.

    Dampaknya langsung terasa di pasar keuangan. Pada perdagangan siang di London, indeks Stoxx 600 mencatat penurunan hampir 1%. Sementara itu, kontrak berjangka untuk indeks Dow Jones Industrial Average di AS juga terkoreksi sebesar 0,7%, menandakan perubahan tajam dalam sentimen setelah euforia sebelumnya.

    Padahal, hanya sehari sebelumnya, bursa saham di Inggris dan Wall Street sempat mencatatkan rekor tertinggi, didorong oleh optimisme investor terhadap prospek ekonomi global dan kemungkinan pelonggaran suku bunga oleh The Fed.

    Namun, minimnya kemajuan dalam perundingan perdagangan antara Uni Eropa dan AS turut memperburuk suasana. Ketidakpastian yang terus berlanjut membuat investor mulai menahan diri menjelang musim panas yang penuh spekulasi.

    “Entah ini hanya jeda sejenak atau peringatan bagi investor soal risiko yang membayangi, yang pasti ketidakpastian belum akan berakhir,” tulis Dan Coatsworth, analis investasi dari AJ Bell, dalam catatannya.

    Kondisi ini menjadi sinyal bahwa pasar global masih sangat sensitif terhadap perkembangan kebijakan dagang, terutama dari AS, yang terus mengedepankan pendekatan proteksionis dalam menghadapi mitra dagangnya.

    Tekanan Global

    Ia menambahkan bahwa fokus pasar kini mulai bergeser menuju musim laporan keuangan kuartalan, yang akan diawali oleh sejumlah bank besar di Amerika Serikat.

    Kinerja perusahaan-perusahaan tersebut dianggap sebagai indikator penting untuk menilai sejauh mana dunia usaha mampu bertahan dan beradaptasi menghadapi tekanan global yang semakin rumit.

  • Elon Musk ke Analis Wedbush: “Diam, Dan” Usai Kritik Politik dan Saran ke Dewan Tesla

    Elon Musk ke Analis Wedbush: “Diam, Dan” Usai Kritik Politik dan Saran ke Dewan Tesla

    Serratalhadafc.com – CEO Tesla, Elon Musk, meminta analis senior dari Wedbush Securities, Dan Ives, untuk “diam” melalui unggahan di platform X (dulu Twitter) pada Selasa, 8 Juli 2025. Hal ini terjadi setelah Ives memberikan tiga rekomendasi penting kepada dewan direksi Tesla yang menyoroti peran dan aktivitas politik Musk.

    Dan Ives dikenal sebagai salah satu analis paling optimistis terhadap saham Tesla di Wall Street, dengan target harga USD 500, tertinggi dari seluruh analis yang dilacak oleh FactSet. Namun, dalam perkembangan terbaru, Ives menyampaikan kritik terhadap aktivitas politik Musk, menyusul deklarasi pembentukan partai politik baru bernama “America Party” yang bertujuan menyaingi kandidat Partai Republik yang mendukung RUU yang didukung Presiden Donald Trump.

    Kritik ini muncul sehari setelah saham Tesla anjlok hampir 7%, memangkas kapitalisasi pasar sekitar USD 68 miliar (setara Rp 1.104 triliun dengan kurs Rp 16.249 per dolar AS).

    Dalam unggahannya, Ives meminta Dewan Tesla untuk:

    1. Menyusun paket kompensasi baru yang memberi Musk 25% hak suara dan membuka jalan merger dengan xAI.
    2. Menetapkan batas waktu keterlibatan Musk dalam urusan Tesla.
    3. Memberikan pengawasan lebih atas aktivitas politik CEO.

    Ives dan tim analis Wedbush juga menerbitkan laporan yang menyebut bahwa “Dewan Tesla harus bertindak dan menetapkan aturan dasar bagi Musk; opera sabun ini harus segera berakhir.” Mereka menyebut peluncuran partai politik baru sebagai “titik kritis dalam kisah Tesla” yang menuntut intervensi dari dewan.

    Meski demikian, Wedbush tetap mempertahankan rekomendasi beli dan target harga saham Tesla.

    Sebagai tanggapan atas saran tersebut, Musk hanya menulis singkat di X: “Diam, Dan.”

    Komentar Musk tersebut menyoroti ketegangan antara kebebasan pribadi CEO dan peran serta tanggung jawabnya di perusahaan publik yang terdaftar, terutama di tengah dinamika politik dan bisnis yang kian kompleks.

    Elon Musk Dikritik karena Aktivisme Politik, Dan Ives dan Analis Lain Desak Dewan Tesla Bertindak

    Dalam tanggapan melalui email kepada Anugerahslot finance, analis Wedbush Securities Dan Ives menyatakan bahwa ia memahami reaksi Elon Musk, namun tetap mendukung perlunya tindakan tegas dari dewan direksi Tesla.

    “Elon memiliki pendapatnya dan saya mengerti, tetapi kami mendukung apa yang menurut kami merupakan tindakan yang tepat bagi dewan,” tulis Ives.

    Kontroversi ini mencuat di tengah polemik mengenai paket kompensasi CEO Tesla tahun 2018 yang bernilai sekitar USD 56 miliar, yang telah dibatalkan oleh Pengadilan Kanselir Delaware awal tahun lalu. Dalam putusannya, Hakim Kathaleen McCormick menyatakan bahwa dewan direksi Tesla gagal menunjukkan independensi dari Musk dan tidak melakukan negosiasi dengan semestinya.

    Saat ini, Tesla tengah mengajukan banding ke Mahkamah Agung Negara Bagian Delaware, sembari menyusun kembali skema kompensasi baru bagi Musk.

    Dan Ives bukan satu-satunya yang menyuarakan keprihatinan. Analis dari firma William Blair juga menurunkan rekomendasi saham Tesla dari “beli” menjadi “tahan” pada Senin (7 Juli 2025), dengan alasan kekhawatiran terhadap aktivisme politik Musk serta potensi dampak buruk dari RUU pengeluaran Kongres terhadap margin dan penjualan kendaraan listrik (EV) Tesla.

    “Kami khawatir investor mulai lelah dengan gangguan ini, justru di saat bisnis Tesla paling membutuhkan perhatian penuh dari Musk,” tulis analis William Blair.

    Mereka menambahkan, alih-alih fokus pada politik, energi Musk sebaiknya diarahkan pada peluncuran proyek-proyek strategis, seperti Robotaxi, yang saat ini berada di titik krusial pengembangan.

    Pendukung Trump Tangguhkan ETF Terkait Tesla, Minta Dewan Klarifikasi Ambisi Politik Elon Musk

    CEO hedge fund Azoria Partners, James Fishback, yang dikenal sebagai pendukung Donald Trump, mengumumkan pada Sabtu (5 Juli 2025) bahwa perusahaannya menunda peluncuran Azoria Tesla Convexity ETF—produk dana yang dirancang untuk berinvestasi dalam saham dan opsi Tesla.

    Fishback memulai pernyataannya di platform X dengan tegas: “Elon sudah terlalu jauh.” Ia kemudian menyerukan agar Dewan Direksi Tesla segera mengadakan pertemuan dan meminta Musk untuk menjelaskan ambisi politiknya, serta mengevaluasi apakah aktivitas tersebut masih sesuai dengan tanggung jawab Musk sebagai CEO penuh waktu di Tesla.

    Pernyataan ini muncul tak lama setelah Musk mengumumkan pembentukan Partai Amerika (America Party)—entitas politik baru yang diklaim akan “mendukung kebebasan warga Amerika.” Namun, hingga kini Musk belum mengungkapkan detail resmi mengenai legalitas partai tersebut, sumber pendanaan, atau kandidat politik mana yang akan ia dukung.

    Kontroversi politik Musk semakin memperkeruh suasana, di tengah performa saham Tesla yang telah turun sekitar 25% sepanjang tahun ini, menjadikannya salah satu kinerja terburuk di sektor teknologi AS, dan jauh tertinggal dari indeks pasar utama.

    Selama paruh pertama 2025, Musk aktif bekerja dengan pemerintahan Trump, memimpin upaya untuk merampingkan birokrasi federal. Namun, kolaborasi itu berakhir pada Mei lalu, menyusul perselisihan terbuka antara Musk dan Trump terkait RUU pengeluaran dan isu-isu kebijakan lainnya.

    Hingga berita ini diturunkan, Elon Musk, Ketua Dewan Tesla Robyn Denholm, dan Kepala Hubungan Investor Travis Axelrod belum memberikan tanggapan resmi terhadap permintaan komentar.

  • Hari Kemerdekaan AS 4 Juli 2025: Ini Daftar Layanan yang Tutup dan Tetap Buka

    Hari Kemerdekaan AS 4 Juli 2025: Ini Daftar Layanan yang Tutup dan Tetap Buka

    Serratalhadafc.com – Warga Amerika Serikat akan merayakan Hari Kemerdekaan pada Jumat, 4 Juli 2025. Sebagai salah satu hari besar nasional, peringatan ini bukan hanya momentum historis, tetapi juga hari libur federal yang berdampak pada operasional berbagai layanan dan bisnis di seluruh negeri.

    Hari Kemerdekaan AS menandai momen penting dalam sejarah Amerika, yaitu adopsi Deklarasi Kemerdekaan pada tahun 1776. Mengutip dari Anugerahslot Finance, libur nasional ini membuat banyak kantor pemerintah, bank, dan sebagian bisnis menghentikan operasionalnya untuk sementara.

    Pasar Saham AS

    Mengacu pada laporan Yahoo Finance, seluruh pasar saham AS, termasuk Bursa Efek New York (NYSE) dan Nasdaq, akan tutup pada Jumat, 4 Juli 2025. Bahkan, kedua bursa akan mengakhiri perdagangan lebih awal pada Kamis, 3 Juli 2025, pukul 13.00 waktu setempat.

    Bank dan Lembaga Keuangan

    Federal Reserve menetapkan 4 Juli sebagai hari libur bank. Akibatnya, sebagian besar bank di seluruh AS tidak akan beroperasi pada hari tersebut. Masyarakat disarankan melakukan transaksi penting sebelum tanggal tersebut.

    Supermarket dan Toko Ritel

    Meski banyak layanan publik tutup, sebagian besar supermarket dan toko ritel tetap buka dengan jadwal khusus:

    • Target dan Walmart: Buka seperti biasa mengikuti jam operasional lokal.
    • Jaringan Kroger (termasuk Fred Meyer, Dillons, Food 4 Less, Ralphs, dan QFC): Tetap buka sesuai jam normal, namun bisa berbeda antar lokasi.
    • Whole Foods, Wegmans, dan Food Lion: Beroperasi seperti biasa.
    • Trader Joe’s: Tutup lebih awal, yaitu pukul 17.00.
    • ALDI: Tutup pukul 16.00.
    • Sam’s Club:
      • Anggota Plus: Buka pukul 08.00–18.00
      • Anggota Reguler: Buka pukul 10.00–18.00
    • Costco: Tutup pada Hari Kemerdekaan.

    Layanan Pos dan Pengiriman

    • Layanan Pos AS (USPS) tidak akan melakukan pengambilan maupun pengantaran surat pada 4 Juli.
    • UPS juga menghentikan layanan reguler, namun UPS Express Critical tetap tersedia untuk pengiriman mendesak.
    • FedEx menutup sebagian besar layanannya, kecuali FedEx Custom Critical yang tetap beroperasi untuk kebutuhan khusus.

    Kesimpulan

    Hari Kemerdekaan di Amerika Serikat menjadi momen penting tidak hanya secara historis, tetapi juga berdampak pada rutinitas bisnis dan layanan publik. Warga diimbau untuk menyesuaikan jadwal belanja, pengiriman, dan transaksi keuangan menjelang 4 Juli agar tidak terganggu oleh penyesuaian jam operasional selama libur nasional.

    Dampak Wall Street Terhadap Bursa Asia: Tidak Seragam, Dipengaruhi Banyak Faktor

    Wall Street, sebagai indikator utama kesehatan ekonomi global, kerap menjadi tolok ukur pergerakan pasar saham dunia—termasuk di kawasan Asia. Namun, meski pengaruhnya besar, respon bursa-bursa Asia terhadap pergerakan Wall Street tidak selalu seragam.

    Dalam praktiknya, beberapa bursa Asia mencatat penguatan, sementara yang lain justru mengalami pelemahan, mencerminkan kompleksitas dan keragaman faktor yang membentuk dinamika pasar regional.

    Banyak Faktor Pengaruh, Bukan Hanya dari AS

    Pergerakan pasar saham tidak hanya bergantung pada sentimen dari Amerika Serikat seperti kebijakan tarif, suku bunga, atau data tenaga kerja, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh kondisi domestik di masing-masing negara.

    Beberapa faktor internal yang sering menjadi penentu utama di antaranya:

    • Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB)
    • Tingkat inflasi dan kebijakan moneter lokal
    • Angka pengangguran dan tingkat konsumsi masyarakat
    • Stabilitas politik dan kebijakan fiskal

    Investor cenderung akan lebih responsif terhadap kondisi ekonomi makro dan kebijakan pemerintah di negaranya masing-masing, meskipun tetap mencermati arah pergerakan pasar global.

    Penutup

    Meski Wall Street tetap menjadi barometer penting dalam mengukur arah pasar global, namun reaksi pasar Asia tetap dipengaruhi oleh kombinasi antara faktor global dan domestik. Perbedaan kondisi ekonomi dan strategi kebijakan menjadikan pergerakan bursa saham Asia tidak seragam, bahkan bisa berlawanan arah meski merespons isu yang sama.

    Kebijakan Fiskal dan Moneter

    Selain faktor ekonomi makro, kebijakan pemerintah, baik fiskal maupun moneter, turut memainkan peran penting dalam pergerakan bursa saham. Kebijakan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, menjaga inflasi tetap terkendali, serta menciptakan stabilitas pasar, umumnya akan meningkatkan kepercayaan investor dan mendorong penguatan indeks saham.

    Tak hanya itu, sejumlah faktor non-ekonomi juga berpengaruh terhadap dinamika pasar. Stabilitas politik, misalnya, dapat menjadi penentu utama dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif. Selain itu, sentimen pasar, yang terbentuk dari ekspektasi investor terhadap kondisi global dan domestik, dapat menggerakkan pasar secara signifikan—meski tidak selalu rasional.

    Dari sisi teknikal, variabel seperti volume perdagangan, volatilitas harga, dan pola pergerakan historis juga sering digunakan pelaku pasar dalam mengambil keputusan. Kombinasi antara faktor fundamental dan teknikal inilah yang membentuk kompleksitas pergerakan bursa saham dari waktu ke waktu.

  • Saham Energi Terbarukan di AS Melonjak Usai Senat Hapus Ketentuan Pajak Proyek Hijau

    Saham Energi Terbarukan di AS Melonjak Usai Senat Hapus Ketentuan Pajak Proyek Hijau

    Serratalhadafc.com – Harga saham perusahaan sektor energi terbarukan di Amerika Serikat mengalami kenaikan signifikan setelah Senat AS memutuskan untuk menghapus ketentuan pajak terhadap proyek-proyek energi surya dan angin dalam revisi One Big Beautiful Bill Act (OBBBA). Keputusan ini menjadi kabar baik bagi para pelaku industri yang sebelumnya khawatir akan dampak negatif dari beban pajak tambahan.

    Dilansir Anugerahslot International, Kamis (3/7/2025), dalam perdagangan Selasa waktu setempat, sejumlah saham energi hijau mencatatkan penguatan. Saham NextEra Energy, pengembang energi terbarukan terbesar di AS, naik sekitar 5 persen. Sementara itu, saham AES Corporation, perusahaan penyedia energi hijau lainnya, menguat sekitar 2 persen.

    Tak hanya itu, dana indeks berbasis energi bersih juga mengalami lonjakan. Invesco Solar ETF (TAN) tercatat naik 2,9 persen, sedangkan iShares Global Clean Energy ETF (ICLN) naik sebesar 0,8 persen.

    Kenaikan ini dipicu oleh pencabutan rencana pajak yang awalnya ditujukan untuk proyek-proyek yang menggunakan komponen dari “foreign entities of concern”—istilah yang umum diartikan merujuk pada pemasok asal Tiongkok. Pajak tersebut sempat menuai protes karena dinilai berpotensi membebani proyek-proyek energi bersih secara signifikan.

    Menurut American Clean Power Association (ACP), jika diterapkan, kebijakan tersebut dapat menambah beban industri hingga USD 7 miliar, atau setara dengan sekitar Rp 113,4 triliun (berdasarkan asumsi kurs Rp 16.203 per dolar AS). Namun, setelah menerima kritik dari berbagai pihak, ketentuan pajak tersebut akhirnya dihapus dari versi rancangan undang-undang yang disahkan Senat. Informasi ini dikonfirmasi oleh ACP serta Solar Energy Industries Association (SEIA).

    RUU Versi Senat Hapus Insentif Pajak Energi Bersih, Tapi Beri Kelonggaran Masa Transisi

    Meski Senat Amerika Serikat telah mencabut ketentuan pajak tambahan untuk proyek energi surya dan angin, versi terbaru dari One Big Beautiful Bill Act (OBBBA) tetap menghapus dua insentif penting dalam sektor energi terbarukan: investment tax credit (ITC) dan production tax credit (PTC). Kedua insentif ini selama bertahun-tahun menjadi pendorong utama dalam ekspansi energi bersih di AS.

    Namun, tidak seperti rancangan awal yang lebih ketat, versi terbaru dari Senat memberikan masa transisi yang lebih longgar. Menurut keterangan dari American Clean Power Association (ACP), proyek-proyek yang mulai dibangun dalam waktu 12 bulan setelah RUU disahkan masih dapat menerima insentif penuh dari ITC maupun PTC.

    Adapun proyek yang dimulai lebih dari 12 bulan setelah pengesahan undang-undang tetap memiliki peluang untuk mendapatkan kredit pajak, asalkan dapat mulai beroperasi sebelum akhir tahun 2027.

    Saham Energi Terbarukan Berfluktuasi Usai RUU Pajak Direvisi, Pasar Tetap Waspada

    Pasar saham bereaksi cukup positif terhadap revisi One Big Beautiful Bill Act (OBBBA) versi Senat AS yang menghapus ketentuan pajak terhadap proyek tenaga surya dan angin. Sejumlah saham perusahaan energi terbarukan melonjak tajam, mencerminkan optimisme investor atas pengurangan beban regulasi.

    Saham Array Technologies dan Nextracker, dua produsen sistem pelacak panel surya, masing-masing mengalami kenaikan lebih dari 12 persen dan 5 persen. Sementara itu, Sunrun, perusahaan pemasang panel surya untuk sektor perumahan, turut melonjak lebih dari 10 persen. Kenaikan juga terjadi pada produsen inverter seperti SolarEdge dan Enphase, yang masing-masing mencatat penguatan sekitar 7 persen dan 3 persen.

    Namun tidak semua emiten menikmati penguatan. Saham First Solar, produsen panel surya terbesar di Amerika Serikat, justru turun lebih dari 1 persen. Penurunan ini disebabkan kekhawatiran pasar atas potensi persaingan harga yang semakin ketat, seiring dihapuskannya hambatan pajak terhadap komponen impor.

    Kekhawatiran Masih Mengemuka

    Meski penghapusan pajak dianggap sebagai langkah positif, sejumlah kalangan tetap menyampaikan keprihatinan terhadap dampak keseluruhan dari isi RUU tersebut. Solar Energy Industries Association (SEIA) menilai revisi yang dilakukan oleh Senat hanya bersifat terbatas dan belum cukup melindungi sektor energi bersih secara menyeluruh.

    “Undang-undang ini merusak pondasi kebangkitan manufaktur Amerika dan kepemimpinan energi global. Jika RUU ini disahkan, keluarga akan menghadapi tagihan listrik yang lebih tinggi, pabrik akan tutup, orang Amerika akan kehilangan pekerjaan, dan jaringan listrik kita akan melemah,” tegas CEO SEIA, Abigail Ross Hopper.

    Proses Legislasi Masih Berlanjut

    Saat ini, RUU OBBBA masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan AS. Pelaku industri dan investor akan terus memantau arah pembahasan kebijakan ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap masa depan energi bersih di Amerika Serikat.

  • Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Serratalhadafc.comBursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/6/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, meskipun di tengah ketidakpastian komentar Presiden AS Donald Trump mengenai tarif terhadap Kanada.

    Indeks S&P 500 naik 0,52% dan ditutup pada posisi tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Bahkan, pada sesi sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh level 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatatkan rekor baru, naik 0,52% menjadi 20.273,46. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 432,43 poin atau 1%, dan ditutup di level 43.819,27.

    Kenaikan tajam ini menjadi titik balik dari kondisi pasar saham yang sempat melemah tajam pada April lalu, di tengah puncak ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis pemerintahan Trump.

    Namun, sepanjang sesi perdagangan, pasar sempat terkoreksi dari level tertingginya setelah Presiden Trump mengumumkan lewat platform Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara AS dan Kanada kembali dihentikan.

    Meskipun begitu, optimisme investor tetap terjaga. Dorongan utama datang dari pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengungkapkan kepada Anugerahslot News pada Kamis malam bahwa kerangka kerja sama dagang antara AS dan Tiongkok telah disepakati. Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump optimistis akan mencapai kesepakatan serupa dengan sepuluh mitra dagang utama lainnya dalam waktu dekat.

    Kabar tersebut memicu aksi beli oleh para investor dan mendorong pasar menuju level tertinggi, mencerminkan kepercayaan bahwa ketegangan perdagangan global dapat diredakan dalam waktu dekat.

    Wall Street Bangkit di Tengah Ketidakpastian Perdagangan dan Geopolitik

    Pergerakan tajam pasar saham AS pada Jumat menandai babak terbaru dalam upaya Wall Street menavigasi dinamika perdagangan global yang terus berubah. Kenaikan indeks utama ini terjadi di tengah optimisme yang hati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah AS.

    Pada awal tahun, S&P 500 sempat mencetak rekor baru pada Februari, didorong oleh harapan akan kebijakan yang pro-bisnis dari pemerintahan Trump. Namun, ekspektasi tersebut terguncang ketika Presiden Trump secara tiba-tiba menerapkan tarif impor yang lebih tinggi, memicu ketegangan dagang yang luas.

    Akibatnya, indeks S&P 500 mengalami penurunan signifikan dan merosot hampir 18% hingga mencapai titik terendahnya pada 8 April 2025. Namun, pemulihan dramatis mulai terjadi tak lama setelah Trump mencabut tarif tertingginya dan membuka kembali ruang dialog dengan mitra dagang utama AS.

    Sejak titik nadir tersebut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20%, menandakan reli yang kuat di tengah lanskap ekonomi yang masih penuh tantangan. Secara keseluruhan, indeks acuan ini kini mencatatkan kenaikan hampir 5% sepanjang tahun 2025.

    Meskipun pasar telah menunjukkan ketahanan, perjalanan pemulihan ini bukan tanpa hambatan. Investor tetap aktif melakukan aksi beli meskipun dibayangi oleh sejumlah risiko global, termasuk lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS yang dipicu kekhawatiran terhadap membengkaknya defisit fiskal.

    Kombinasi antara kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, dan faktor makroekonomi domestik menjadikan tahun ini sebagai periode yang dinamis bagi pasar keuangan. Namun, sejauh ini, Wall Street tampaknya berhasil mempertahankan momentumnya, dengan optimisme bahwa stabilitas dan pertumbuhan jangka menengah masih berada dalam jangkauan.

    Saham AI Dorong Pemulihan, Tapi Pasar Masih Waspada

    Pemulihan pasar saham baru-baru ini turut didorong oleh reli di sektor kecerdasan buatan (AI), terutama oleh saham-saham unggulan seperti Nvidia dan Microsoft yang memimpin rebound. Antusiasme investor terhadap prospek teknologi AI memberikan dorongan signifikan bagi sentimen pasar secara keseluruhan.

    Namun demikian, para analis mengingatkan bahwa pemulihan ini tetap dibayangi risiko ketidakpastian, khususnya terkait arah kebijakan perdagangan AS.

    “Saya melihat ada risiko di sini—jika kemajuan perdagangan hanya sebatas retorika dari Gedung Putih dan tidak menghasilkan kesepakatan nyata, maka pasar bisa dengan cepat berbalik arah,” ujar Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global dari Macquarie Group.

    Wizman menegaskan bahwa pada akhirnya, fundamental ekonomi AS dan kinerja pendapatan perusahaanlah yang akan menjadi penentu arah pasar ke depan.

  • Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Serratalhadafc.com – Pasar keuangan global kembali dilanda ketidakpastian setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran. Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa serangan tersebut telah menimbulkan “kerusakan besar” pada fasilitas bawah tanah Iran. Namun, hingga kini, belum ada bukti yang dapat diverifikasi secara independen, baik dari citra satelit maupun laporan analisis pihak ketiga.

    Ketegangan geopolitik yang meningkat ini langsung berdampak pada pasar saham AS. Indeks berjangka S&P 500 serta indeks-indeks utama lainnya mengalami tekanan karena kekhawatiran investor akan potensi eskalasi konflik menjadi krisis yang lebih luas. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi gangguan terhadap pasokan minyak global, yang menyebabkan harga minyak melonjak dan dolar AS menguat.

    Sektor energi dan pertahanan menjadi fokus utama pasar. Saham-saham perusahaan besar seperti Chevron, ExxonMobil, Lockheed Martin, dan Northrop Grumman menunjukkan penguatan sebagai respons terhadap kondisi geopolitik tersebut. Meski demikian, para analis memperingatkan kemungkinan terjadinya koreksi, terutama di sektor energi, jika nantinya pasokan minyak tetap stabil meski konflik berlangsung.

    Pasar Masih Cenderung Waspada

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai bahwa pasar saham Anugerahslot di AS saat ini menunjukkan sikap defensif dan sangat responsif terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah. Menurutnya, sentimen investor masih didominasi oleh kehati-hatian mengingat risiko geopolitik yang belum mereda sepenuhnya.

    Dengan kondisi yang terus berubah, pelaku pasar disarankan untuk tetap mencermati dinamika global yang bisa memicu fluktuasi signifikan dalam waktu singkat.

    Pasar Bersikap Wait and See, Harga Minyak dan Emas Terus Menguat di Tengah Ketegangan AS-Iran

    Indeks saham Amerika Serikat tercatat bergerak mendatar, sementara harga emas mengalami kenaikan tipis. Kondisi ini mencerminkan sikap pelaku pasar yang kini cenderung berhati-hati dan memilih untuk menunggu kejelasan lebih lanjut terkait risiko geopolitik, menyusul koreksi yang terjadi pada akhir pekan lalu.

    “Hingga saat ini, pasar masih mengambil posisi wait and see terhadap perkembangan konflik di Timur Tengah,” jelas Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, dalam keterangan resmi yang dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Sementara itu, harga minyak mentah tetap berada di level tinggi, bertahan di kisaran USD 76 per barel, setelah sebelumnya melonjak hampir 4 persen. Kenaikan ini didorong oleh kekhawatiran pasar akan potensi Iran memblokir Selat Hormuz — jalur vital bagi distribusi minyak global.

    Fahmi menambahkan bahwa meskipun sempat terjadi lonjakan kepanikan setelah serangan awal dari AS, saat ini pasar mulai menunjukkan tanda-tanda penyesuaian. Beberapa indikator seperti prediksi pasar di platform Polymarket bahkan menunjukkan penurunan probabilitas terjadinya aksi militer lanjutan dari Amerika terhadap Iran.

    “Secara umum, pasar saham global masih bergerak secara defensif. Namun, pelaku pasar mulai menemukan titik keseimbangan baru setelah reaksi spontan terhadap risiko geopolitik yang mencuat di akhir pekan lalu. Kini, fokus mereka tertuju pada perkembangan situasi berikutnya,” pungkas Fahmi.

    Ketidakpastian Global Meningkat, Investor Waspadai Dampaknya Terhadap Inflasi dan Kebijakan Ekonomi AS

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, juga menyoroti bahwa kekhawatiran investor saat ini tidak hanya berfokus pada konflik antara Amerika Serikat dan Iran. Ketegangan tersebut terjadi di tengah kompleksitas geopolitik global yang semakin luas, termasuk keterlibatan AS dalam konflik Rusia-Ukraina yang terus menguras anggaran militer.

    “Hubungan erat Iran dengan Rusia dan Korea Utara juga memperumit peta konflik, menimbulkan kekhawatiran baru akan potensi eskalasi lebih luas di kawasan,” ujar Fahmi.

    Di sisi lain, konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina terus membebani anggaran pertahanan AS. Jika ketegangan di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel, ikut meluas, maka beban anggaran militer AS diperkirakan akan semakin meningkat. Hal ini menambah tekanan terhadap fiskal pemerintah dan menciptakan ketidakpastian baru bagi pelaku pasar.

    Tidak hanya faktor geopolitik, kondisi ekonomi global pun turut menjadi sumber kecemasan. Proses negosiasi dagang antara AS dan China hingga kini belum menunjukkan kemajuan signifikan. Ditambah lagi, ancaman dari mantan Presiden Donald Trump yang berniat memberlakukan kenaikan tarif terhadap negara-negara mitra dagang pada bulan depan memperbesar kekhawatiran pasar terhadap inflasi.

    “Situasi ini memperkeruh proyeksi inflasi yang sebelumnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. Investor kini menanti arah kebijakan ekonomi AS di tengah tekanan geopolitik dan perdagangan global yang terus berkembang,” pungkas Fahmi.

  • Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Serratalhadafc.com – Pada Senin, 23 Juni 2025, bursa saham utama di kawasan Asia mengalami pelemahan, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat ke fasilitas nuklirnya. Ketegangan geopolitik ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap stabilitas global dan tekanan inflasi.

    Dilansir dari Channel Anugerahslot, aktivitas pasar cenderung terbatas. Dolar AS bergerak moderat, sementara pasar obligasi belum menunjukkan peningkatan signifikan dalam permintaan. Di sisi lain, harga minyak dunia sempat melonjak 1,5%, meskipun masih berada di bawah level puncaknya di awal perdagangan.

    Sebagian pelaku pasar memperkirakan Iran akan menahan diri setelah ambisi nuklirnya dibatasi oleh serangan tersebut. Bahkan, ada spekulasi bahwa perubahan kepemimpinan di Iran bisa membawa pemerintahan baru yang lebih moderat dan kurang konfrontatif.

    “Pasar kemungkinan tidak bereaksi langsung terhadap eskalasi, melainkan pada anggapan bahwa situasi ini dapat mengurangi ketidakpastian dalam jangka panjang,” ujar Charu Chanana, Chief Investment Strategist di Saxo, dikutip dari Channel News Asia.

    Sebagai catatan, Selat Hormuz yang lebarnya hanya sekitar 33 kilometer di titik tersempitnya, merupakan jalur penting yang dilalui sekitar 25% perdagangan minyak dunia dan 20% pasokan gas alam cair. Ketegangan di wilayah ini berpotensi besar mengguncang pasar energi global.

    Ketegangan Timur Tengah Bisa Picu Lonjakan Harga Minyak, Analis Waspadai Risiko Gangguan di Selat Hormuz

    Di tengah kekhawatiran geopolitik terkait potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya, para analis memperingatkan dampak serius terhadap pasar energi global, khususnya harga minyak.

    Analis dari JPMorgan mengingatkan bahwa berdasarkan pengalaman masa lalu, perubahan rezim di kawasan Timur Tengah biasanya memicu lonjakan harga minyak yang signifikan. Dalam beberapa kasus, harga minyak melonjak hingga 76% dan rata-rata mengalami kenaikan sekitar 30% dalam jangka waktu tertentu.

    Vivek Dhar, analis dari Commonwealth Bank of Australia, menilai bahwa kemungkinan gangguan selektif terhadap lalu lintas kapal tanker lebih realistis ketimbang penutupan penuh Selat Hormuz. “Menutup selat justru akan menghentikan ekspor minyak Iran sendiri, sehingga lebih masuk akal bagi mereka untuk melakukan gangguan terbatas yang menimbulkan ketakutan,” ujarnya.

    Menurut Dhar, jika Iran memutuskan untuk mengganggu pengiriman secara terbatas melalui Selat Hormuz, harga minyak bisa melonjak hingga mencapai USD 100 per barel.

    Sementara itu, Goldman Sachs memberikan peringatan lebih serius. Mereka memproyeksikan bahwa jika Selat Hormuz ditutup sepenuhnya selama satu bulan, harga minyak berpotensi melonjak hingga USD 110 per barel, meskipun hanya bersifat sementara.

    Saat ini, harga minyak Brent tercatat naik 1,4% menjadi USD 78,07 per barel, sementara harga minyak mentah AS (WTI) juga menguat 1,4% ke level USD 74,88 per barel. Di pasar komoditas lain, harga emas naik tipis 0,3% dan diperdagangkan di posisi USD 3.357 per ounce.

    Pasar Saham Global Bertahan, Namun Tekanan dari Kenaikan Minyak Terus Membayangi

    Pasar saham global sejauh ini menunjukkan ketahanan meski diliputi ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap lonjakan harga minyak. Indeks berjangka S&P 500 tercatat hanya turun tipis sebesar 0,1%, sementara indeks berjangka Nasdaq melemah 0,2%.

    Di Asia, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang mencatat penurunan 1%, sedangkan saham unggulan China turun 0,2%. Indeks Nikkei Jepang juga melemah 0,2%, meskipun data survei terbaru menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Jepang tumbuh kembali pada Juni setelah hampir satu tahun mengalami kontraksi.

    Dari Eropa, indeks berjangka Eurostoxx 50 tercatat turun 0,4%. Indeks FTSE dan DAX masing-masing mengalami pelemahan sebesar 0,3% dan 0,4%. Ketergantungan Eropa dan Jepang terhadap impor minyak dan gas alam cair (LNG) menambah kerentanan terhadap gejolak harga energi. Sementara itu, Amerika Serikat berada dalam posisi yang lebih kuat sebagai eksportir bersih energi.

    Di pasar valuta asing, dolar AS menguat 0,7% terhadap yen Jepang ke level 147,07 yen. Euro melemah 0,2% menjadi USD 1,1497, dan indeks dolar AS menguat tipis ke posisi 99,042.

    Meski risiko geopolitik meningkat, belum terlihat pergerakan signifikan ke aset-aset aman seperti obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi treasury AS tenor 10 tahun justru naik dua basis poin menjadi 4,395%.

    Sementara itu, kontrak suku bunga berjangka The Fed sedikit turun, yang mencerminkan kekhawatiran bahwa lonjakan harga minyak yang berkepanjangan bisa kembali menekan inflasi, tepat saat kebijakan tarif baru mulai berdampak terhadap harga minyak domestik di Amerika Serikat.

    Pasar Masih Ragukan Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed pada Juli

    Meskipun Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengisyaratkan bahwa tidak akan ada kenaikan suku bunga lebih lanjut dan membuka peluang pelonggaran kebijakan pada Juli, pasar masih memperkirakan kemungkinan kecil bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada 30 Juli.

    Sikap hati-hati tetap ditunjukkan oleh sebagian besar pejabat The Fed lainnya, termasuk Ketua Jerome Powell, yang membuat pelaku pasar lebih condong memperkirakan pemangkasan suku bunga baru akan terjadi pada September.

    Pekan ini, setidaknya 15 pejabat The Fed dijadwalkan untuk menyampaikan pidato, termasuk Powell yang akan menghadapi pertanyaan selama dua hari dari anggota parlemen AS. Topik yang akan dibahas diperkirakan mencakup dampak dari potensi kebijakan tarif Presiden Donald Trump serta ketegangan geopolitik yang meningkat menyusul serangan terhadap Iran.

    Sementara itu, perkembangan di Timur Tengah juga akan menjadi fokus utama dalam pertemuan para pemimpin NATO di Den Haag. Para anggota aliansi tersebut disebut telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan secara signifikan anggaran pertahanan masing-masing.

    Dari sisi data ekonomi, pasar menantikan rilis angka inflasi inti AS dan data mingguan klaim pengangguran, serta pembacaan awal aktivitas manufaktur global untuk bulan Juni yang akan memberikan gambaran lanjutan tentang arah ekonomi dunia.

  • Ketegangan Geopolitik dan Krisis Fiskal AS Guncang Pasar Global

    Serratalhadafc.com – Ketegangan antara kekuatan ekonomi dunia kembali meningkat, terutama antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, menyusul rencana kebijakan tarif impor yang memicu keresahan pasar global.

    Salah satu isu utama adalah rencana AS untuk menaikkan tarif impor hingga 50% terhadap berbagai produk asal Eropa. Meskipun rencana tersebut akhirnya ditunda, ketidakpastian yang ditimbulkan telah memengaruhi sentimen pelaku pasar secara luas, terutama di sektor perdagangan internasional.

    Sektor Manufaktur Terpukul, Bursa Global Bergejolak

    Langkah AS menaikkan tarif nyata pada baja dan aluminium langsung berdampak signifikan. Indeks saham global mengalami tekanan hebat, sementara sektor manufaktur dan ekspor-impor menjadi korban utama.

    Akibatnya, investor Anugerahslot melakukan aksi jual besar-besaran, yang memicu lonjakan volatilitas di pasar modal dunia.

    “Dalam situasi seperti ini, investor cenderung beralih ke aset yang lebih aman dan stabil. Perang dagang bisa menjadi pemicu pergeseran alokasi modal secara global,” tulis tim riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dikutip Sabtu (7/6/2025).

    Krisis Fiskal AS Tambah Kekhawatiran

    Di tengah memanasnya perang dagang, kondisi semakin rumit dengan munculnya kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat. Pemerintah AS mengajukan rencana anggaran jangka panjang dengan proyeksi defisit hingga USD 3 triliun dalam 10 tahun ke depan, yang dinilai terlalu agresif oleh para ekonom.

    Rencana ini menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas manajemen fiskal AS, menyebabkan lonjakan yield obligasi pemerintah, sebuah sinyal bahwa investor menilai risiko investasi di surat utang AS semakin tinggi.

    Ketidakpastian global ini menambah tekanan terhadap perekonomian dunia dan membuka kemungkinan pergeseran arus modal internasional dalam waktu dekat.

    Lonjakan Yield Obligasi Picu Aksi Jual dan Pergeseran Aset Global

    Ketegangan fiskal di Amerika Serikat mendorong yield obligasi tenor 10 tahun dan 30 tahun masing-masing menembus level 4,6% dan 5%. Kenaikan ini menandakan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap risiko fiskal AS.

    Kondisi tersebut memicu arus keluar dari aset berisiko, termasuk saham, seiring investor global mulai merelokasi dana ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi dan emas.

    “Ketika imbal hasil obligasi melonjak, itu mencerminkan permintaan kompensasi risiko yang lebih tinggi oleh investor. Dalam sejarah pasar, lonjakan yield seperti ini seringkali menjadi sinyal akan datangnya guncangan besar,” ujar Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

    Emas Kembali Jadi Pilihan Utama Investor

    Dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, emas kembali menjadi aset safe haven favorit. Harga emas dunia tercatat naik tajam hingga USD 3.350 per ons, tumbuh lebih dari 1,8% dalam waktu singkat.

    Di Indonesia, harga emas ikut terdongkrak, mencapai Rp1,8 juta per gram, naik dari sebelumnya Rp1,79 juta. Kenaikan ini didorong oleh permintaan tinggi dari investor ritel maupun institusi, termasuk bank sentral berbagai negara yang memperkuat cadangan emasnya.

    “Emas kini bukan sekadar pelindung nilai, melainkan simbol stabilitas di tengah ketidakpastian. Pergerakan harga emas menjadi indikator utama sentimen pasar terhadap risiko global,” tulis tim riset Mirae Asset.

    Strategi Investasi di Tengah Ketidakpastian Global: Diversifikasi Jadi Kunci

    Dalam situasi pasar yang penuh gejolak seperti saat ini, diversifikasi portofolio menjadi langkah penting bagi para investor. Mengombinasikan aset seperti saham, obligasi, dan emas terbukti efektif dalam menjaga stabilitas nilai investasi.

    “Jika satu aset mengalami penurunan, aset lainnya bisa menjadi penahan kerugian. Ini adalah prinsip utama dalam pengelolaan risiko,” tulis tim riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

    Dollar Cost Averaging (DCA) Dinilai Efektif di Masa Volatilitas

    Selain diversifikasi, strategi Dollar Cost Averaging (DCA) juga dianjurkan, terutama di tengah fluktuasi tajam. Dengan berinvestasi secara berkala dalam jumlah tetap—baik di saham maupun emas—investor dapat menghindari risiko membeli di harga tertinggi.

    “Pendekatan DCA memungkinkan investor memperoleh harga rata-rata yang lebih aman dalam jangka panjang.”

    Jika tren harga emas berlanjut naik dan benar-benar mencapai Rp2,1 juta per gram, seperti diprediksi banyak analis, maka memiliki eksposur terhadap emas akan menjadi langkah cerdas.

    Sesuaikan Portofolio dengan Profil Risiko

    Investor juga perlu menyesuaikan alokasi aset berdasarkan profil risiko pribadi:

    • Investor konservatif disarankan menambah porsi emas hingga 20% dari total portofolio.
    • Investor agresif tetap bisa mendominasi portofolionya dengan saham, tetapi wajib menyisihkan sebagian ke emas sebagai pelindung nilai.

    “Emas bukan sekadar aset lindung nilai, tapi juga penyelamat portofolio saat pasar bergejolak,” pungkas Mirae Asset Sekuritas Indonesia.