Tag: rupiah

  • Modal Asing Mulai Masuk Kembali ke RI di Pekan Kedua Mei

    Modal Asing Mulai Masuk Kembali ke RI di Pekan Kedua Mei

    Serratalhadafc.comBank Indonesia (BI) mencatat aliran modal asing kembali masuk ke pasar keuangan domestik pada pekan kedua Mei 2025. Meski demikian, secara keseluruhan sepanjang tahun berjalan, arus keluar (capital outflow) dari Indonesia masih cukup signifikan.

    Direktur Eksekutif BI, Ramdan Denny Prakoso, menjelaskan bahwa berdasarkan data transaksi tanggal 14–15 Mei 2025, secara agregat investor asing atau nonresiden membukukan beli neto sebesar Rp4,14 triliun.

    “Nonresiden tercatat beli neto Rp4,14 triliun, terdiri atas beli neto Rp4,52 triliun di pasar saham dan Rp1,14 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), serta jual neto Rp1,52 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN),” ujar Ramdan dalam keterangan tertulis di situs resmi BI, Minggu (18/5/2025).

    Namun, jika dilihat secara akumulatif sejak awal tahun (year-to-date/ytd) hingga 15 Mei 2025, modal asing masih menunjukkan tren keluar dari pasar keuangan domestik. Nonresiden tercatat melakukan:

    • Jual neto Rp52,53 triliun di pasar saham,
    • Jual neto Rp20,54 triliun di SRBI, dan
    • Beli neto Rp29,10 triliun di pasar SBN.

    Kinerja Rupiah dan Indikator Keuangan

    Dari sisi risiko kredit, premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia untuk tenor lima tahun turun menjadi 83,34 basis poin (bps) per 15 Mei 2025, dari sebelumnya 88,93 bps pada 9 Mei 2025. Penurunan ini mencerminkan persepsi risiko yang lebih baik dari investor terhadap surat utang Indonesia.

    Sementara itu, nilai tukar rupiah ditutup pada level Rp16.510 per dolar AS (kurs bid). Di sisi lain, imbal hasil (yield) SBN tenor 10 tahun tercatat naik menjadi 6,90%, yang menunjukkan peningkatan ekspektasi imbal hasil bagi investor obligasi pemerintah.

    Rupiah Menguat Dipicu Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga The Fed

    Nilai tukar rupiah mencatat penguatan pada perdagangan Jumat (16/5/2025), seiring meningkatnya ekspektasi pasar terhadap penurunan suku bunga acuan oleh Federal Reserve (The Fed). Rupiah terapresiasi sebesar 0,46% ke level Rp16.440 per dolar AS pada akhir perdagangan.

    Penguatan mata uang Garuda ini dipicu oleh rilis data ekonomi Amerika Serikat yang menunjukkan pelemahan, termasuk deflasi di tingkat produsen. Data tersebut menambah keyakinan pelaku pasar bahwa inflasi konsumen juga akan melambat, membuka peluang bagi The Fed untuk mulai memangkas suku bunga lebih cepat dari perkiraan sebelumnya.

    Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, menjelaskan bahwa pelemahan harga di tingkat produsen dapat menjadi sinyal awal perlambatan inflasi pada tingkat konsumen, yang menjadi salah satu indikator utama bagi kebijakan suku bunga The Fed.

    “Ekspektasi ini mendorong sentimen risk-on di pasar keuangan Asia, yang akhirnya menyebabkan hampir seluruh mata uang Asia, termasuk rupiah, menguat terhadap dolar AS,” ujar Josua kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat (16/5/2025).

    Dengan latar belakang tersebut, investor cenderung lebih berani mengambil risiko di pasar negara berkembang, termasuk Indonesia. Penguatan rupiah ini juga menjadi sinyal positif bagi stabilitas pasar keuangan domestik dalam jangka pendek.

    Rupiah Menguat di Pekan Kedua Mei, Namun Berpotensi Melemah Jelang RDG BI

    Chief Economist Permata Bank, Josua Pardede, mencatat bahwa rupiah mencatat penguatan mingguan sebesar 0,46% week-to-week (wtw) pada pekan kedua Mei 2025. Kinerja positif tersebut didorong oleh meningkatnya minat investor terhadap aset berisiko (risk-on), yang dipicu oleh meredanya ketegangan perang dagang serta ekspektasi penurunan suku bunga oleh Federal Reserve (The Fed).

    Namun demikian, Josua memperkirakan bahwa tren penguatan rupiah bisa mengalami tekanan menjelang agenda penting pekan depan, yakni Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia yang dijadwalkan pada 21 Mei 2025.

    “Rupiah berpotensi mengalami pelemahan terbatas menjelang pengumuman hasil RDG BI. Dalam sepekan ke depan, nilai tukar rupiah diperkirakan akan bergerak di kisaran Rp16.400 hingga Rp16.525 per dolar AS,” jelas Josua.

    Dengan proyeksi ini, pelaku pasar disarankan untuk tetap mencermati perkembangan kebijakan moneter domestik dan global, terutama sikap BI terhadap dinamika suku bunga dan stabilitas nilai tukar.

  • Investasi Bitcoin Bisa Jadi Solusi Menghadapi Gejolak Ekonomi

    Investasi Bitcoin Bisa Jadi Solusi Menghadapi Gejolak Ekonomi

    Serratalhadafc.com – Nilai tukar Rupiah terus mengalami tekanan terhadap dolar AS dan pada Selasa, 25 Maret 2025, menyentuh level Rp16.600 per dolar AS. Kondisi ini memicu kekhawatiran di tengah masyarakat karena pelemahan Rupiah dapat berdampak pada inflasi, kenaikan harga barang dan jasa, serta ketidakpastian pasar.

    Meski demikian, masyarakat tetap bisa mengambil langkah bijak, salah satunya dengan berinvestasi. Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menilai investasi yang tepat justru dapat membantu melindungi nilai aset di tengah ketidakstabilan ekonomi.

    Investasi untuk Menghadapi Depresiasi Rupiah

    Iqbal menekankan pentingnya riset dan pemilihan instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko. Ia juga menyarankan masyarakat untuk mempertimbangkan aset yang lebih stabil, seperti stablecoin USDT (Tether) yang nilainya dipatok terhadap dolar AS.

    “Dengan berinvestasi dalam USDT, investor bisa menjaga nilai aset agar tidak tergerus inflasi, terutama di tengah pelemahan mata uang lokal,” ujar Iqbal.

    Stablecoin menawarkan stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan aset kripto lain yang cenderung lebih volatil. Oleh karena itu, bagi masyarakat yang ingin mempertahankan daya beli tanpa risiko fluktuasi ekstrem, stablecoin bisa menjadi pilihan yang lebih aman.

    Bitcoin sebagai Pilihan Investasi dengan Potensi Keuntungan Tinggi

    Selain stablecoin, bagi investor yang mencari keuntungan lebih besar, Bitcoin bisa menjadi pilihan menarik. Dengan suplai terbatas dan meningkatnya adopsi global, harga Bitcoin cenderung mengalami apresiasi dalam jangka panjang.

    Sebagai contoh, pada 2020 harga Bitcoin masih di kisaran USD 10.000, namun melonjak hingga lebih dari USD 60.000 pada 2021. Lonjakan ini menunjukkan bahwa Bitcoin tidak hanya dapat mengimbangi inflasi, tetapi juga berpotensi memberikan keuntungan yang signifikan bagi investor yang siap menghadapi volatilitasnya.

    Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menilai saat ini merupakan waktu yang tepat untuk membeli aset kripto, karena beberapa aset masih bergerak stabil dan belum mengalami lonjakan harga signifikan.

    “Dengan strategi yang tepat, investor bisa memanfaatkan momentum ini untuk meraih keuntungan di masa depan,” ujar Iqbal.

    Manfaatkan THR untuk Investasi yang Cerdas

    Di tengah momentum Idul Fitri, masyarakat diimbau untuk lebih bijak dalam mengelola Tunjangan Hari Raya (THR). Alih-alih hanya membelanjakan dana untuk konsumsi, sebagian dari THR bisa dialokasikan ke investasi yang berpotensi memberikan keuntungan jangka panjang.

    Chief Marketing Officer (CMO) Tokocrypto, Wan Iqbal, menyarankan agar masyarakat mempertimbangkan berbagai instrumen investasi yang sesuai dengan profil risiko masing-masing, termasuk aset kripto atau instrumen keuangan lainnya.

    “Sebagian dari THR bisa dialokasikan untuk investasi, baik di aset kripto maupun instrumen lain yang sesuai dengan profil risiko. Dengan begitu, kita tidak hanya membelanjakan dana, tetapi juga merencanakan keuangan dengan lebih baik untuk masa depan,” ujar Iqbal.