Tag: saham energi

  • Saham Energi Terbarukan di AS Melonjak Usai Senat Hapus Ketentuan Pajak Proyek Hijau

    Saham Energi Terbarukan di AS Melonjak Usai Senat Hapus Ketentuan Pajak Proyek Hijau

    Serratalhadafc.com – Harga saham perusahaan sektor energi terbarukan di Amerika Serikat mengalami kenaikan signifikan setelah Senat AS memutuskan untuk menghapus ketentuan pajak terhadap proyek-proyek energi surya dan angin dalam revisi One Big Beautiful Bill Act (OBBBA). Keputusan ini menjadi kabar baik bagi para pelaku industri yang sebelumnya khawatir akan dampak negatif dari beban pajak tambahan.

    Dilansir Anugerahslot International, Kamis (3/7/2025), dalam perdagangan Selasa waktu setempat, sejumlah saham energi hijau mencatatkan penguatan. Saham NextEra Energy, pengembang energi terbarukan terbesar di AS, naik sekitar 5 persen. Sementara itu, saham AES Corporation, perusahaan penyedia energi hijau lainnya, menguat sekitar 2 persen.

    Tak hanya itu, dana indeks berbasis energi bersih juga mengalami lonjakan. Invesco Solar ETF (TAN) tercatat naik 2,9 persen, sedangkan iShares Global Clean Energy ETF (ICLN) naik sebesar 0,8 persen.

    Kenaikan ini dipicu oleh pencabutan rencana pajak yang awalnya ditujukan untuk proyek-proyek yang menggunakan komponen dari “foreign entities of concern”—istilah yang umum diartikan merujuk pada pemasok asal Tiongkok. Pajak tersebut sempat menuai protes karena dinilai berpotensi membebani proyek-proyek energi bersih secara signifikan.

    Menurut American Clean Power Association (ACP), jika diterapkan, kebijakan tersebut dapat menambah beban industri hingga USD 7 miliar, atau setara dengan sekitar Rp 113,4 triliun (berdasarkan asumsi kurs Rp 16.203 per dolar AS). Namun, setelah menerima kritik dari berbagai pihak, ketentuan pajak tersebut akhirnya dihapus dari versi rancangan undang-undang yang disahkan Senat. Informasi ini dikonfirmasi oleh ACP serta Solar Energy Industries Association (SEIA).

    RUU Versi Senat Hapus Insentif Pajak Energi Bersih, Tapi Beri Kelonggaran Masa Transisi

    Meski Senat Amerika Serikat telah mencabut ketentuan pajak tambahan untuk proyek energi surya dan angin, versi terbaru dari One Big Beautiful Bill Act (OBBBA) tetap menghapus dua insentif penting dalam sektor energi terbarukan: investment tax credit (ITC) dan production tax credit (PTC). Kedua insentif ini selama bertahun-tahun menjadi pendorong utama dalam ekspansi energi bersih di AS.

    Namun, tidak seperti rancangan awal yang lebih ketat, versi terbaru dari Senat memberikan masa transisi yang lebih longgar. Menurut keterangan dari American Clean Power Association (ACP), proyek-proyek yang mulai dibangun dalam waktu 12 bulan setelah RUU disahkan masih dapat menerima insentif penuh dari ITC maupun PTC.

    Adapun proyek yang dimulai lebih dari 12 bulan setelah pengesahan undang-undang tetap memiliki peluang untuk mendapatkan kredit pajak, asalkan dapat mulai beroperasi sebelum akhir tahun 2027.

    Saham Energi Terbarukan Berfluktuasi Usai RUU Pajak Direvisi, Pasar Tetap Waspada

    Pasar saham bereaksi cukup positif terhadap revisi One Big Beautiful Bill Act (OBBBA) versi Senat AS yang menghapus ketentuan pajak terhadap proyek tenaga surya dan angin. Sejumlah saham perusahaan energi terbarukan melonjak tajam, mencerminkan optimisme investor atas pengurangan beban regulasi.

    Saham Array Technologies dan Nextracker, dua produsen sistem pelacak panel surya, masing-masing mengalami kenaikan lebih dari 12 persen dan 5 persen. Sementara itu, Sunrun, perusahaan pemasang panel surya untuk sektor perumahan, turut melonjak lebih dari 10 persen. Kenaikan juga terjadi pada produsen inverter seperti SolarEdge dan Enphase, yang masing-masing mencatat penguatan sekitar 7 persen dan 3 persen.

    Namun tidak semua emiten menikmati penguatan. Saham First Solar, produsen panel surya terbesar di Amerika Serikat, justru turun lebih dari 1 persen. Penurunan ini disebabkan kekhawatiran pasar atas potensi persaingan harga yang semakin ketat, seiring dihapuskannya hambatan pajak terhadap komponen impor.

    Kekhawatiran Masih Mengemuka

    Meski penghapusan pajak dianggap sebagai langkah positif, sejumlah kalangan tetap menyampaikan keprihatinan terhadap dampak keseluruhan dari isi RUU tersebut. Solar Energy Industries Association (SEIA) menilai revisi yang dilakukan oleh Senat hanya bersifat terbatas dan belum cukup melindungi sektor energi bersih secara menyeluruh.

    “Undang-undang ini merusak pondasi kebangkitan manufaktur Amerika dan kepemimpinan energi global. Jika RUU ini disahkan, keluarga akan menghadapi tagihan listrik yang lebih tinggi, pabrik akan tutup, orang Amerika akan kehilangan pekerjaan, dan jaringan listrik kita akan melemah,” tegas CEO SEIA, Abigail Ross Hopper.

    Proses Legislasi Masih Berlanjut

    Saat ini, RUU OBBBA masih dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan AS. Pelaku industri dan investor akan terus memantau arah pembahasan kebijakan ini, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap masa depan energi bersih di Amerika Serikat.

  • Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Ketegangan AS-Iran Picu Gejolak Pasar Global, Harga Minyak dan Saham Energi Menguat

    Serratalhadafc.com – Pasar keuangan global kembali dilanda ketidakpastian setelah Amerika Serikat melancarkan serangan terhadap tiga fasilitas nuklir utama milik Iran. Presiden AS, Donald Trump, mengklaim bahwa serangan tersebut telah menimbulkan “kerusakan besar” pada fasilitas bawah tanah Iran. Namun, hingga kini, belum ada bukti yang dapat diverifikasi secara independen, baik dari citra satelit maupun laporan analisis pihak ketiga.

    Ketegangan geopolitik yang meningkat ini langsung berdampak pada pasar saham AS. Indeks berjangka S&P 500 serta indeks-indeks utama lainnya mengalami tekanan karena kekhawatiran investor akan potensi eskalasi konflik menjadi krisis yang lebih luas. Salah satu kekhawatiran utama adalah potensi gangguan terhadap pasokan minyak global, yang menyebabkan harga minyak melonjak dan dolar AS menguat.

    Sektor energi dan pertahanan menjadi fokus utama pasar. Saham-saham perusahaan besar seperti Chevron, ExxonMobil, Lockheed Martin, dan Northrop Grumman menunjukkan penguatan sebagai respons terhadap kondisi geopolitik tersebut. Meski demikian, para analis memperingatkan kemungkinan terjadinya koreksi, terutama di sektor energi, jika nantinya pasokan minyak tetap stabil meski konflik berlangsung.

    Pasar Masih Cenderung Waspada

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, menilai bahwa pasar saham Anugerahslot di AS saat ini menunjukkan sikap defensif dan sangat responsif terhadap perkembangan situasi di Timur Tengah. Menurutnya, sentimen investor masih didominasi oleh kehati-hatian mengingat risiko geopolitik yang belum mereda sepenuhnya.

    Dengan kondisi yang terus berubah, pelaku pasar disarankan untuk tetap mencermati dinamika global yang bisa memicu fluktuasi signifikan dalam waktu singkat.

    Pasar Bersikap Wait and See, Harga Minyak dan Emas Terus Menguat di Tengah Ketegangan AS-Iran

    Indeks saham Amerika Serikat tercatat bergerak mendatar, sementara harga emas mengalami kenaikan tipis. Kondisi ini mencerminkan sikap pelaku pasar yang kini cenderung berhati-hati dan memilih untuk menunggu kejelasan lebih lanjut terkait risiko geopolitik, menyusul koreksi yang terjadi pada akhir pekan lalu.

    “Hingga saat ini, pasar masih mengambil posisi wait and see terhadap perkembangan konflik di Timur Tengah,” jelas Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, dalam keterangan resmi yang dikutip pada Selasa (24/6/2025).

    Sementara itu, harga minyak mentah tetap berada di level tinggi, bertahan di kisaran USD 76 per barel, setelah sebelumnya melonjak hampir 4 persen. Kenaikan ini didorong oleh kekhawatiran pasar akan potensi Iran memblokir Selat Hormuz — jalur vital bagi distribusi minyak global.

    Fahmi menambahkan bahwa meskipun sempat terjadi lonjakan kepanikan setelah serangan awal dari AS, saat ini pasar mulai menunjukkan tanda-tanda penyesuaian. Beberapa indikator seperti prediksi pasar di platform Polymarket bahkan menunjukkan penurunan probabilitas terjadinya aksi militer lanjutan dari Amerika terhadap Iran.

    “Secara umum, pasar saham global masih bergerak secara defensif. Namun, pelaku pasar mulai menemukan titik keseimbangan baru setelah reaksi spontan terhadap risiko geopolitik yang mencuat di akhir pekan lalu. Kini, fokus mereka tertuju pada perkembangan situasi berikutnya,” pungkas Fahmi.

    Ketidakpastian Global Meningkat, Investor Waspadai Dampaknya Terhadap Inflasi dan Kebijakan Ekonomi AS

    Analis Reku, Fahmi Almuttaqin, juga menyoroti bahwa kekhawatiran investor saat ini tidak hanya berfokus pada konflik antara Amerika Serikat dan Iran. Ketegangan tersebut terjadi di tengah kompleksitas geopolitik global yang semakin luas, termasuk keterlibatan AS dalam konflik Rusia-Ukraina yang terus menguras anggaran militer.

    “Hubungan erat Iran dengan Rusia dan Korea Utara juga memperumit peta konflik, menimbulkan kekhawatiran baru akan potensi eskalasi lebih luas di kawasan,” ujar Fahmi.

    Di sisi lain, konflik yang masih berlangsung antara Rusia dan Ukraina terus membebani anggaran pertahanan AS. Jika ketegangan di Timur Tengah, terutama antara Iran dan Israel, ikut meluas, maka beban anggaran militer AS diperkirakan akan semakin meningkat. Hal ini menambah tekanan terhadap fiskal pemerintah dan menciptakan ketidakpastian baru bagi pelaku pasar.

    Tidak hanya faktor geopolitik, kondisi ekonomi global pun turut menjadi sumber kecemasan. Proses negosiasi dagang antara AS dan China hingga kini belum menunjukkan kemajuan signifikan. Ditambah lagi, ancaman dari mantan Presiden Donald Trump yang berniat memberlakukan kenaikan tarif terhadap negara-negara mitra dagang pada bulan depan memperbesar kekhawatiran pasar terhadap inflasi.

    “Situasi ini memperkeruh proyeksi inflasi yang sebelumnya sudah mulai menunjukkan tanda-tanda pelonggaran. Investor kini menanti arah kebijakan ekonomi AS di tengah tekanan geopolitik dan perdagangan global yang terus berkembang,” pungkas Fahmi.