Tag: amerika serikat

  • Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Serratalhadafc.comBursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/6/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, meskipun di tengah ketidakpastian komentar Presiden AS Donald Trump mengenai tarif terhadap Kanada.

    Indeks S&P 500 naik 0,52% dan ditutup pada posisi tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Bahkan, pada sesi sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh level 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatatkan rekor baru, naik 0,52% menjadi 20.273,46. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 432,43 poin atau 1%, dan ditutup di level 43.819,27.

    Kenaikan tajam ini menjadi titik balik dari kondisi pasar saham yang sempat melemah tajam pada April lalu, di tengah puncak ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis pemerintahan Trump.

    Namun, sepanjang sesi perdagangan, pasar sempat terkoreksi dari level tertingginya setelah Presiden Trump mengumumkan lewat platform Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara AS dan Kanada kembali dihentikan.

    Meskipun begitu, optimisme investor tetap terjaga. Dorongan utama datang dari pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengungkapkan kepada Anugerahslot News pada Kamis malam bahwa kerangka kerja sama dagang antara AS dan Tiongkok telah disepakati. Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump optimistis akan mencapai kesepakatan serupa dengan sepuluh mitra dagang utama lainnya dalam waktu dekat.

    Kabar tersebut memicu aksi beli oleh para investor dan mendorong pasar menuju level tertinggi, mencerminkan kepercayaan bahwa ketegangan perdagangan global dapat diredakan dalam waktu dekat.

    Wall Street Bangkit di Tengah Ketidakpastian Perdagangan dan Geopolitik

    Pergerakan tajam pasar saham AS pada Jumat menandai babak terbaru dalam upaya Wall Street menavigasi dinamika perdagangan global yang terus berubah. Kenaikan indeks utama ini terjadi di tengah optimisme yang hati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah AS.

    Pada awal tahun, S&P 500 sempat mencetak rekor baru pada Februari, didorong oleh harapan akan kebijakan yang pro-bisnis dari pemerintahan Trump. Namun, ekspektasi tersebut terguncang ketika Presiden Trump secara tiba-tiba menerapkan tarif impor yang lebih tinggi, memicu ketegangan dagang yang luas.

    Akibatnya, indeks S&P 500 mengalami penurunan signifikan dan merosot hampir 18% hingga mencapai titik terendahnya pada 8 April 2025. Namun, pemulihan dramatis mulai terjadi tak lama setelah Trump mencabut tarif tertingginya dan membuka kembali ruang dialog dengan mitra dagang utama AS.

    Sejak titik nadir tersebut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20%, menandakan reli yang kuat di tengah lanskap ekonomi yang masih penuh tantangan. Secara keseluruhan, indeks acuan ini kini mencatatkan kenaikan hampir 5% sepanjang tahun 2025.

    Meskipun pasar telah menunjukkan ketahanan, perjalanan pemulihan ini bukan tanpa hambatan. Investor tetap aktif melakukan aksi beli meskipun dibayangi oleh sejumlah risiko global, termasuk lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS yang dipicu kekhawatiran terhadap membengkaknya defisit fiskal.

    Kombinasi antara kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, dan faktor makroekonomi domestik menjadikan tahun ini sebagai periode yang dinamis bagi pasar keuangan. Namun, sejauh ini, Wall Street tampaknya berhasil mempertahankan momentumnya, dengan optimisme bahwa stabilitas dan pertumbuhan jangka menengah masih berada dalam jangkauan.

    Saham AI Dorong Pemulihan, Tapi Pasar Masih Waspada

    Pemulihan pasar saham baru-baru ini turut didorong oleh reli di sektor kecerdasan buatan (AI), terutama oleh saham-saham unggulan seperti Nvidia dan Microsoft yang memimpin rebound. Antusiasme investor terhadap prospek teknologi AI memberikan dorongan signifikan bagi sentimen pasar secara keseluruhan.

    Namun demikian, para analis mengingatkan bahwa pemulihan ini tetap dibayangi risiko ketidakpastian, khususnya terkait arah kebijakan perdagangan AS.

    “Saya melihat ada risiko di sini—jika kemajuan perdagangan hanya sebatas retorika dari Gedung Putih dan tidak menghasilkan kesepakatan nyata, maka pasar bisa dengan cepat berbalik arah,” ujar Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global dari Macquarie Group.

    Wizman menegaskan bahwa pada akhirnya, fundamental ekonomi AS dan kinerja pendapatan perusahaanlah yang akan menjadi penentu arah pasar ke depan.

  • Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Serratalhadafc.com – Pasar keuangan global kembali dilanda ketidakpastian setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran. Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa serangan tersebut telah menimbulkan “kerusakan besar” pada fasilitas bawah tanah Iran. Namun, hingga kini, belum ada bukti yang dapat diverifikasi secara independen, baik dari citra satelit maupun laporan analisis pihak ketiga.

    Ketegangan geopolitik yang meningkat ini langsung berdampak pada pasar saham AS. Indeks berjangka S&P 500 serta indeks-indeks utama lainnya mengalami tekanan karena kekhawatiran investor akan potensi eskalasi konflik menjadi krisis yang lebih luas. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi gangguan terhadap pasokan minyak global, yang menyebabkan harga minyak melonjak dan dolar AS menguat.

    Sektor energi dan pertahanan menjadi fokus utama pasar. Saham-saham perusahaan besar seperti Chevron, ExxonMobil, Lockheed Martin, dan Northrop Grumman menunjukkan penguatan sebagai respons terhadap kondisi geopolitik tersebut. Meski demikian, para analis memperingatkan kemungkinan terjadinya koreksi, terutama di sektor energi, jika nantinya pasokan minyak tetap stabil meski konflik berlangsung.

    Pasar Masih Cenderung Waspada

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai bahwa pasar saham Anugerahslot di AS saat ini menunjukkan sikap defensif dan sangat responsif terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah. Menurutnya, sentimen investor masih didominasi oleh kehati-hatian mengingat risiko geopolitik yang belum mereda sepenuhnya.

    Dengan kondisi yang terus berubah, pelaku pasar disarankan untuk tetap mencermati dinamika global yang bisa memicu fluktuasi signifikan dalam waktu singkat.

    Pasar Bersikap Wait and See, Harga Minyak dan Emas Terus Menguat di Tengah Ketegangan AS-Iran

    Indeks saham Amerika Serikat tercatat bergerak mendatar, sementara harga emas mengalami kenaikan tipis. Kondisi ini mencerminkan sikap pelaku pasar yang kini cenderung berhati-hati dan memilih untuk menunggu kejelasan lebih lanjut terkait risiko geopolitik, menyusul koreksi yang terjadi pada akhir pekan lalu.

    “Hingga saat ini, pasar masih mengambil posisi wait and see terhadap perkembangan konflik di Timur Tengah,” jelas Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, dalam keterangan resmi yang dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Sementara itu, harga minyak mentah tetap berada di level tinggi, bertahan di kisaran USD 76 per barel, setelah sebelumnya melonjak hampir 4 persen. Kenaikan ini didorong oleh kekhawatiran pasar akan potensi Iran memblokir Selat Hormuz — jalur vital bagi distribusi minyak global.

    Fahmi menambahkan bahwa meskipun sempat terjadi lonjakan kepanikan setelah serangan awal dari AS, saat ini pasar mulai menunjukkan tanda-tanda penyesuaian. Beberapa indikator seperti prediksi pasar di platform Polymarket bahkan menunjukkan penurunan probabilitas terjadinya aksi militer lanjutan dari Amerika terhadap Iran.

    “Secara umum, pasar saham global masih bergerak secara defensif. Namun, pelaku pasar mulai menemukan titik keseimbangan baru setelah reaksi spontan terhadap risiko geopolitik yang mencuat di akhir pekan lalu. Kini, fokus mereka tertuju pada perkembangan situasi berikutnya,” pungkas Fahmi.

    Ketidakpastian Global Meningkat, Investor Waspadai Dampaknya Terhadap Inflasi dan Kebijakan Ekonomi AS

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, juga menyoroti bahwa kekhawatiran investor saat ini tidak hanya berfokus pada konflik antara Amerika Serikat dan Iran. Ketegangan tersebut terjadi di tengah kompleksitas geopolitik global yang semakin luas, termasuk keterlibatan AS dalam konflik Rusia-Ukraina yang terus menguras anggaran militer.

    “Hubungan erat Iran dengan Rusia dan Korea Utara juga memperumit peta konflik, menimbulkan kekhawatiran baru akan potensi eskalasi lebih luas di kawasan,” ujar Fahmi.

    Di sisi lain, konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina terus membebani anggaran pertahanan AS. Jika ketegangan di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel, ikut meluas, maka beban anggaran militer AS diperkirakan akan semakin meningkat. Hal ini menambah tekanan terhadap fiskal pemerintah dan menciptakan ketidakpastian baru bagi pelaku pasar.

    Tidak hanya faktor geopolitik, kondisi ekonomi global pun turut menjadi sumber kecemasan. Proses negosiasi dagang antara AS dan China hingga kini belum menunjukkan kemajuan signifikan. Ditambah lagi, ancaman dari mantan Presiden Donald Trump yang berniat memberlakukan kenaikan tarif terhadap negara-negara mitra dagang pada bulan depan memperbesar kekhawatiran pasar terhadap inflasi.

    “Situasi ini memperkeruh proyeksi inflasi yang sebelumnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. Investor kini menanti arah kebijakan ekonomi AS di tengah tekanan geopolitik dan perdagangan global yang terus berkembang,” pungkas Fahmi.

  • Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Serratalhadafc.com – Pada Senin, 23 Juni 2025, bursa saham utama di kawasan Asia mengalami pelemahan, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat ke fasilitas nuklirnya. Ketegangan geopolitik ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap stabilitas global dan tekanan inflasi.

    Dilansir dari Channel Anugerahslot, aktivitas pasar cenderung terbatas. Dolar AS bergerak moderat, sementara pasar obligasi belum menunjukkan peningkatan signifikan dalam permintaan. Di sisi lain, harga minyak dunia sempat melonjak 1,5%, meskipun masih berada di bawah level puncaknya di awal perdagangan.

    Sebagian pelaku pasar memperkirakan Iran akan menahan diri setelah ambisi nuklirnya dibatasi oleh serangan tersebut. Bahkan, ada spekulasi bahwa perubahan kepemimpinan di Iran bisa membawa pemerintahan baru yang lebih moderat dan kurang konfrontatif.

    “Pasar kemungkinan tidak bereaksi langsung terhadap eskalasi, melainkan pada anggapan bahwa situasi ini dapat mengurangi ketidakpastian dalam jangka panjang,” ujar Charu Chanana, Chief Investment Strategist di Saxo, dikutip dari Channel News Asia.

    Sebagai catatan, Selat Hormuz yang lebarnya hanya sekitar 33 kilometer di titik tersempitnya, merupakan jalur penting yang dilalui sekitar 25% perdagangan minyak dunia dan 20% pasokan gas alam cair. Ketegangan di wilayah ini berpotensi besar mengguncang pasar energi global.

    Ketegangan Timur Tengah Bisa Picu Lonjakan Harga Minyak, Analis Waspadai Risiko Gangguan di Selat Hormuz

    Di tengah kekhawatiran geopolitik terkait potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya, para analis memperingatkan dampak serius terhadap pasar energi global, khususnya harga minyak.

    Analis dari JPMorgan mengingatkan bahwa berdasarkan pengalaman masa lalu, perubahan rezim di kawasan Timur Tengah biasanya memicu lonjakan harga minyak yang signifikan. Dalam beberapa kasus, harga minyak melonjak hingga 76% dan rata-rata mengalami kenaikan sekitar 30% dalam jangka waktu tertentu.

    Vivek Dhar, analis dari Commonwealth Bank of Australia, menilai bahwa kemungkinan gangguan selektif terhadap lalu lintas kapal tanker lebih realistis ketimbang penutupan penuh Selat Hormuz. “Menutup selat justru akan menghentikan ekspor minyak Iran sendiri, sehingga lebih masuk akal bagi mereka untuk melakukan gangguan terbatas yang menimbulkan ketakutan,” ujarnya.

    Menurut Dhar, jika Iran memutuskan untuk mengganggu pengiriman secara terbatas melalui Selat Hormuz, harga minyak bisa melonjak hingga mencapai USD 100 per barel.

    Sementara itu, Goldman Sachs memberikan peringatan lebih serius. Mereka memproyeksikan bahwa jika Selat Hormuz ditutup sepenuhnya selama satu bulan, harga minyak berpotensi melonjak hingga USD 110 per barel, meskipun hanya bersifat sementara.

    Saat ini, harga minyak Brent tercatat naik 1,4% menjadi USD 78,07 per barel, sementara harga minyak mentah AS (WTI) juga menguat 1,4% ke level USD 74,88 per barel. Di pasar komoditas lain, harga emas naik tipis 0,3% dan diperdagangkan di posisi USD 3.357 per ounce.

    Pasar Saham Global Bertahan, Namun Tekanan dari Kenaikan Minyak Terus Membayangi

    Pasar saham global sejauh ini menunjukkan ketahanan meski diliputi ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap lonjakan harga minyak. Indeks berjangka S&P 500 tercatat hanya turun tipis sebesar 0,1%, sementara indeks berjangka Nasdaq melemah 0,2%.

    Di Asia, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang mencatat penurunan 1%, sedangkan saham unggulan China turun 0,2%. Indeks Nikkei Jepang juga melemah 0,2%, meskipun data survei terbaru menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Jepang tumbuh kembali pada Juni setelah hampir satu tahun mengalami kontraksi.

    Dari Eropa, indeks berjangka Eurostoxx 50 tercatat turun 0,4%. Indeks FTSE dan DAX masing-masing mengalami pelemahan sebesar 0,3% dan 0,4%. Ketergantungan Eropa dan Jepang terhadap impor minyak dan gas alam cair (LNG) menambah kerentanan terhadap gejolak harga energi. Sementara itu, Amerika Serikat berada dalam posisi yang lebih kuat sebagai eksportir bersih energi.

    Di pasar valuta asing, dolar AS menguat 0,7% terhadap yen Jepang ke level 147,07 yen. Euro melemah 0,2% menjadi USD 1,1497, dan indeks dolar AS menguat tipis ke posisi 99,042.

    Meski risiko geopolitik meningkat, belum terlihat pergerakan signifikan ke aset-aset aman seperti obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi treasury AS tenor 10 tahun justru naik dua basis poin menjadi 4,395%.

    Sementara itu, kontrak suku bunga berjangka The Fed sedikit turun, yang mencerminkan kekhawatiran bahwa lonjakan harga minyak yang berkepanjangan bisa kembali menekan inflasi, tepat saat kebijakan tarif baru mulai berdampak terhadap harga minyak domestik di Amerika Serikat.

    Pasar Masih Ragukan Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed pada Juli

    Meskipun Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengisyaratkan bahwa tidak akan ada kenaikan suku bunga lebih lanjut dan membuka peluang pelonggaran kebijakan pada Juli, pasar masih memperkirakan kemungkinan kecil bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada 30 Juli.

    Sikap hati-hati tetap ditunjukkan oleh sebagian besar pejabat The Fed lainnya, termasuk Ketua Jerome Powell, yang membuat pelaku pasar lebih condong memperkirakan pemangkasan suku bunga baru akan terjadi pada September.

    Pekan ini, setidaknya 15 pejabat The Fed dijadwalkan untuk menyampaikan pidato, termasuk Powell yang akan menghadapi pertanyaan selama dua hari dari anggota parlemen AS. Topik yang akan dibahas diperkirakan mencakup dampak dari potensi kebijakan tarif Presiden Donald Trump serta ketegangan geopolitik yang meningkat menyusul serangan terhadap Iran.

    Sementara itu, perkembangan di Timur Tengah juga akan menjadi fokus utama dalam pertemuan para pemimpin NATO di Den Haag. Para anggota aliansi tersebut disebut telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan secara signifikan anggaran pertahanan masing-masing.

    Dari sisi data ekonomi, pasar menantikan rilis angka inflasi inti AS dan data mingguan klaim pengangguran, serta pembacaan awal aktivitas manufaktur global untuk bulan Juni yang akan memberikan gambaran lanjutan tentang arah ekonomi dunia.

  • Ketegangan Geopolitik dan Krisis Fiskal AS Guncang Pasar Global

    Serratalhadafc.com – Ketegangan antara kekuatan ekonomi dunia kembali meningkat, terutama antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa, menyusul rencana kebijakan tarif impor yang memicu keresahan pasar global.

    Salah satu isu utama adalah rencana AS untuk menaikkan tarif impor hingga 50% terhadap berbagai produk asal Eropa. Meskipun rencana tersebut akhirnya ditunda, ketidakpastian yang ditimbulkan telah memengaruhi sentimen pelaku pasar secara luas, terutama di sektor perdagangan internasional.

    Sektor Manufaktur Terpukul, Bursa Global Bergejolak

    Langkah AS menaikkan tarif nyata pada baja dan aluminium langsung berdampak signifikan. Indeks saham global mengalami tekanan hebat, sementara sektor manufaktur dan ekspor-impor menjadi korban utama.

    Akibatnya, investor Anugerahslot melakukan aksi jual besar-besaran, yang memicu lonjakan volatilitas di pasar modal dunia.

    “Dalam situasi seperti ini, investor cenderung beralih ke aset yang lebih aman dan stabil. Perang dagang bisa menjadi pemicu pergeseran alokasi modal secara global,” tulis tim riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia, dikutip Sabtu (7/6/2025).

    Krisis Fiskal AS Tambah Kekhawatiran

    Di tengah memanasnya perang dagang, kondisi semakin rumit dengan munculnya kekhawatiran fiskal di Amerika Serikat. Pemerintah AS mengajukan rencana anggaran jangka panjang dengan proyeksi defisit hingga USD 3 triliun dalam 10 tahun ke depan, yang dinilai terlalu agresif oleh para ekonom.

    Rencana ini menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas manajemen fiskal AS, menyebabkan lonjakan yield obligasi pemerintah, sebuah sinyal bahwa investor menilai risiko investasi di surat utang AS semakin tinggi.

    Ketidakpastian global ini menambah tekanan terhadap perekonomian dunia dan membuka kemungkinan pergeseran arus modal internasional dalam waktu dekat.

    Lonjakan Yield Obligasi Picu Aksi Jual dan Pergeseran Aset Global

    Ketegangan fiskal di Amerika Serikat mendorong yield obligasi tenor 10 tahun dan 30 tahun masing-masing menembus level 4,6% dan 5%. Kenaikan ini menandakan meningkatnya kekhawatiran investor terhadap risiko fiskal AS.

    Kondisi tersebut memicu arus keluar dari aset berisiko, termasuk saham, seiring investor global mulai merelokasi dana ke instrumen yang dianggap lebih aman seperti obligasi dan emas.

    “Ketika imbal hasil obligasi melonjak, itu mencerminkan permintaan kompensasi risiko yang lebih tinggi oleh investor. Dalam sejarah pasar, lonjakan yield seperti ini seringkali menjadi sinyal akan datangnya guncangan besar,” ujar Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

    Emas Kembali Jadi Pilihan Utama Investor

    Dalam situasi ketidakpastian ekonomi dan geopolitik, emas kembali menjadi aset safe haven favorit. Harga emas dunia tercatat naik tajam hingga USD 3.350 per ons, tumbuh lebih dari 1,8% dalam waktu singkat.

    Di Indonesia, harga emas ikut terdongkrak, mencapai Rp1,8 juta per gram, naik dari sebelumnya Rp1,79 juta. Kenaikan ini didorong oleh permintaan tinggi dari investor ritel maupun institusi, termasuk bank sentral berbagai negara yang memperkuat cadangan emasnya.

    “Emas kini bukan sekadar pelindung nilai, melainkan simbol stabilitas di tengah ketidakpastian. Pergerakan harga emas menjadi indikator utama sentimen pasar terhadap risiko global,” tulis tim riset Mirae Asset.

    Strategi Investasi di Tengah Ketidakpastian Global: Diversifikasi Jadi Kunci

    Dalam situasi pasar yang penuh gejolak seperti saat ini, diversifikasi portofolio menjadi langkah penting bagi para investor. Mengombinasikan aset seperti saham, obligasi, dan emas terbukti efektif dalam menjaga stabilitas nilai investasi.

    “Jika satu aset mengalami penurunan, aset lainnya bisa menjadi penahan kerugian. Ini adalah prinsip utama dalam pengelolaan risiko,” tulis tim riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

    Dollar Cost Averaging (DCA) Dinilai Efektif di Masa Volatilitas

    Selain diversifikasi, strategi Dollar Cost Averaging (DCA) juga dianjurkan, terutama di tengah fluktuasi tajam. Dengan berinvestasi secara berkala dalam jumlah tetap—baik di saham maupun emas—investor dapat menghindari risiko membeli di harga tertinggi.

    “Pendekatan DCA memungkinkan investor memperoleh harga rata-rata yang lebih aman dalam jangka panjang.”

    Jika tren harga emas berlanjut naik dan benar-benar mencapai Rp2,1 juta per gram, seperti diprediksi banyak analis, maka memiliki eksposur terhadap emas akan menjadi langkah cerdas.

    Sesuaikan Portofolio dengan Profil Risiko

    Investor juga perlu menyesuaikan alokasi aset berdasarkan profil risiko pribadi:

    • Investor konservatif disarankan menambah porsi emas hingga 20% dari total portofolio.
    • Investor agresif tetap bisa mendominasi portofolionya dengan saham, tetapi wajib menyisihkan sebagian ke emas sebagai pelindung nilai.

    “Emas bukan sekadar aset lindung nilai, tapi juga penyelamat portofolio saat pasar bergejolak,” pungkas Mirae Asset Sekuritas Indonesia.

  • Coinbase Catat Sejarah, Resmi Masuk S&P 500 pada 19 Mei 2025

    Coinbase Catat Sejarah, Resmi Masuk S&P 500 pada 19 Mei 2025

    Serratalhadafc.com – Coinbase Global Inc. (COIN), salah satu bursa kripto terbesar di dunia, akan resmi bergabung dalam indeks saham bergengsi Amerika Serikat, Standard and Poor’s 500 (S&P 500), pada 19 Mei 2025. Langkah ini menandai sejarah baru, menjadikan Coinbase sebagai perusahaan kripto pertama dan satu-satunya yang berhasil masuk ke dalam indeks tersebut.

    Mengutip Cointelegraph pada Selasa (13/5/2025), S&P Global mengumumkan bahwa Coinbase akan menggantikan posisi Discover Financial Services (DFS), menyusul akuisisi DFS oleh Capital One Financial Corp (COF).

    Chief Financial Officer (CFO) Coinbase, Alesia Haas, menyatakan bahwa bergabungnya Coinbase ke dalam S&P 500 merupakan pencapaian besar, tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga untuk industri kripto secara keseluruhan.

    “Bergabung dengan indeks bergengsi ini mencerminkan seberapa jauh Coinbase dan industri kripto telah berkembang, serta menjadi sinyal ke mana arah masa depan dunia keuangan,” ujarnya.

    Coinbase kini bergabung dengan perusahaan besar lain seperti Tesla (TSLA) dan Block Inc. (SQ), yang juga dikenal sebagai pemegang aset Bitcoin dalam jumlah signifikan di neraca korporat mereka.

    Masuknya Coinbase dalam S&P 500 diperkirakan akan mendorong permintaan saham COIN, karena dana indeks dan exchange-traded funds (ETF) yang mengikuti pergerakan indeks ini harus menyesuaikan portofolio mereka dengan membeli saham Coinbase.

    Menyusul pengumuman tersebut, saham Coinbase melonjak 8,8% dalam perdagangan setelah jam kerja menjadi USD 225,4, menurut data dari Google Finance. Pada penutupan hari perdagangan sebelumnya, saham COIN juga mencatat kenaikan 4%, dengan kapitalisasi pasar perusahaan mencapai USD 52,8 miliar.

    Coinbase Catat Permintaan Tinggi atas Produk Pinjaman Kripto

    Coinbase mengumumkan tingginya minat pelanggan terhadap produk pinjaman kripto terbaru mereka. Dalam waktu kurang dari 100 hari sejak diluncurkan, lebih dari USD 100 juta USDC telah dipinjamkan melalui layanan tersebut.

    “USD 100 juta USDC dipinjam dalam waktu kurang dari 100 hari. Nikmati suku bunga serendah 5% – dua kali lebih rendah dibandingkan opsi pinjaman kripto lainnya, tanpa biaya tersembunyi,” ungkap Coinbase dalam pernyataan resminya.

    Produk ini memungkinkan pengguna untuk memperoleh likuiditas tanpa harus menjual Bitcoin mereka, sehingga dapat menghindari pemicu peristiwa kena pajak. Pinjaman ini menggunakan Bitcoin sebagai agunan, yang kemudian secara otomatis dikonversi menjadi cbBTC—versi wrapped Bitcoin milik Coinbase.

    Aset cbBTC tersebut selanjutnya disimpan di Morpho, protokol pinjaman terdesentralisasi yang berjalan di atas Base, jaringan layer-2 berbasis Ethereum milik Coinbase. Proses ini memungkinkan integrasi yang efisien antara aset kripto utama, infrastruktur DeFi, dan jaringan blockchain milik perusahaan.

    Langkah ini menunjukkan bagaimana Coinbase terus memperluas layanan finansial terdesentralisasi (DeFi) dengan pendekatan yang lebih terintegrasi dan ramah pengguna, sembari memberikan alternatif likuiditas bagi pemegang aset kripto utama seperti Bitcoin.

    Coinbase Resmi Luncurkan Layanan Pinjaman Bitcoin di Seluruh AS

    Coinbase, salah satu bursa aset kripto terbesar di dunia, mengumumkan peluncuran layanan pinjaman berbasis Bitcoin (BTC) di hampir seluruh wilayah Amerika Serikat. Layanan ini memungkinkan pengguna meminjam dana dalam bentuk stablecoin USDC dengan jaminan Bitcoin milik mereka.

    Dalam pengumuman resminya di platform media sosial X pada Kamis, 1 Mei 2025, Coinbase menyampaikan bahwa per tanggal 30 April 2025, pelanggan dapat mengakses pinjaman hingga sebesar USD 1 juta dalam bentuk USDC, tanpa perlu menjual Bitcoin yang mereka miliki. Dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk menutupi biaya hidup.

    “Pinjaman yang didukung Bitcoin kini tersedia untuk semua pelanggan di AS, kecuali Negara Bagian New York. Kami juga memiliki rencana untuk memperluas layanan ini ke lebih banyak negara,” tulis pihak Coinbase.

    Langkah ini menandai peluncuran nasional dari program pinjaman berbasis BTC yang sebelumnya mulai diperkenalkan secara terbatas sejak Januari 2025. Seiring meningkatnya permintaan, layanan ini kini resmi tersedia secara luas di seluruh Amerika Serikat, kecuali wilayah yang memiliki regulasi kripto lebih ketat seperti New York.

    Dengan layanan ini, Coinbase memperkuat posisinya dalam ekosistem keuangan terdesentralisasi (DeFi) dengan menawarkan alternatif pendanaan berbasis kripto yang fleksibel, tanpa perlu menjual aset yang berpotensi naik nilainya di masa depan.

  • Bursa Saham Asia dan Wall Street Menguat di April 2025

    Bursa Saham Asia dan Wall Street Menguat di April 2025

    Serratalhadafc.com – Bursa saham Asia mencatatkan pergerakan beragam pada perdagangan terbaru, dengan sebagian besar indeks menunjukkan penguatan. Indeks Nikkei 225 di Jepang melonjak lebih dari 1%, memperpanjang reli yang terjadi di hari sebelumnya. Indeks Topix juga ikut naik, mencatatkan kenaikan sebesar 0,81%.

    Sementara itu, di Korea Selatan, indeks Kospi bergerak datar, sedangkan indeks Kosdaq berhasil naik tipis sebesar 0,34%. Di pasar Australia, indeks ASX 200 menguat sebesar 0,27%. Di Hong Kong, indeks Hang Seng berjangka tercatat di level 22.069, sedikit melemah dibandingkan dengan penutupan sebelumnya di 22.072,62.

    Namun, di tengah sentimen positif tersebut, Korea Selatan justru melaporkan pertumbuhan ekonomi yang mengecewakan. Produk Domestik Bruto (PDB) negara tersebut tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,1% pada kuartal pertama tahun 2025, berdasarkan data awal yang dirilis Kamis pekan ini. Angka ini meleset dari ekspektasi kenaikan 0,1% yang diprediksi dalam jajak pendapat oleh Reuters.

    Baca Juga : Investasi Bitcoin Bisa Jadi Solusi Menghadapi Gejolak Ekonomi

    Dari Amerika Serikat, kontrak berjangka menunjukkan pergerakan campuran setelah indeks utama Wall Street membukukan kenaikan selama dua hari berturut-turut. Kontrak berjangka S&P 500 naik 0,1%, demikian pula kontrak berjangka Nasdaq 100. Sementara itu, kontrak berjangka Dow Jones Industrial Average justru turun 45 poin, atau sekitar 0,1%.

    Di Wall Street sendiri, ketiga indeks utama ditutup di zona hijau di tengah harapan bahwa ketegangan dagang antara AS dan China akan segera mereda. Presiden AS saat itu, Donald Trump, juga menenangkan pasar dengan pernyataannya bahwa ia tidak memiliki rencana untuk mengganti Ketua Federal Reserve Jerome Powell.

    Dow Jones Industrial Average ditutup menguat 419,59 poin atau 1,07% ke level 39.606,57. Indeks S&P 500 naik 1,67% dan berakhir di level 5.375,86. Sementara itu, Nasdaq Composite mencatat lonjakan terbesar dengan kenaikan 2,50%, ditutup pada 16.708,05. Ketiga indeks tersebut mencatatkan kenaikan beruntun, mencerminkan sentimen positif yang tengah berkembang di pasar global.

    Bursa Asia Menguat Seiring Meredanya Ketegangan Perang Dagang AS-China

    Pada Rabu, 23 April 2025, bursa saham Asia Pasifik mengalami lonjakan signifikan, mengikuti jejak penguatan yang terjadi di Wall Street. Sentimen positif ini muncul seiring meredanya ketegangan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.

    Optimisme pasar menguat setelah pernyataan dari Presiden AS, Donald Trump, yang menyebutkan bahwa tarif akhir terhadap barang-barang China tidak akan mencapai angka ekstrem hingga 145%. Meski demikian, Trump menegaskan bahwa tarif juga tidak akan ditiadakan sepenuhnya. Sikap ini memberi sinyal kemungkinan pendekatan kompromi dalam kebijakan dagang AS-China.

    Selain itu, Trump juga mengklarifikasi bahwa ia tidak berencana untuk mengganti Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, yang selama ini menjadi perhatian pelaku pasar. Kepastian ini turut membantu meredakan kekhawatiran investor.

    Di kawasan Asia, indeks saham utama menunjukkan tren positif. Hong Kong mencatatkan penguatan tertinggi dengan Indeks Hang Seng melonjak 2,37% ke level 22.072,62. Sementara itu, indeks Hang Seng Teknologi mencatat kenaikan lebih besar lagi, sebesar 3,07% menjadi 5.049,40. Di sisi lain, indeks CSI 300 di China bergerak relatif stabil di angka 3.786,88.

    Di Jepang, indeks Nikkei 225 menguat 1,89% ke level 34.868,63, disusul indeks Topix yang naik 2,06% menjadi 2.584,32. Korea Selatan pun menunjukkan tren serupa, dengan indeks Kospi bertambah 1,57% ke posisi 2.525,56 dan Kosdaq meningkat 1,39% menjadi 726,08.

    Sementara itu, indeks Nifty 50 di India naik 0,52%, dan pasar Australia juga mencatatkan kenaikan dengan ASX 200 bertambah 1,33% ke level 7.920,50.

    Kenaikan di berbagai bursa Asia ini mencerminkan keyakinan investor terhadap stabilitas pasar keuangan regional, di tengah tanda-tanda membaiknya hubungan dagang antara dua kekuatan ekonomi terbesar dunia.

    IHSG Tembus 6.600, Mayoritas Sektor Saham Menguat

    Pada perdagangan Rabu, 23 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus level 6.600, ditutup menguat signifikan di tengah sentimen positif dari mayoritas sektor saham. Penguatan ini terjadi seiring keputusan Bank Indonesia (BI) yang mempertahankan suku bunga acuan di level 5,75%.

    Berdasarkan data dari RTI, IHSG ditutup naik 1,47% ke posisi 6.634,37. Indeks LQ45 juga turut menguat sebesar 1,98% ke level 744,78. Seluruh indeks saham acuan tercatat menghijau pada perdagangan hari itu. IHSG sempat menyentuh level tertingginya di 6.642,91 dan sempat menyentuh titik terendah di 6.588,25.

    Dari sisi kinerja emiten, terdapat 412 saham yang mengalami kenaikan harga, sementara 193 saham melemah dan 201 saham lainnya stagnan. Total frekuensi perdagangan tercatat mencapai 1.286.794 kali, dengan volume transaksi sebesar 21,9 miliar saham dan nilai transaksi harian mencapai Rp 13,7 triliun. Nilai tukar dolar AS terhadap rupiah berada di kisaran Rp 16.860.

    Sektor saham properti menjadi motor utama penguatan IHSG dengan lonjakan sebesar 2,45%. Sektor kesehatan juga mencatat kinerja positif dengan kenaikan 2,22%, disusul sektor keuangan yang naik 1,71% dan sektor consumer siklikal yang meningkat 1,7%.

    Penguatan juga terlihat di sektor industri yang naik 1,27%, sektor consumer nonsiklikal naik 1,61%, sektor energi bertambah 0,52%, infrastruktur naik 0,78%, dan sektor transportasi menguat 0,53%.

    Namun, tidak semua sektor bergerak positif. Sektor basic materials mengalami koreksi sebesar 1,56%, sedangkan sektor teknologi melemah tipis sebesar 0,03%.

    Kinerja positif IHSG mencerminkan optimisme investor terhadap kondisi pasar, terutama setelah kepastian suku bunga dari Bank Indonesia serta sentimen global yang turut memengaruhi arah pergerakan pasar domestik.