Tag: israel

  • Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Bursa Asia Melemah, Harga Minyak Sentuh Level Tertinggi dalam 5 Bulan

    Serratalhadafc.com – Pada Senin, 23 Juni 2025, bursa saham utama di kawasan Asia mengalami pelemahan, dipicu oleh kekhawatiran investor terhadap potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat ke fasilitas nuklirnya. Ketegangan geopolitik ini menimbulkan kekhawatiran akan dampaknya terhadap stabilitas global dan tekanan inflasi.

    Dilansir dari Channel Anugerahslot, aktivitas pasar cenderung terbatas. Dolar AS bergerak moderat, sementara pasar obligasi belum menunjukkan peningkatan signifikan dalam permintaan. Di sisi lain, harga minyak dunia sempat melonjak 1,5%, meskipun masih berada di bawah level puncaknya di awal perdagangan.

    Sebagian pelaku pasar memperkirakan Iran akan menahan diri setelah ambisi nuklirnya dibatasi oleh serangan tersebut. Bahkan, ada spekulasi bahwa perubahan kepemimpinan di Iran bisa membawa pemerintahan baru yang lebih moderat dan kurang konfrontatif.

    “Pasar kemungkinan tidak bereaksi langsung terhadap eskalasi, melainkan pada anggapan bahwa situasi ini dapat mengurangi ketidakpastian dalam jangka panjang,” ujar Charu Chanana, Chief Investment Strategist di Saxo, dikutip dari Channel News Asia.

    Sebagai catatan, Selat Hormuz yang lebarnya hanya sekitar 33 kilometer di titik tersempitnya, merupakan jalur penting yang dilalui sekitar 25% perdagangan minyak dunia dan 20% pasokan gas alam cair. Ketegangan di wilayah ini berpotensi besar mengguncang pasar energi global.

    Ketegangan Timur Tengah Bisa Picu Lonjakan Harga Minyak, Analis Waspadai Risiko Gangguan di Selat Hormuz

    Di tengah kekhawatiran geopolitik terkait potensi balasan Iran atas serangan Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklirnya, para analis memperingatkan dampak serius terhadap pasar energi global, khususnya harga minyak.

    Analis dari JPMorgan mengingatkan bahwa berdasarkan pengalaman masa lalu, perubahan rezim di kawasan Timur Tengah biasanya memicu lonjakan harga minyak yang signifikan. Dalam beberapa kasus, harga minyak melonjak hingga 76% dan rata-rata mengalami kenaikan sekitar 30% dalam jangka waktu tertentu.

    Vivek Dhar, analis dari Commonwealth Bank of Australia, menilai bahwa kemungkinan gangguan selektif terhadap lalu lintas kapal tanker lebih realistis ketimbang penutupan penuh Selat Hormuz. “Menutup selat justru akan menghentikan ekspor minyak Iran sendiri, sehingga lebih masuk akal bagi mereka untuk melakukan gangguan terbatas yang menimbulkan ketakutan,” ujarnya.

    Menurut Dhar, jika Iran memutuskan untuk mengganggu pengiriman secara terbatas melalui Selat Hormuz, harga minyak bisa melonjak hingga mencapai USD 100 per barel.

    Sementara itu, Goldman Sachs memberikan peringatan lebih serius. Mereka memproyeksikan bahwa jika Selat Hormuz ditutup sepenuhnya selama satu bulan, harga minyak berpotensi melonjak hingga USD 110 per barel, meskipun hanya bersifat sementara.

    Saat ini, harga minyak Brent tercatat naik 1,4% menjadi USD 78,07 per barel, sementara harga minyak mentah AS (WTI) juga menguat 1,4% ke level USD 74,88 per barel. Di pasar komoditas lain, harga emas naik tipis 0,3% dan diperdagangkan di posisi USD 3.357 per ounce.

    Pasar Saham Global Bertahan, Namun Tekanan dari Kenaikan Minyak Terus Membayangi

    Pasar saham global sejauh ini menunjukkan ketahanan meski diliputi ketegangan geopolitik dan kekhawatiran terhadap lonjakan harga minyak. Indeks berjangka S&P 500 tercatat hanya turun tipis sebesar 0,1%, sementara indeks berjangka Nasdaq melemah 0,2%.

    Di Asia, indeks MSCI untuk saham Asia Pasifik di luar Jepang mencatat penurunan 1%, sedangkan saham unggulan China turun 0,2%. Indeks Nikkei Jepang juga melemah 0,2%, meskipun data survei terbaru menunjukkan bahwa aktivitas manufaktur Jepang tumbuh kembali pada Juni setelah hampir satu tahun mengalami kontraksi.

    Dari Eropa, indeks berjangka Eurostoxx 50 tercatat turun 0,4%. Indeks FTSE dan DAX masing-masing mengalami pelemahan sebesar 0,3% dan 0,4%. Ketergantungan Eropa dan Jepang terhadap impor minyak dan gas alam cair (LNG) menambah kerentanan terhadap gejolak harga energi. Sementara itu, Amerika Serikat berada dalam posisi yang lebih kuat sebagai eksportir bersih energi.

    Di pasar valuta asing, dolar AS menguat 0,7% terhadap yen Jepang ke level 147,07 yen. Euro melemah 0,2% menjadi USD 1,1497, dan indeks dolar AS menguat tipis ke posisi 99,042.

    Meski risiko geopolitik meningkat, belum terlihat pergerakan signifikan ke aset-aset aman seperti obligasi pemerintah AS. Imbal hasil obligasi treasury AS tenor 10 tahun justru naik dua basis poin menjadi 4,395%.

    Sementara itu, kontrak suku bunga berjangka The Fed sedikit turun, yang mencerminkan kekhawatiran bahwa lonjakan harga minyak yang berkepanjangan bisa kembali menekan inflasi, tepat saat kebijakan tarif baru mulai berdampak terhadap harga minyak domestik di Amerika Serikat.

    Pasar Masih Ragukan Pemangkasan Suku Bunga oleh The Fed pada Juli

    Meskipun Gubernur Federal Reserve Christopher Waller mengisyaratkan bahwa tidak akan ada kenaikan suku bunga lebih lanjut dan membuka peluang pelonggaran kebijakan pada Juli, pasar masih memperkirakan kemungkinan kecil bahwa The Fed akan memangkas suku bunga dalam pertemuan berikutnya yang dijadwalkan pada 30 Juli.

    Sikap hati-hati tetap ditunjukkan oleh sebagian besar pejabat The Fed lainnya, termasuk Ketua Jerome Powell, yang membuat pelaku pasar lebih condong memperkirakan pemangkasan suku bunga baru akan terjadi pada September.

    Pekan ini, setidaknya 15 pejabat The Fed dijadwalkan untuk menyampaikan pidato, termasuk Powell yang akan menghadapi pertanyaan selama dua hari dari anggota parlemen AS. Topik yang akan dibahas diperkirakan mencakup dampak dari potensi kebijakan tarif Presiden Donald Trump serta ketegangan geopolitik yang meningkat menyusul serangan terhadap Iran.

    Sementara itu, perkembangan di Timur Tengah juga akan menjadi fokus utama dalam pertemuan para pemimpin NATO di Den Haag. Para anggota aliansi tersebut disebut telah mencapai kesepakatan untuk meningkatkan secara signifikan anggaran pertahanan masing-masing.

    Dari sisi data ekonomi, pasar menantikan rilis angka inflasi inti AS dan data mingguan klaim pengangguran, serta pembacaan awal aktivitas manufaktur global untuk bulan Juni yang akan memberikan gambaran lanjutan tentang arah ekonomi dunia.

  • Bitcoin Tetap Tangguh di Tengah Memanasnya Konflik Iran-Israel

    Bitcoin Tetap Tangguh di Tengah Memanasnya Konflik Iran-Israel

    Serratalhadafc.com – Ketegangan geopolitik global kembali meningkat seiring pecahnya perang antara Iran dan Israel. Meski situasi dunia memanas, nilai kripto seperti Bitcoin justru menunjukkan ketahanan yang cukup kuat di tengah ketidakpastian tersebut.

    Menurut analis Tokocrypto, Fyqieh Fachrur, nilai Bitcoin cenderung tetap stabil bahkan saat terjadi konflik berskala besar. Ia mencontohkan beberapa peristiwa seperti perang Rusia-Ukraina pada 2022, konflik Israel-Gaza pada 2023, dan ketegangan Iran-Israel pada 2025 yang tidak memberikan dampak signifikan terhadap harga Bitcoin.

    “Konflik geopolitik biasanya memicu ekspektasi inflasi global akibat peningkatan belanja fiskal, gangguan rantai pasok, dan melonjaknya harga komoditas. Dalam jangka panjang, kondisi ini justru memberi keuntungan bagi Bitcoin sebagai aset lindung nilai,” jelas Fyqieh dalam keterangannya kepada Anugerahslot Finance dikutip Minggu (22/6/2025).

    Contohnya, usai serangan rudal Israel ke Iran pada 13 Juni 2025, harga Bitcoin memang sempat melemah, namun mampu pulih hanya dalam hitungan hari. Bahkan, perusahaan milik Michael Saylor, MicroStrategy, mengambil langkah besar dengan membeli 10.001 BTC senilai USD 1 miliar pada 16 Juni. Aksi ini menunjukkan keyakinan kuat investor institusional terhadap masa depan Bitcoin.

    Meski begitu, Fyqieh mengingatkan bahwa Bitcoin tetap rentan terhadap reaksi awal pasar saat konflik baru meletus. Gejolak sesaat seperti tekanan jual bisa saja terjadi. Namun, konflik internal seperti perang Tigray di Ethiopia (2020) dan kudeta militer di Myanmar (2021) terbukti tidak memberikan dampak signifikan terhadap harga Bitcoin.

    “Hal ini menegaskan bahwa pengaruh terhadap harga Bitcoin lebih dipengaruhi oleh kedekatan konflik dengan pusat-pusat keuangan global serta besarnya keterlibatan pasar dunia,” tutup Fyqieh.

    Tokocrypto Manfaatkan Ketidakpastian Global untuk Perkuat Edukasi Investor

    Ketidakpastian global akibat konflik geopolitik di Timur Tengah dan dinamika ekonomi makro internasional tidak menyurutkan langkah pelaku industri kripto. Justru di tengah kondisi yang menantang ini, sejumlah perusahaan, termasuk bursa kripto Tokocrypto, terus memperkuat ekosistem dan strategi internal mereka guna memenuhi kebutuhan investor, khususnya di Indonesia.

    CMO Tokocrypto, Wan Iqbal, menilai gejolak saat ini sebagai momentum strategis untuk memperdalam edukasi pasar. Menurutnya, penting bagi investor untuk memahami nilai jangka panjang dari aset digital seperti Bitcoin, serta mengenal lebih dalam teknologi blockchain dan Web3 yang menjadi fondasinya.

    “Situasi global yang tidak menentu justru membuka peluang untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang lebih matang terhadap dunia kripto. Ini saat yang tepat untuk memperkuat literasi dan kepercayaan investor terhadap teknologi yang kami dukung,” ujar Iqbal.

    Tokocrypto Tetap Optimis, Proyeksikan Pembalikan Tren Pasar Kripto di Kuartal III 2025

    Meski ketidakpastian global masih membayangi, Tokocrypto tetap menjaga optimisme terhadap prospek industri aset digital. Keyakinan ini didorong oleh tren adopsi institusional yang terus tumbuh serta kemajuan teknologi blockchain dan Web3 yang semakin solid.

    “Kami percaya bahwa situasi global yang penuh gejolak justru menjadi momen refleksi bagi banyak investor untuk menilai kembali nilai jangka panjang aset digital, khususnya Bitcoin, serta infrastruktur teknologi yang mendukungnya,” ujar CMO Tokocrypto, Wan Iqbal, kepada Liputan6.com, Kamis (19/6/2025).

    Memasuki kuartal ketiga 2025, Tokocrypto memproyeksikan adanya potensi pembalikan tren pasar. Harapan ini didasarkan pada kemungkinan meredanya ketegangan geopolitik dan munculnya arah kebijakan moneter yang lebih jelas, khususnya dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve. Kedua faktor ini diyakini akan menjadi katalis positif bagi pemulihan dan pertumbuhan pasar kripto ke depan.

    Dominasi Investor Institusional Meningkat, Tokocrypto Optimistis Sambut Paruh Kedua 2025

    Tokocrypto mencatat tren positif dalam perilaku pasar, salah satunya melalui meningkatnya dominasi investor institusional di platform mereka. Peningkatan ini menjadi sinyal bahwa ekosistem kripto semakin matang dan mulai diakui sebagai instrumen investasi jangka panjang yang kredibel.

    “Memasuki kuartal ketiga 2025, kami memproyeksikan adanya pembalikan tren harga, seiring dengan meredanya ketegangan geopolitik serta meningkatnya kepercayaan pasar terhadap arah kebijakan moneter global, khususnya dari The Fed,” jelas Wan Iqbal, CMO Tokocrypto.

    Sebagai respons terhadap perkembangan ini, Tokocrypto telah merancang strategi komprehensif untuk memperkuat posisinya di pasar. Strategi tersebut mencakup penguatan edukasi pengguna, peluncuran produk-produk inovatif, serta pengembangan layanan eksklusif bagi investor kategori VIP.

    Dengan fondasi yang terus diperkuat dan respons strategis terhadap dinamika pasar, Tokocrypto meyakini bahwa industri kripto di Indonesia berpotensi bangkit lebih kuat pada paruh kedua tahun 2025.

  • Ketegangan Iran-Israel Guncang Pasar Global, Saham AS Turun, Harga Minyak dan Emas Melonjak

    Ketegangan Iran-Israel Guncang Pasar Global, Saham AS Turun, Harga Minyak dan Emas Melonjak

    Serratalhadafc.com – Ketegangan geopolitik yang memanas antara Iran dan Israel berdampak langsung terhadap pasar keuangan global. Pada Jumat, 13 Juni 2025, Israel melancarkan serangan militer besar terhadap Iran, yang kemudian dibalas oleh Teheran. Konflik yang sebelumnya terbatas pada operasi rahasia dan perang proxy kini berubah menjadi pertempuran terbuka dengan intensitas tinggi.

    Merespons situasi ini, indeks utama bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah tajam. Dow Jones Industrial Average anjlok 1,8% ke level 42.197,8, sedangkan S&P 500 turun 1,1% ke posisi 5.977,0.

    Gejolak pasar turut mendorong lonjakan harga minyak mentah dan emas, dua aset yang kerap diburu saat ketidakpastian global meningkat. Harga minyak jenis Brent melonjak 7,3% menjadi USD 73,0 per barel, sementara harga emas naik 1,4% ke USD 3.432 per troy ons.

    Waspadai Volatilitas, Investor Diminta Selektif

    Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, memperkirakan bahwa volatilitas pasar akan tetap tinggi dalam jangka pendek hingga menengah. Menurutnya, peningkatan harga energi dan meningkatnya permintaan aset lindung nilai seperti emas akan terus berlangsung selama tensi politik belum mereda.

    “Kami melihat potensi arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia, khususnya dari saham-saham yang banyak dimiliki investor global seperti BMRI dan BBRI,” ujarnya, kepada Anugerahslot pada Senin (16/6/2025).

    Dalam kondisi seperti ini, Rully menyarankan investor untuk lebih berhati-hati dan mengalihkan fokus ke saham-saham yang berkaitan dengan komoditas seperti minyak dan emas. Saham-saham seperti MEDC (Medco Energi), ANTM (Aneka Tambang), dan MDKA (Merdeka Copper Gold) dinilai memiliki prospek yang lebih defensif di tengah ketegangan geopolitik.

    Faktor Risiko yang Harus Diwaspadai

    Beberapa risiko utama yang dipantau pasar saat ini meliputi kemungkinan serangan lanjutan Israel terhadap fasilitas nuklir atau kilang minyak Iran, balasan Iran yang berpotensi mengganggu jalur perdagangan strategis seperti Selat Hormuz, serta peluang dimulainya kembali negosiasi nuklir atau upaya diplomasi untuk meredakan konflik.

    Konflik Israel-Iran Berpotensi Meluas, Analis Prediksi IHSG Melemah, Ini Saham Pilihan Indo Premier Sekuritas

    Ketegangan militer antara Israel dan Iran yang terus meningkat menimbulkan kekhawatiran global akan potensi pecahnya perang besar di kawasan Timur Tengah. Imam Gunadi, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), menyatakan bahwa konflik ini berisiko melibatkan sejumlah negara lain seperti Lebanon (melalui kelompok Hezbollah), Suriah, dan Yaman (kelompok Houthi). Bahkan, intervensi negara-negara besar seperti Amerika Serikat juga mungkin terjadi jika eskalasi tak terbendung.

    “Situasi ini menimbulkan ketidakpastian tinggi di pasar global, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kami memperkirakan IHSG akan bergerak melemah pekan ini, dengan level support di 6.994 dan resistance di 7.239,” ujar Imam dalam pernyataan resminya.

    Rekomendasi Saham dari IPOT

    Untuk mengantisipasi kondisi pasar yang sangat dipengaruhi dinamika geopolitik ini, PT Indo Premier Sekuritas merekomendasikan beberapa saham yang dinilai berpotensi menarik. Rekomendasi ini mencakup saham-saham yang memiliki eksposur terhadap sektor-sektor defensif maupun yang diuntungkan dari kenaikan harga komoditas, seperti:

    • Saham energi dan pertambangan yang mendapat sentimen positif dari lonjakan harga minyak dan emas.
    • Saham consumer staples dan telekomunikasi, sebagai sektor yang cenderung lebih tahan terhadap guncangan eksternal.
    • Saham dengan fundamental kuat dan likuiditas tinggi, yang dianggap lebih aman dalam kondisi pasar yang volatil.

    Investor diimbau untuk tetap mencermati perkembangan geopolitik global dan menjaga strategi investasi dengan pendekatan selektif serta disiplin manajemen risiko.

    Rekomendasi Saham Terkait Konflik Israel-Iran: MEDC, ELSA, dan ANTM Berpotensi Menguat

    Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran berdampak langsung pada lonjakan harga minyak dan emas dunia. Investor disarankan mencermati saham-saham di sektor energi dan tambang yang berpotensi diuntungkan dari kondisi ini. Berikut beberapa rekomendasi saham dari analis pasar:

    1. Buy MEDC

    • Entry: 1.400
    • Target: 1.500
    • Stop Loss: <1.360

    Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menjadi pilihan utama di tengah lonjakan harga minyak global yang dipicu kekhawatiran terganggunya distribusi melalui Selat Hormuz. Jalur strategis ini menjadi jalur ekspor penting bagi sekitar 20% pasokan minyak dunia, mencakup negara-negara seperti Iran, Arab Saudi, Irak, dan Uni Emirat Arab.

    Pengalaman serupa terjadi pada 2019–2020, saat ketegangan Iran-AS menyebabkan harga minyak melonjak lebih dari 10% hanya dalam beberapa hari karena ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran.

    2. Buy on Breakout ELSA

    • Entry: 520
    • Target: 545
    • Stop Loss: <505

    PT Elnusa Tbk (ELSA), yang juga bergerak di sektor energi, diperkirakan turut terdorong oleh lonjakan harga minyak akibat eskalasi di Timur Tengah. Ketergantungan global pada Selat Hormuz sebagai jalur utama ekspor minyak menjadikan saham ini sensitif terhadap perubahan harga komoditas.

    3. Buy on Breakout ANTM

    • Entry: 3.350
    • Target: 3.600
    • Stop Loss: <3.240

    Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menjadi pilihan menarik di tengah meningkatnya permintaan emas sebagai aset safe haven. Proyeksi dari Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan menyentuh USD 3.700/troy ounce pada akhir 2025, sementara Bank of America memperkirakan bisa mencapai USD 4.000/troy ounce dalam 12 bulan mendatang, seiring berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah.

    Kesimpulan:
    Dengan latar belakang geopolitik yang memanas, sektor energi dan logam mulia menjadi fokus investor. Saham seperti MEDC, ELSA, dan ANTM menawarkan potensi keuntungan di tengah kondisi pasar yang fluktuatif. Namun, investor tetap disarankan untuk memperhatikan level stop loss sebagai bentuk manajemen risiko.