Tag: saham amerika

  • Investor Asing Serbu Pasar Jepang di Tengah Ketegangan Perdagangan AS

    Investor Asing Serbu Pasar Jepang di Tengah Ketegangan Perdagangan AS

    Serratalhadafc.com – Jepang mencatat rekor arus masuk dana asing ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025, seiring dengan perpindahan investor dari Amerika Serikat akibat ketidakpastian kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

    Dilansir dari CNBC pada Sabtu (17/5/2025), investor global memborong saham dan surat utang jangka panjang Jepang senilai 8,21 triliun yen (sekitar USD 56,6 miliar atau Rp 932,54 triliun, dengan asumsi kurs Rp 16.476 per dolar AS). Ini merupakan arus masuk bersih terbesar dalam satu bulan kalender sejak Kementerian Keuangan Jepang mulai mencatat data pada 1996, menurut informasi dari Morningstar.

    “Kejutan tarif dari Trump kemungkinan telah mengubah pandangan investor internasional terhadap prospek ekonomi AS dan kinerja asetnya. Ini bisa mendorong diversifikasi portofolio ke pasar utama lain seperti Jepang,” ujar Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, Jepang.

    Sebagian besar dana masuk tercatat hanya dalam satu pekan pertama setelah 2 April, menurut data kementerian.

    Pengumuman tarif “timbal balik” dari Presiden Trump mendorong imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun naik tajam sebesar 30 basis poin antara 3 hingga 9 April. Sebaliknya, imbal hasil obligasi pemerintah Jepang dengan tenor yang sama justru turun 21 basis poin pada periode 2–8 April.

    Di pasar saham global, pengumuman tarif memicu aksi jual. Namun, selama April, indeks Nikkei 225 Jepang mencatat kenaikan lebih dari 1%, sedangkan indeks S&P 500 AS melemah sedikit di bawah 1%.

    “Aset Jepang secara historis dipandang sebagai aset aman (safe haven). Ketika narasi ‘jual-AS’ mencuat di bulan April, minat terhadap aset Jepang meningkat,” ungkap Rashmi Garg, Manajer Portofolio Senior di Al Dhabi Capital.

    Kini, seiring pelonggaran sikap perdagangan AS dan kesepakatan baru, termasuk dengan China, kepercayaan terhadap aset-aset AS mulai pulih. Pertanyaannya, apakah daya tarik aset Jepang akan bertahan?

    Investor Institusi Dorong Rekor Arus Masuk Dana Asing ke Jepang

    Jepang mencatat rekor arus masuk dana asing ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025, di tengah pergeseran strategi global investor yang mulai meninggalkan pasar Amerika Serikat akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump.

    Mengutip CNBC pada Sabtu (17/5/2025), investor asing membeli aset Jepang senilai 8,21 triliun yen (sekitar USD 56,6 miliar atau Rp 932,54 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.476 per dolar AS). Ini merupakan arus masuk bersih bulanan terbesar sejak Kementerian Keuangan Jepang mulai mencatat data pada 1996, menurut data Morningstar.

    Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, mengatakan bahwa arus masuk tersebut sebagian besar didorong oleh investor institusi, bukan ritel. “Dana pensiun dan manajer aset kemungkinan besar membeli saham secara agresif, sementara pembelian obligasi lebih banyak dilakukan oleh manajer cadangan, perusahaan asuransi jiwa, dan dana pensiun,” jelasnya.

    Sebagian besar arus masuk itu terjadi pada minggu pertama April, tepat setelah pengumuman tarif “timbal balik” Trump. Pada saat itu, imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun melonjak 30 basis poin (3–9 April), sedangkan imbal hasil obligasi Jepang dengan tenor yang sama justru turun 21 basis poin (2–8 April).

    Meski pasar saham global mengalami tekanan akibat ketidakpastian tersebut, indeks Nikkei 225 Jepang justru naik lebih dari 1% sepanjang April, berbanding terbalik dengan indeks S&P 500 AS yang mencatat penurunan hampir 1%.

    Kei Okamura, Managing Director di Neuberger Berman dan manajer portofolio ekuitas Jepang, menyebut April sebagai bulan yang luar biasa. “Dengan semua ketidakpastian makro global, tidak heran jika investor global mengubah cara mereka mengalokasikan aset, terutama terkait AS. Diversifikasi menjadi sangat penting,” ujarnya dalam wawancara via telepon dengan CNBC.

    Namun, Rashmi Garg dari Al Dhabi Capital memperkirakan bahwa kecepatan arus masuk ke Jepang akan melambat, seiring dengan kemajuan dalam pembicaraan perdagangan antara AS dan Tiongkok serta tercapainya kesepakatan bilateral, termasuk dengan Inggris yang menjadi negara pertama menandatangani perjanjian dengan AS minggu lalu.

    Meski begitu, prospek aset Jepang tetap positif di mata investor. Vasu Menon, Direktur Pelaksana Strategi Investasi di OCBC, menilai bahwa langkah-langkah kebijakan Trump yang tidak konvensional telah merusak kredibilitas aset AS. “Situasi ini dapat mendorong manajer dana global untuk mengurangi eksposur ke pasar AS dan beralih ke pasar lain seperti Jepang,” jelasnya.

    Ia menambahkan, selama ketidakpastian global masih berlangsung, permintaan terhadap aset Jepang kemungkinan tetap solid meskipun tidak setinggi bulan April. Optimisme juga meningkat karena adanya pembicaraan antara Jepang dan AS yang berpotensi memangkas tarif “timbal balik” sebesar 24% terhadap produk Jepang.

    Investor Asing Borong Aset Jepang, Dorongan dari Reformasi Tata Kelola dan Ketidakpastian AS

    Jepang mencatat arus masuk dana asing terbesar ke pasar saham dan obligasi jangka panjang pada April 2025. Investor global terlihat semakin menjauhi pasar Amerika Serikat, dipicu ketidakpastian akibat kebijakan tarif Presiden Donald Trump dan mulai beralih ke pasar yang dianggap lebih stabil, termasuk Jepang.

    Mengutip CNBC (Sabtu, 17/5/2025), investor asing memborong saham dan obligasi jangka panjang Jepang senilai 8,21 triliun yen atau sekitar USD 56,6 miliar (sekitar Rp 932,54 triliun dengan asumsi kurs Rp 16.476/USD). Ini merupakan arus masuk bersih bulanan tertinggi sejak data tersebut pertama kali dicatat oleh Kementerian Keuangan Jepang pada 1996, menurut Morningstar.

    Yujiro Goto, Kepala Strategi Valas di Nomura, menyatakan bahwa arus besar ini sebagian besar didorong oleh investor institusi seperti dana pensiun dan manajer aset. Di sisi obligasi, pembeli utamanya adalah manajer cadangan devisa, perusahaan asuransi jiwa, dan dana pensiun.

    “Ini adalah bulan yang luar biasa, mengingat konteks makro global yang penuh tekanan,” ujar Kei Okamura, Managing Director di Neuberger Berman dan manajer portofolio ekuitas Jepang. Ia menambahkan bahwa investor global kini lebih berhati-hati dalam mengalokasikan asetnya ke AS dan mulai mempertimbangkan diversifikasi ke wilayah lain.

    Saham Jepang turut diuntungkan dari reformasi tata kelola perusahaan yang diinisiasi Bursa Efek Tokyo (TSE) sejak Maret 2023. Aturan tersebut mewajibkan perusahaan yang diperdagangkan di bawah nilai buku (P/B ratio <1) untuk “mematuhi atau menjelaskan” kebijakan mereka. Tujuannya adalah meningkatkan transparansi dan pengembalian kepada pemegang saham, serta menarik minat investor domestik dan asing.

    Menurut Asset Management One International, reformasi ini kemungkinan menjadi pendorong di balik rekor pembelian kembali saham di Jepang—yang pada gilirannya meningkatkan laba per saham dan menopang harga saham.

    Rashmi Garg dari Al Dhabi Capital memperkirakan bahwa arus masuk akan melambat seiring mencairnya ketegangan dagang antara AS dan China, serta kesepakatan bilateral lain seperti dengan Inggris. Namun, minat terhadap aset Jepang dinilai tetap tinggi.

    Dolar AS memang kembali menguat setelah tekanan di April, namun potensi koreksi lanjutan serta penguatan yen membuat saham Jepang semakin menarik di mata investor, terutama ketika ekonomi Jepang menunjukkan tanda-tanda pemulihan. “Tren ini tampaknya akan terus berlanjut. Jepang berpotensi terus mencatat arus masuk dana asing yang solid,” ujar Okamura.

    Sementara itu, Makdad dari Morningstar mencatat bahwa arus masuk bersih ke saham Jepang saat ini adalah yang tertinggi dalam satu dekade, didukung oleh tata kelola perusahaan yang makin solid. Meski demikian, ia tidak melihat potensi arus masuk besar ke obligasi jangka pendek seperti saat Bank of Japan menerapkan suku bunga negatif beberapa tahun lalu, karena peluang arbitrase sudah menurun.

    Vasu Menon dari OCBC menambahkan bahwa kebijakan Trump yang tak terduga telah merusak kepercayaan pasar terhadap aset AS, dan ini mendorong manajer dana untuk mengalihkan alokasi mereka. “Dalam konteks ini, permintaan terhadap aset Jepang kemungkinan tetap kuat meskipun tidak setinggi bulan April,” ujarnya. Ia juga mencatat bahwa pembicaraan tarif antara Jepang dan AS telah meningkatkan harapan akan pengurangan tarif timbal balik sebesar 24% terhadap produk Jepang.

  • Pasar Saham Amerika Kembali Terpukul Akibat China

    Pasar Saham Amerika Kembali Terpukul Akibat China

    Serratalhadafc.com – Bursa saham Amerika Serikat kembali terpukul pada perdagangan Jumat, menandai hari kedua tekanan berat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif terhadap ratusan negara. Sentimen pasar semakin memburuk setelah China merespons dengan tarif balasan atas produk-produk AS, memicu kekhawatiran akan perang dagang global dan potensi resesi.

    Menurut laporan CNBC, Sabtu (5/4/2025), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 2.231,07 poin atau 5,5 persen menjadi 38.314,86. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak krisis pandemi Covid-19 pada Juni 2020.

    Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) kembali tertekan, mencatat penurunan 1.679 poin pada Kamis, disusul penurunan 2.231 poin pada Jumat. Ini menjadi pertama kalinya indeks tersebut jatuh lebih dari 1.500 poin selama dua hari berturut-turut.

    S&P 500 juga ikut anjlok, turun 5,97% ke posisi 5.074,08—penurunan harian terbesar sejak Maret 2020. Setelah merosot 4,84% pada Kamis, indeks ini kini terkoreksi lebih dari 17% dari level tertingginya.

    Nasdaq Composite, yang banyak berisi saham teknologi dengan eksposur besar ke China, merosot 5,8% ke 15.587,79. Sehari sebelumnya, indeks ini turun hampir 6%, dan kini terkoreksi 22% dari rekor tertinggi Desember lalu.

    Pasar dilanda kepanikan, dengan aksi jual besar-besaran yang menyapu mayoritas saham. Hanya 14 saham dari indeks S&P 500 yang berhasil mencatat kenaikan pada Jumat. Semua indeks utama Wall Street ditutup di level terendah hari itu.

    Respon China ke Amerika

    Kementerian Perdagangan China pada Jumat mengumumkan akan mengenakan tarif sebesar 34% atas seluruh produk asal Amerika Serikat. Kebijakan ini mengejutkan investor yang sebelumnya berharap akan ada ruang negosiasi sebelum aksi balasan dilakukan terhadap kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

    Sektor teknologi menjadi yang paling terpukul. Saham Apple jatuh 7% pada Jumat, memperpanjang kerugiannya menjadi 13% sepanjang pekan.

    Nvidia juga mengalami tekanan, turun 7% dalam satu sesi perdagangan, sementara saham Tesla anjlok 10%.

    Ketiga perusahaan tersebut memiliki keterkaitan kuat dengan pasar China, menjadikan mereka rentan terhadap dampak tarif balasan dari Beijing.

    Saham Boeing Merosot Tajam

    Di luar sektor teknologi, saham Boeing dan Caterpillar—dua eksportir utama ke China—mengalami penurunan tajam. Boeing merosot 9%, sementara Caterpillar turun hampir 6%, menjadi penekan utama bagi indeks Dow Jones.

    “Pasar saham lumpuh, hancur karena ideologi dan luka yang dibuat sendiri,” ujar Emily Bowersock Hill, CEO sekaligus pendiri Bowersock Capital Partners.

    Ia menambahkan, meskipun pasar mungkin mulai mendekati titik terendah untuk jangka pendek, dampak jangka panjang dari perang dagang global terhadap pertumbuhan ekonomi tetap menjadi kekhawatiran besar.