Tag: saham as

  • Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Serratalhadafc.comBursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/6/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, meskipun di tengah ketidakpastian komentar Presiden AS Donald Trump mengenai tarif terhadap Kanada.

    Indeks S&P 500 naik 0,52% dan ditutup pada posisi tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Bahkan, pada sesi sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh level 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatatkan rekor baru, naik 0,52% menjadi 20.273,46. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 432,43 poin atau 1%, dan ditutup di level 43.819,27.

    Kenaikan tajam ini menjadi titik balik dari kondisi pasar saham yang sempat melemah tajam pada April lalu, di tengah puncak ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis pemerintahan Trump.

    Namun, sepanjang sesi perdagangan, pasar sempat terkoreksi dari level tertingginya setelah Presiden Trump mengumumkan lewat platform Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara AS dan Kanada kembali dihentikan.

    Meskipun begitu, optimisme investor tetap terjaga. Dorongan utama datang dari pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengungkapkan kepada Anugerahslot News pada Kamis malam bahwa kerangka kerja sama dagang antara AS dan Tiongkok telah disepakati. Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump optimistis akan mencapai kesepakatan serupa dengan sepuluh mitra dagang utama lainnya dalam waktu dekat.

    Kabar tersebut memicu aksi beli oleh para investor dan mendorong pasar menuju level tertinggi, mencerminkan kepercayaan bahwa ketegangan perdagangan global dapat diredakan dalam waktu dekat.

    Wall Street Bangkit di Tengah Ketidakpastian Perdagangan dan Geopolitik

    Pergerakan tajam pasar saham AS pada Jumat menandai babak terbaru dalam upaya Wall Street menavigasi dinamika perdagangan global yang terus berubah. Kenaikan indeks utama ini terjadi di tengah optimisme yang hati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah AS.

    Pada awal tahun, S&P 500 sempat mencetak rekor baru pada Februari, didorong oleh harapan akan kebijakan yang pro-bisnis dari pemerintahan Trump. Namun, ekspektasi tersebut terguncang ketika Presiden Trump secara tiba-tiba menerapkan tarif impor yang lebih tinggi, memicu ketegangan dagang yang luas.

    Akibatnya, indeks S&P 500 mengalami penurunan signifikan dan merosot hampir 18% hingga mencapai titik terendahnya pada 8 April 2025. Namun, pemulihan dramatis mulai terjadi tak lama setelah Trump mencabut tarif tertingginya dan membuka kembali ruang dialog dengan mitra dagang utama AS.

    Sejak titik nadir tersebut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20%, menandakan reli yang kuat di tengah lanskap ekonomi yang masih penuh tantangan. Secara keseluruhan, indeks acuan ini kini mencatatkan kenaikan hampir 5% sepanjang tahun 2025.

    Meskipun pasar telah menunjukkan ketahanan, perjalanan pemulihan ini bukan tanpa hambatan. Investor tetap aktif melakukan aksi beli meskipun dibayangi oleh sejumlah risiko global, termasuk lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS yang dipicu kekhawatiran terhadap membengkaknya defisit fiskal.

    Kombinasi antara kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, dan faktor makroekonomi domestik menjadikan tahun ini sebagai periode yang dinamis bagi pasar keuangan. Namun, sejauh ini, Wall Street tampaknya berhasil mempertahankan momentumnya, dengan optimisme bahwa stabilitas dan pertumbuhan jangka menengah masih berada dalam jangkauan.

    Saham AI Dorong Pemulihan, Tapi Pasar Masih Waspada

    Pemulihan pasar saham baru-baru ini turut didorong oleh reli di sektor kecerdasan buatan (AI), terutama oleh saham-saham unggulan seperti Nvidia dan Microsoft yang memimpin rebound. Antusiasme investor terhadap prospek teknologi AI memberikan dorongan signifikan bagi sentimen pasar secara keseluruhan.

    Namun demikian, para analis mengingatkan bahwa pemulihan ini tetap dibayangi risiko ketidakpastian, khususnya terkait arah kebijakan perdagangan AS.

    “Saya melihat ada risiko di sini—jika kemajuan perdagangan hanya sebatas retorika dari Gedung Putih dan tidak menghasilkan kesepakatan nyata, maka pasar bisa dengan cepat berbalik arah,” ujar Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global dari Macquarie Group.

    Wizman menegaskan bahwa pada akhirnya, fundamental ekonomi AS dan kinerja pendapatan perusahaanlah yang akan menjadi penentu arah pasar ke depan.

  • Ketegangan Iran-Israel Guncang Pasar Global, Saham AS Turun, Harga Minyak dan Emas Melonjak

    Ketegangan Iran-Israel Guncang Pasar Global, Saham AS Turun, Harga Minyak dan Emas Melonjak

    Serratalhadafc.com – Ketegangan geopolitik yang memanas antara Iran dan Israel berdampak langsung terhadap pasar keuangan global. Pada Jumat, 13 Juni 2025, Israel melancarkan serangan militer besar terhadap Iran, yang kemudian dibalas oleh Teheran. Konflik yang sebelumnya terbatas pada operasi rahasia dan perang proxy kini berubah menjadi pertempuran terbuka dengan intensitas tinggi.

    Merespons situasi ini, indeks utama bursa saham Amerika Serikat ditutup melemah tajam. Dow Jones Industrial Average anjlok 1,8% ke level 42.197,8, sedangkan S&P 500 turun 1,1% ke posisi 5.977,0.

    Gejolak pasar turut mendorong lonjakan harga minyak mentah dan emas, dua aset yang kerap diburu saat ketidakpastian global meningkat. Harga minyak jenis Brent melonjak 7,3% menjadi USD 73,0 per barel, sementara harga emas naik 1,4% ke USD 3.432 per troy ons.

    Waspadai Volatilitas, Investor Diminta Selektif

    Rully Arya Wisnubroto, Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, memperkirakan bahwa volatilitas pasar akan tetap tinggi dalam jangka pendek hingga menengah. Menurutnya, peningkatan harga energi dan meningkatnya permintaan aset lindung nilai seperti emas akan terus berlangsung selama tensi politik belum mereda.

    “Kami melihat potensi arus keluar dana asing dari pasar saham Indonesia, khususnya dari saham-saham yang banyak dimiliki investor global seperti BMRI dan BBRI,” ujarnya, kepada Anugerahslot pada Senin (16/6/2025).

    Dalam kondisi seperti ini, Rully menyarankan investor untuk lebih berhati-hati dan mengalihkan fokus ke saham-saham yang berkaitan dengan komoditas seperti minyak dan emas. Saham-saham seperti MEDC (Medco Energi), ANTM (Aneka Tambang), dan MDKA (Merdeka Copper Gold) dinilai memiliki prospek yang lebih defensif di tengah ketegangan geopolitik.

    Faktor Risiko yang Harus Diwaspadai

    Beberapa risiko utama yang dipantau pasar saat ini meliputi kemungkinan serangan lanjutan Israel terhadap fasilitas nuklir atau kilang minyak Iran, balasan Iran yang berpotensi mengganggu jalur perdagangan strategis seperti Selat Hormuz, serta peluang dimulainya kembali negosiasi nuklir atau upaya diplomasi untuk meredakan konflik.

    Konflik Israel-Iran Berpotensi Meluas, Analis Prediksi IHSG Melemah, Ini Saham Pilihan Indo Premier Sekuritas

    Ketegangan militer antara Israel dan Iran yang terus meningkat menimbulkan kekhawatiran global akan potensi pecahnya perang besar di kawasan Timur Tengah. Imam Gunadi, Equity Analyst PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), menyatakan bahwa konflik ini berisiko melibatkan sejumlah negara lain seperti Lebanon (melalui kelompok Hezbollah), Suriah, dan Yaman (kelompok Houthi). Bahkan, intervensi negara-negara besar seperti Amerika Serikat juga mungkin terjadi jika eskalasi tak terbendung.

    “Situasi ini menimbulkan ketidakpastian tinggi di pasar global, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, kami memperkirakan IHSG akan bergerak melemah pekan ini, dengan level support di 6.994 dan resistance di 7.239,” ujar Imam dalam pernyataan resminya.

    Rekomendasi Saham dari IPOT

    Untuk mengantisipasi kondisi pasar yang sangat dipengaruhi dinamika geopolitik ini, PT Indo Premier Sekuritas merekomendasikan beberapa saham yang dinilai berpotensi menarik. Rekomendasi ini mencakup saham-saham yang memiliki eksposur terhadap sektor-sektor defensif maupun yang diuntungkan dari kenaikan harga komoditas, seperti:

    • Saham energi dan pertambangan yang mendapat sentimen positif dari lonjakan harga minyak dan emas.
    • Saham consumer staples dan telekomunikasi, sebagai sektor yang cenderung lebih tahan terhadap guncangan eksternal.
    • Saham dengan fundamental kuat dan likuiditas tinggi, yang dianggap lebih aman dalam kondisi pasar yang volatil.

    Investor diimbau untuk tetap mencermati perkembangan geopolitik global dan menjaga strategi investasi dengan pendekatan selektif serta disiplin manajemen risiko.

    Rekomendasi Saham Terkait Konflik Israel-Iran: MEDC, ELSA, dan ANTM Berpotensi Menguat

    Meningkatnya ketegangan geopolitik antara Israel dan Iran berdampak langsung pada lonjakan harga minyak dan emas dunia. Investor disarankan mencermati saham-saham di sektor energi dan tambang yang berpotensi diuntungkan dari kondisi ini. Berikut beberapa rekomendasi saham dari analis pasar:

    1. Buy MEDC

    • Entry: 1.400
    • Target: 1.500
    • Stop Loss: <1.360

    Saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) menjadi pilihan utama di tengah lonjakan harga minyak global yang dipicu kekhawatiran terganggunya distribusi melalui Selat Hormuz. Jalur strategis ini menjadi jalur ekspor penting bagi sekitar 20% pasokan minyak dunia, mencakup negara-negara seperti Iran, Arab Saudi, Irak, dan Uni Emirat Arab.

    Pengalaman serupa terjadi pada 2019–2020, saat ketegangan Iran-AS menyebabkan harga minyak melonjak lebih dari 10% hanya dalam beberapa hari karena ancaman penutupan Selat Hormuz oleh Iran.

    2. Buy on Breakout ELSA

    • Entry: 520
    • Target: 545
    • Stop Loss: <505

    PT Elnusa Tbk (ELSA), yang juga bergerak di sektor energi, diperkirakan turut terdorong oleh lonjakan harga minyak akibat eskalasi di Timur Tengah. Ketergantungan global pada Selat Hormuz sebagai jalur utama ekspor minyak menjadikan saham ini sensitif terhadap perubahan harga komoditas.

    3. Buy on Breakout ANTM

    • Entry: 3.350
    • Target: 3.600
    • Stop Loss: <3.240

    Saham PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) menjadi pilihan menarik di tengah meningkatnya permintaan emas sebagai aset safe haven. Proyeksi dari Goldman Sachs memperkirakan harga emas akan menyentuh USD 3.700/troy ounce pada akhir 2025, sementara Bank of America memperkirakan bisa mencapai USD 4.000/troy ounce dalam 12 bulan mendatang, seiring berlanjutnya ketegangan di Timur Tengah.

    Kesimpulan:
    Dengan latar belakang geopolitik yang memanas, sektor energi dan logam mulia menjadi fokus investor. Saham seperti MEDC, ELSA, dan ANTM menawarkan potensi keuntungan di tengah kondisi pasar yang fluktuatif. Namun, investor tetap disarankan untuk memperhatikan level stop loss sebagai bentuk manajemen risiko.

  • Pasar Keuangan Global Tertekan Sentimen Negatif Usai Pernyataan Donald Trump dan Rilis Data Inflasi AS

    Pasar Keuangan Global Tertekan Sentimen Negatif Usai Pernyataan Donald Trump dan Rilis Data Inflasi AS

    Serratalhadafc.com – Pasar keuangan global kembali diliputi sentimen negatif setelah pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, mengenai rencananya untuk menaikkan tarif dagang. Pernyataan ini muncul tak lama setelah data inflasi AS untuk Mei 2025 diumumkan, yang mencatat kenaikan sebesar 0,1%.

    Bursa saham AS mengalami pelemahan tipis pada perdagangan Rabu (12/6/2025). Indeks S&P 500 melemah 0,3%, Nasdaq turun 0,5%, sementara Dow Jones nyaris tidak berubah.

    Laporan inflasi menunjukkan bahwa kenaikan harga konsumen berada di bawah ekspektasi sejumlah ekonom. Kenaikan inflasi pada bulan tersebut terutama dipicu oleh meningkatnya biaya sewa. Di sisi lain, harga bensin mengalami penurunan, dan harga pangan tercatat naik sebesar 0,3%. Secara tahunan, inflasi berada di level 2,4%, sementara inflasi inti—yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi—mencapai 2,8%.

    Meskipun tekanan inflasi saat ini tergolong moderat, para analis memperkirakan adanya potensi lonjakan inflasi di masa depan sebagai dampak dari kebijakan tarif baru yang direncanakan.

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menjelaskan bahwa dampak dari tarif baru belum sepenuhnya terasa karena banyak peritel masih menjual produk dari stok lama.

    “Pemerintah AS terlihat berupaya menekan perusahaan besar untuk tidak langsung menaikkan harga. Namun, para ekonom memprediksi bahwa efek dari kebijakan tarif akan muncul secara bertahap dan berpotensi mendorong inflasi lebih tinggi ke depannya,” kata Fahmi dalam pernyataan resmi yang dikutip dari Anugerahslot pada Jumat (13/6/2025).

    Wacana Kenaikan Tarif Dagang oleh Trump Picu Kehati-hatian Investor, Meski Inflasi Mulai Terkendali

    Saat investor mulai melihat sinyal positif dari data inflasi Amerika Serikat, pernyataan terbaru dari mantan Presiden AS, Donald Trump, kembali menghadirkan ketidakpastian. Trump menyuarakan rencana untuk menerapkan tarif dagang secara sepihak terhadap sejumlah mitra dagang AS dalam waktu 1–2 minggu ke depan, menjelang tenggat 9 Juli 2025.

    “Pernyataan ini berpotensi menambah tekanan terhadap pasar, apalagi jika wacana tersebut berkembang menjadi kebijakan konkret,” ujar analis Reku, Fahmi Almuttaqin. Ia menambahkan, saat ini banyak media melaporkan bahwa Trump berniat mengirimkan surat kepada negara-negara mitra dagang yang berisi rincian tarif baru dengan pendekatan ‘take it or leave it’.

    Kendati demikian, masih belum ada kepastian apakah Trump benar-benar akan merealisasikan rencana tersebut tepat waktu. Sebelumnya, ia beberapa kali menetapkan tenggat kebijakan yang akhirnya ditunda atau dibatalkan.

    Ketidakpastian ini membuat pelaku pasar semakin berhati-hati, meskipun tren inflasi saat ini menunjukkan perbaikan. Investor tetap fokus pada risiko inflasi ke depan, terutama jika kebijakan tarif baru terealisasi dan mendorong kenaikan harga barang impor.

    Aset kripto pun belum menunjukkan lonjakan harga yang signifikan, karena investor menanti kejelasan lebih lanjut dan mempertimbangkan kemungkinan langkah yang akan diambil oleh The Federal Reserve dalam pertemuan FOMC pekan depan.

    Inflasi Mereda, Namun Ketidakpastian Tarif dan Suku Bunga Bayangi Pasar

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menyampaikan bahwa perbaikan data inflasi berhasil meredam sentimen negatif yang lebih dalam di pasar keuangan. Namun, ketidakpastian tetap menjadi faktor dominan, terutama jika rencana penerapan tarif dagang benar-benar dijalankan dan negosiasi antara Amerika Serikat dan China tidak menghasilkan kemajuan hingga Agustus.

    Saat ini, pasar memperkirakan bahwa The Federal Reserve (The Fed) akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam pertemuan minggu depan. Proyeksi pemangkasan suku bunga baru diperkirakan terjadi pada September, dengan syarat inflasi tetap terkendali. Meski demikian, tekanan politik dari Donald Trump agar The Fed segera memangkas suku bunga juga menjadi sorotan, terutama karena kebijakan tarif yang tertunda berpotensi kembali memicu kenaikan inflasi.

    Dalam kondisi pasar yang penuh fluktuasi ini, Fahmi menekankan pentingnya strategi investasi yang bijak. Salah satu pendekatan yang disarankan adalah Dollar Cost Averaging (DCA), yakni strategi investasi dengan membeli aset secara bertahap dalam jangka waktu tertentu. Strategi ini dinilai efektif untuk mengurangi risiko akibat volatilitas harga dan membantu investor tetap konsisten dalam menghadapi ketidakpastian pasar.