Tag: saham properti

  • Kinerja BSDE Semester I 2025, Laba Bersih Turun Hampir 45%

    Kinerja BSDE Semester I 2025, Laba Bersih Turun Hampir 45%

    Serratalhadafc.com – Beberapa emiten properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) mulai merilis laporan keuangan untuk periode yang berakhir Juni 2025. Salah satunya adalah PT Bumi Serpong Damai Tbk (BSDE), yang mencatatkan penurunan kinerja sepanjang semester I tahun ini.

    Pendapatan usaha BSDE tercatat sebesar Rp 6,39 triliun, turun 13,01% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 7,34 triliun.

    Kontributor utama masih berasal dari segmen penjualan properti senilai Rp 5,54 triliun, disusul oleh segmen sewa sebesar Rp 498,82 miliar, dan pengelolaan gedung senilai Rp 189,38 miliar.

    Seiring penurunan pendapatan, laba kotor juga melemah 16,54% year on year (yoy) menjadi Rp 4,05 triliun dari Rp 4,85 triliun pada semester I 2024.

    Sementara itu, laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk anjlok lebih dalam, yakni 44,79% yoy, dari Rp 2,33 triliun pada Januari–Juni 2024 menjadi hanya Rp 1,28 triliun di periode yang sama tahun ini.

    Laba Bersih LPKR Anjlok 99% pada Semester I 2025

    PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) melaporkan kinerja keuangan yang tertekan pada semester I 2025. Hingga 30 Juni 2025, perusahaan hanya membukukan laba bersih Rp 137,9 miliar, merosot tajam 99,34% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp 19,88 triliun. Penurunan tersebut ikut menekan laba per saham menjadi Rp 1,95, jauh di bawah posisi tahun lalu Rp 280,61.

    Dari sisi pendapatan usaha, LPKR mencatat Rp 4,11 triliun atau turun 48,62% dari Rp 8 triliun pada semester I 2024. Setelah memperhitungkan beban pajak final yang naik menjadi Rp 86,35 miliar dari Rp 58,67 miliar, pendapatan bersih yang dikantongi perusahaan hanya Rp 4,03 triliun, menyusut dari Rp 7,94 triliun pada periode sama tahun lalu.

    Beban pokok pendapatan tercatat Rp 2,62 triliun, lebih rendah dibanding Rp 4,53 triliun tahun lalu. Namun, pelemahan pendapatan membuat laba kotor ikut turun signifikan menjadi Rp 1,4 triliun dari Rp 3,4 triliun. Beban usaha juga ikut menyusut menjadi Rp 1,08 triliun, dibanding Rp 2,09 triliun pada semester I 2024.

    Dari sisi segmen usaha, real estate development masih menjadi penopang utama dengan kontribusi Rp 3,45 triliun, disusul lifestyle sebesar Rp 659,21 miliar. Sebaliknya, segmen healthcare yang tahun lalu menyumbang 50% pendapatan, kini sudah tidak lagi memberikan kontribusi terhadap kinerja LPKR.

    Laba Bersih CTRA Tumbuh 20% pada Semester I 2025

    PT Ciputra Development Tbk (CTRA) mencatat kinerja positif sepanjang paruh pertama 2025. Perusahaan berhasil membukukan laba bersih Rp 1,23 triliun yang dapat diatribusikan kepada pemegang saham pengendali, naik 20,01% year on year (yoy) dibandingkan Rp 1,02 triliun pada semester I 2024.

    Peningkatan laba sejalan dengan pendapatan usaha yang tumbuh 16,76% yoy menjadi Rp 5,88 triliun dari sebelumnya Rp 5,03 triliun. Kontributor terbesar masih berasal dari lini bisnis real estat dengan nilai Rp 4,74 triliun.

    Selain itu, pendapatan dari segmen penyewaan tercatat Rp 705,46 miliar, sedangkan segmen lainnya menyumbang Rp 432,03 miliar.

    Dari sisi beban, CTRA melaporkan beban pokok penjualan dan beban langsung sebesar Rp 3,08 triliun, naik dari Rp 2,58 triliun pada periode yang sama tahun lalu, seiring dengan peningkatan aktivitas usaha.

    APLN Catat Rugi Rp 71,7 Miliar di Semester I 2025

    PT Agung Podomoro Land Tbk (APLN) melaporkan kinerja keuangan yang kurang menggembirakan pada paruh pertama 2025. Perseroan membukukan rugi bersih Rp 71,7 miliar yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk.

    Berdasarkan laporan keuangan interim, penjualan dan pendapatan usaha tercatat sebesar Rp 1,68 triliun hingga Juni 2025, turun dibandingkan Rp 1,88 triliun pada semester I 2024. Penurunan ini juga berdampak pada laba kotor yang menyusut menjadi Rp 652,06 miliar dari sebelumnya Rp 729,80 miliar.

    Meski demikian, APLN menunjukkan perbaikan di sisi operasional dengan berhasil membukukan marketing sales Rp 881,5 miliar, tumbuh sekitar 10,5% yoy dibandingkan Rp 796,3 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

    PWON Catat Laba Rp 1,13 Triliun di Semester I 2025

    PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) berhasil membukukan laba bersih Rp 1,13 triliun pada paruh pertama 2025. Angka ini naik 34,26% yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

    Berdasarkan laporan keuangan per Juni 2025, pertumbuhan laba tersebut ditopang oleh kenaikan pendapatan 3,45% yoy menjadi Rp 3,37 triliun.

    Kontributor terbesar masih berasal dari segmen recurring income, yakni pengelolaan pusat perbelanjaan, perkantoran, dan apartemen sewa dengan nilai Rp 2,13 triliun. Sementara itu, penjualan real estat menyumbang Rp 679,12 miliar dan bisnis perhotelan Rp 581,50 miliar. Jika dirinci, pendapatan pusat perbelanjaan mencapai Rp 1,93 triliun, penyewaan perkantoran Rp 147 miliar, dan unit hospitality Rp 618 miliar.

    Di sisi lain, beban pokok PWON naik 5,73% yoy menjadi Rp 1,50 triliun. Meski begitu, perseroan tetap mampu meningkatkan laba kotor 1,70% yoy menjadi Rp 1,88 triliun.

    Laba ASRI Naik, Meski Pendapatan Tertekan

    PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI) mencatat laba periode berjalan Rp 43,86 miliar pada semester I 2025. Raihan ini tumbuh signifikan dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 23,67 miliar.

    Namun, dari sisi pendapatan, ASRI mengalami penurunan. Hingga Juni 2025, perseroan membukukan pendapatan usaha Rp 1,11 triliun, turun dari Rp 1,88 triliun pada semester I 2024.

    Sejalan dengan itu, beban pokok penjualan juga terkoreksi dari Rp 907,53 miliar menjadi Rp 504,49 miliar, sehingga margin keuntungan perseroan relatif lebih terjaga meski pendapatan melemah.

    Laba DILD Anjlok 96,57% di Semester I 2025

    PT Intiland Development Tbk (DILD) membukukan laba tahun berjalan sebesar Rp 12,56 miliar pada semester I 2025. Angka ini merosot tajam 96,57% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 366,85 miliar.

    Berdasarkan laporan keuangan per 30 Juni 2025, pendapatan usaha DILD tercatat Rp 1,21 triliun, turun 10,80% year on year (yoy) dari Rp 1,36 triliun pada semester I 2024.

    Kontributor utama berasal dari pendapatan pengembangan senilai Rp 772 miliar atau 63% dari total pendapatan. Dari jumlah tersebut, segmen kawasan industri menjadi motor terbesar dengan Rp 394 miliar atau sekitar 51%. Sementara itu, recurring income naik 7% yoy menjadi Rp 444 miliar, menyumbang 37% dari total pendapatan.

    Di sisi lain, beban pokok penjualan dan beban langsung berhasil ditekan 16,79% menjadi Rp 791,34 miliar dari Rp 951,12 miliar tahun lalu. Efisiensi ini membuat laba kotor DILD justru tumbuh tipis 3,03% yoy menjadi Rp 424,64 miliar.

    Prospek Sektor Properti Masih Cerah, BSDE–CTRA–SMRA Jadi Andalan

    Sektor properti diperkirakan tetap memiliki prospek cerah sepanjang 2025, didukung oleh pelonggaran suku bunga dan insentif pemerintah.

    VP Equity Retail Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi menjelaskan, kebijakan penurunan suku bunga Bank Indonesia mampu menekan biaya dana sekaligus mendorong pertumbuhan kredit properti. Selain itu, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPNDTP) yang berlaku hingga akhir 2025 juga memberi tambahan dorongan bagi penjualan emiten properti.

    “Hal ini sudah tercermin pada capaian marketing sales paruh pertama 2025, khususnya di segmen menengah hingga atas,” ujar Audi.

    Beberapa capaian marketing sales semester I 2025 antara lain:

    • BSDE Rp 5,08 triliun (50% dari target)
    • CTRA Rp 4,2 triliun (38% dari target)
    • SMRA Rp 2,2 triliun (44% dari target)
    • LPKR Rp 2,47 triliun (40% dari target)

    Dari sisi segmen residensial, BSDE menjadi pemain dominan dengan kontribusi lebih dari 65% marketing sales. Sementara CTRA diuntungkan dengan portofolio produk di kisaran Rp 1–3 miliar, dan SMRA memiliki porsi residensial lebih dari 70%.

    “Dengan karakteristik tersebut, ketiga emiten ini berpotensi terus mendapat dukungan permintaan yang solid,” tambah Audi.

    Berdasarkan analisisnya, Kiwoom Sekuritas memberikan rekomendasi beli untuk beberapa saham properti unggulan:

    • BSDE target harga Rp 1.220
    • CTRA target harga Rp 1.240
    • SMRA target harga Rp 580
  • Saham Properti Masih Lesu Meski Suku Bunga Turun, Apa Penyebabnya?

    Saham Properti Masih Lesu Meski Suku Bunga Turun, Apa Penyebabnya?

    Serratalhadafc.com – Sektor properti di Bursa Efek Indonesia (BEI) masih mengalami tekanan sepanjang satu tahun terakhir. Padahal, Bank Indonesia (BI) telah memberikan stimulus lewat pemangkasan suku bunga acuan (BI Rate) sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% pada Mei 2025.

    Secara teori, penurunan suku bunga seharusnya menjadi angin segar bagi sektor properti. Pasalnya, sektor ini sangat sensitif terhadap perubahan suku bunga karena terkait langsung dengan pembiayaan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan investasi jangka panjang. Namun kenyataannya, pelonggaran moneter tersebut belum cukup untuk mendorong harga saham properti ke zona hijau.

    Banyak Faktor Penghambat

    Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id, Hendra Wardhana, mengungkapkan bahwa lemahnya kinerja saham properti saat ini disebabkan oleh sejumlah faktor yang saling berkaitan.

    “Daya beli kelas menengah masih belum sepenuhnya pulih setelah pandemi. Ditambah dengan inflasi yang tetap tinggi dan biaya hidup yang membebani, membuat masyarakat menahan diri untuk pembelian besar seperti rumah atau apartemen,” jelas Hendra pada Selasa (27/5/2025).

    Selain itu, meski BI telah memangkas suku bunga, penurunan ini belum sepenuhnya dirasakan oleh sektor riil, terutama dalam bentuk suku bunga KPR. Perbankan masih bersikap hati-hati dalam menyalurkan kredit, sehingga penurunan bunga belum efektif menggerakkan permintaan.

    Minim Katalis Positif

    Faktor lain yang membebani sektor properti adalah berakhirnya insentif fiskal seperti PPN Ditanggung Pemerintah (PPN DTP). Tanpa stimulus baru dari pemerintah, sektor ini kekurangan dorongan tambahan untuk bangkit dari tekanan.

    Hendra juga menambahkan bahwa kekhawatiran investor terhadap oversupply hunian vertikal dan ruang komersial di wilayah Jabodetabek turut menekan prospek pertumbuhan pendapatan berulang (recurring income) bagi para pengembang.

    “Ketika suplai lebih besar dari permintaan, potensi pendapatan jangka panjang dari penyewaan atau penjualan menjadi tidak menarik bagi pasar,” ujar Hendra.

    Kesimpulan

    Turunnya suku bunga acuan memang penting, tapi belum cukup untuk membalikkan arah sektor properti yang masih dibayangi tantangan struktural. Selama tidak ada perbaikan nyata di sisi daya beli, penyaluran kredit, dan dukungan kebijakan fiskal, saham-saham properti kemungkinan akan tetap tertahan dalam tekanan.

    Di Tengah Lesunya Sektor Properti, Emiten Besar Ini Tetap Tangguh

    Meski sektor properti secara umum mengalami tekanan di pasar saham, tidak semua emiten bernasib sama. Sejumlah pemain besar justru mampu mempertahankan kinerja yang stabil, bahkan menunjukkan ketahanan bisnis yang kuat. Beberapa nama yang mencuat di antaranya adalah Ciputra Development (CTRA), Summarecon Agung (SMRA), dan Puradelta Lestari (DMAS).

    CTRA: Tumbuh Lewat Proyek Nasional

    Ciputra Development (CTRA) berhasil menjaga laju pertumbuhan marketing sales berkat proyek-proyek andalannya seperti CitraLand dan CitraRaya yang tersebar di berbagai kota di Indonesia. Diversifikasi geografis menjadi salah satu kekuatan utama CTRA dalam menghadapi tantangan sektor properti.

    SMRA: Kuat di Serpong dan Bekasi

    Summarecon Agung (SMRA) juga menunjukkan performa solid. Kawasan township Serpong dan Bekasi terbukti menjadi penyumbang utama pendapatan dan laba bersih perusahaan. Konsistensi pengembangan kawasan terpadu yang dilengkapi dengan fasilitas komersial dan residensial membuat SMRA tetap diminati pasar.

    “SMRA juga menunjukkan daya tahan kuat, terutama lewat township Serpong dan Bekasi yang menyumbang kontribusi besar terhadap pendapatan dan laba bersih,” kata pengamat pasar modal Hendra Wardhana.

    DMAS: Fokus di Kawasan Industri

    Sementara itu, Puradelta Lestari (DMAS) memperoleh keunggulan melalui fokusnya pada penjualan lahan industri yang dikenal memiliki margin tinggi. DMAS juga terlibat dalam pengembangan Greenland International Industrial Center (GIIC), yang kini menarik minat dari sektor-sektor strategis seperti data center dan industri otomotif.

    Sinyal Penting bagi Investor

    Kondisi ini menunjukkan bahwa tidak semua saham properti sedang terpuruk. Emiten-emiten dengan fundamental kuat, proyek strategis, dan diversifikasi usaha mampu tetap bertahan bahkan di tengah tekanan makro. Hal ini penting menjadi pertimbangan bagi investor dalam menyusun strategi dan seleksi saham properti yang memiliki prospek jangka panjang.

    Valuasi Menarik, Saham Properti Unggulan Masih Undervalued

    Meski sektor properti belum pulih sepenuhnya, sejumlah saham emiten besar seperti Ciputra Development (CTRA), Summarecon Agung (SMRA), dan Puradelta Lestari (DMAS) menunjukkan valuasi yang sangat atraktif. Hal ini memberi peluang menarik bagi investor yang berburu saham undervalued dengan fundamental solid.

    PER Jauh di Bawah Rata-Rata Industri

    Berdasarkan data kinerja tahunan (annualized) 2025, ketiga saham ini diperdagangkan dengan Price to Earnings Ratio (PER) yang jauh di bawah rata-rata industri properti sebesar 15,8x:

    • CTRA: 6,9x
    • SMRA: 7,2x
    • DMAS: 4,8x

    Angka ini menunjukkan bahwa pasar belum sepenuhnya mengapresiasi kekuatan kinerja dan prospek jangka panjang dari emiten-emiten tersebut.

    PBV Rendah, Masih Undervalued

    Dari sisi Price to Book Value (PBV) per kuartal I 2025, saham-saham ini juga terdiskon:

    • CTRA: 0,81x
    • SMRA: 0,61x
    • DMAS: 0,91x

    Sebagai perbandingan, rata-rata PBV sektor properti berada di level 0,94x. Artinya, ketiga saham ini masih berada di bawah nilai buku, padahal masih mencatatkan laba bersih, arus kas yang sehat, dan memiliki cadangan lahan strategis.

    PWON: Sudah Dihargai Lebih Tinggi

    Menariknya, saham Pakuwon Jati (PWON) yang memiliki pendapatan berulang dari segmen mal dan hotel, saat ini diperdagangkan pada valuasi yang lebih tinggi:

    • PER: 16x
    • PBV: 0,92x

    Kondisi ini menandakan bahwa ruang kenaikan saham PWON lebih terbatas dibandingkan CTRA dan SMRA yang saat ini justru dihargai lebih murah, namun tetap dibekali oleh fundamental kuat dan prospek pertumbuhan jangka panjang.

    “Bahkan bila dibandingkan dengan saham properti lain seperti Pakuwon Jati (PWON) yang sudah diperdagangkan pada PER 16x dan PBV 0,92x, valuasi CTRA dan SMRA terlihat jauh lebih menarik,” ungkap Hendra Wardhana, Founder Stocknow.id.

    Prospek Sektor Properti Masih Terbuka, Ini Syarat dan Saham yang Layak Dilirik

    Meskipun saham sektor properti di BEI masih tertahan dalam tekanan, peluang rebound tetap terbuka—dengan catatan, beberapa prasyarat penting harus terpenuhi.

    Tiga Faktor Kunci Pemulihan Properti

    1. Transmisi Suku Bunga ke KPR
      Penurunan BI Rate belum cukup efektif jika tidak segera diikuti penyesuaian suku bunga Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Percepatan transmisi ini krusial agar permintaan rumah bisa kembali tumbuh.
    2. Kebijakan Pemerintah Baru
      Harapan tertuju pada pemerintahan Prabowo untuk mengeluarkan insentif perumahan, seperti:
      • Subsidi rumah pertama
      • Tax holiday bagi pengembang kawasan industri
        Ini akan menjadi katalis signifikan bagi sektor properti.
    3. Stabilitas Ekonomi dan Konsumsi Domestik
      Sektor properti bersifat pro-siklus, sehingga sangat bergantung pada iklim ekonomi dan daya beli masyarakat. Bila konsumsi rumah tangga pulih, minat terhadap properti akan ikut meningkat.

    Saham-Saham Properti Potensial: Mana Dikoleksi, Mana Dihindari

    Saham Layak Dikoleksi:

    • SMRA (Summarecon Agung)
      • Rekomendasi: Akumulasi Bertahap
      • Level Beli: 404
      • Target Harga: 515
        Township Serpong dan Bekasi tetap jadi pilar utama pendapatan.
    • CTRA (Ciputra Development)
      • Rekomendasi: Speculative Buy
      • Target Harga: 1.120
        Proyek-proyek nasional dan marketing sales tetap solid meski sektor lesu.
    • DMAS (Puradelta Lestari)
      • Rekomendasi: Speculative Buy
      • Target Harga: 185
        Sangat undervalued, dengan eksposur ke kawasan industri dan data center.

    Saham Netral:

    • PWON (Pakuwon Jati)
      • Rekomendasi: Hold
      • Valuasi sudah premium (PER 16x, PBV 0,92x), ruang kenaikan terbatas.

    Saham Berisiko Tinggi:

    • ASRI (Alam Sutera Realty)
      • Rekomendasi: Speculative Buy hanya di bawah 90
      • Butuh sentimen positif dari manajemen atau restrukturisasi utang.
    • APLN (Agung Podomoro Land)
      • Rekomendasi: Hindari
      • Masih dibayangi stagnasi proyek, utang tinggi, dan minim katalis pemulihan.

    “ASRI mungkin bisa menjadi speculative buy di bawah 90 jika ada perkembangan positif dari sisi manajemen atau restrukturisasi. Sementara APLN untuk saat ini lebih baik dihindari,” jelas Hendra Wardhana, Founder Stocknow.id.

    Kesimpulan:
    Rebound sektor properti bisa terjadi, namun sangat bergantung pada penyesuaian suku bunga, dukungan kebijakan fiskal, dan pemulihan daya beli masyarakat. Bagi investor, seleksi saham menjadi kunci utama di tengah kondisi yang masih fluktuatif.

  • Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%, Pasar Sambut Positif

    Bank Indonesia Turunkan Suku Bunga Acuan Jadi 5,50%, Pasar Sambut Positif

    Serratalhadafc.com – Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20–21 Mei 2025. Keputusan ini menjadi sinyal awal dari fase pelonggaran kebijakan moneter, setelah sebelumnya BI melakukan pengetatan sejak 2023.

    Langkah ini disambut positif oleh pasar, mencerminkan optimisme terhadap stabilitas perekonomian nasional. Penurunan suku bunga juga menunjukkan keyakinan BI bahwa laju inflasi tetap berada dalam kendali.

    “Keputusan ini mencerminkan kepercayaan Bank Indonesia terhadap prospek inflasi 2025–2026 yang tetap berada dalam kisaran target 2,5% ±1%, serta stabilnya nilai tukar rupiah,” ujar Hendra Wardhana, Pengamat Pasar Modal sekaligus Founder Stocknow.id, dalam pernyataannya kepada Serratalhadafc.com, Rabu (21/5/2025).

    Selain itu, penurunan suku bunga ini memberi ruang lebih bagi BI untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, khususnya melalui pelonggaran moneter. Kondisi stabil tersebut menjadi momentum yang tepat untuk memberikan stimulus kepada sektor riil dan keuangan.

    Kebijakan ini diharapkan dapat memperkuat konsumsi domestik, investasi, serta mendukung momentum pemulihan ekonomi nasional dalam jangka menengah.

    Saham Perbankan dan Properti Diuntungkan Penurunan Suku Bunga, Investor Asing Kembali Masuk

    Penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia turut memberikan sentimen positif terhadap sejumlah sektor, terutama perbankan dan properti. Saham-saham seperti BBRI dan BBTN diprediksi mencatatkan kinerja yang lebih kuat berkat turunnya biaya dana (cost of fund) serta meningkatnya permintaan kredit, khususnya pada segmen mikro dan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).

    “BBRI direkomendasikan buy dengan target harga 4.530, sedangkan BBTN juga buy dengan target harga 1.400, didorong oleh proyeksi lonjakan penyaluran kredit perumahan,” ujar Hendra Wardhana, analis pasar modal dan pendiri Stocknow.id.

    Dari sektor properti, penurunan bunga KPR diperkirakan akan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap hunian. Emiten seperti Summarecon Agung (SMRA) dan Alam Sutera Realty (ASRI) berpeluang besar mendapatkan manfaat langsung dari tren ini.

    SMRA direkomendasikan buy dengan target harga 515, sementara ASRI ditargetkan 189, karena keduanya memiliki proyek township strategis yang sangat peka terhadap stimulus bunga rendah.

    Investor Asing Mulai Kembali, IHSG Menguat

    Turunnya suku bunga acuan juga memperkuat daya tarik pasar modal Indonesia di mata investor global. Dengan suku bunga riil Indonesia yang masih positif di kisaran 3%, serta stabilitas nilai tukar rupiah, pasar saham nasional kini dinilai lebih kompetitif secara global.

    Keyakinan investor asing tercermin dalam aksi beli bersih (net buy) senilai Rp993 miliar di hari pengumuman kebijakan BI. Ini menjadi indikasi bahwa kepercayaan terhadap ekonomi domestik mulai pulih dan tren penguatan IHSG diperkirakan akan berlanjut dalam waktu dekat.

    IHSG Tembus MA200, Sinyal Bullish Menguat: Sektor Perbankan dan Properti Jadi Penopang

    Secara teknikal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil menembus Moving Average 200 (MA200) di level 7.140, yang menjadi indikator kuat bahwa tren naik jangka menengah masih terjaga.

    “Hal ini diperkuat dengan aksi beli bersih (net buy) asing senilai Rp993 miliar hari ini, yang menunjukkan respons positif terhadap keputusan Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan,” ujar analis pasar modal Hendra Wardhana.

    Momentum Baru untuk Pasar Saham dan Ekonomi Riil

    Penurunan suku bunga acuan menjadi angin segar bagi pasar modal. Kebijakan ini tidak hanya menopang pemulihan konsumsi dan investasi, tetapi juga menghidupkan kembali kepercayaan investor. Selain itu, langkah ini dinilai mampu mendorong laju pertumbuhan sektor riil, terutama perbankan, properti, dan sektor konsumer.

    Dengan tren positif ini, IHSG berpeluang menguji level resistensi di 7.324, dan bahkan bisa menuju 7.530 dalam jangka menengah. Meski demikian, investor disarankan tetap waspada terhadap potensi koreksi sehat di kisaran 7.050–7.100 sebelum kenaikan berlanjut dengan lebih solid.

    “Sektor perbankan, properti, dan konsumer akan menjadi motor utama penguatan IHSG. Optimisme domestik dan derasnya aliran dana asing memberi peluang besar bagi indeks untuk menembus area resistensi psikologis berikutnya,” tutup Hendra.