Tag: s&p 500

  • Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Wall Street Ditutup Menguat, S&P 500 dan Nasdaq Cetak Rekor Baru

    Serratalhadafc.comBursa saham Amerika Serikat (AS) ditutup menguat pada perdagangan Jumat (28/6/2025), dengan indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencetak rekor tertinggi baru, meskipun di tengah ketidakpastian komentar Presiden AS Donald Trump mengenai tarif terhadap Kanada.

    Indeks S&P 500 naik 0,52% dan ditutup pada posisi tertinggi sepanjang masa di 6.173,07. Bahkan, pada sesi sebelumnya, indeks ini sempat menyentuh level 6.187,68, melampaui rekor sebelumnya di 6.147,43.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatatkan rekor baru, naik 0,52% menjadi 20.273,46. Sedangkan Dow Jones Industrial Average (DJIA) melonjak 432,43 poin atau 1%, dan ditutup di level 43.819,27.

    Kenaikan tajam ini menjadi titik balik dari kondisi pasar saham yang sempat melemah tajam pada April lalu, di tengah puncak ketegangan perdagangan global yang dipicu oleh kebijakan proteksionis pemerintahan Trump.

    Namun, sepanjang sesi perdagangan, pasar sempat terkoreksi dari level tertingginya setelah Presiden Trump mengumumkan lewat platform Truth Social bahwa pembicaraan dagang antara AS dan Kanada kembali dihentikan.

    Meskipun begitu, optimisme investor tetap terjaga. Dorongan utama datang dari pernyataan Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, yang mengungkapkan kepada Anugerahslot News pada Kamis malam bahwa kerangka kerja sama dagang antara AS dan Tiongkok telah disepakati. Ia juga menambahkan bahwa pemerintahan Trump optimistis akan mencapai kesepakatan serupa dengan sepuluh mitra dagang utama lainnya dalam waktu dekat.

    Kabar tersebut memicu aksi beli oleh para investor dan mendorong pasar menuju level tertinggi, mencerminkan kepercayaan bahwa ketegangan perdagangan global dapat diredakan dalam waktu dekat.

    Wall Street Bangkit di Tengah Ketidakpastian Perdagangan dan Geopolitik

    Pergerakan tajam pasar saham AS pada Jumat menandai babak terbaru dalam upaya Wall Street menavigasi dinamika perdagangan global yang terus berubah. Kenaikan indeks utama ini terjadi di tengah optimisme yang hati-hati terhadap arah kebijakan ekonomi dan perdagangan pemerintah AS.

    Pada awal tahun, S&P 500 sempat mencetak rekor baru pada Februari, didorong oleh harapan akan kebijakan yang pro-bisnis dari pemerintahan Trump. Namun, ekspektasi tersebut terguncang ketika Presiden Trump secara tiba-tiba menerapkan tarif impor yang lebih tinggi, memicu ketegangan dagang yang luas.

    Akibatnya, indeks S&P 500 mengalami penurunan signifikan dan merosot hampir 18% hingga mencapai titik terendahnya pada 8 April 2025. Namun, pemulihan dramatis mulai terjadi tak lama setelah Trump mencabut tarif tertingginya dan membuka kembali ruang dialog dengan mitra dagang utama AS.

    Sejak titik nadir tersebut, S&P 500 telah melonjak lebih dari 20%, menandakan reli yang kuat di tengah lanskap ekonomi yang masih penuh tantangan. Secara keseluruhan, indeks acuan ini kini mencatatkan kenaikan hampir 5% sepanjang tahun 2025.

    Meskipun pasar telah menunjukkan ketahanan, perjalanan pemulihan ini bukan tanpa hambatan. Investor tetap aktif melakukan aksi beli meskipun dibayangi oleh sejumlah risiko global, termasuk lonjakan harga minyak akibat konflik Israel-Iran, serta kenaikan imbal hasil obligasi AS yang dipicu kekhawatiran terhadap membengkaknya defisit fiskal.

    Kombinasi antara kebijakan perdagangan, ketegangan geopolitik, dan faktor makroekonomi domestik menjadikan tahun ini sebagai periode yang dinamis bagi pasar keuangan. Namun, sejauh ini, Wall Street tampaknya berhasil mempertahankan momentumnya, dengan optimisme bahwa stabilitas dan pertumbuhan jangka menengah masih berada dalam jangkauan.

    Saham AI Dorong Pemulihan, Tapi Pasar Masih Waspada

    Pemulihan pasar saham baru-baru ini turut didorong oleh reli di sektor kecerdasan buatan (AI), terutama oleh saham-saham unggulan seperti Nvidia dan Microsoft yang memimpin rebound. Antusiasme investor terhadap prospek teknologi AI memberikan dorongan signifikan bagi sentimen pasar secara keseluruhan.

    Namun demikian, para analis mengingatkan bahwa pemulihan ini tetap dibayangi risiko ketidakpastian, khususnya terkait arah kebijakan perdagangan AS.

    “Saya melihat ada risiko di sini—jika kemajuan perdagangan hanya sebatas retorika dari Gedung Putih dan tidak menghasilkan kesepakatan nyata, maka pasar bisa dengan cepat berbalik arah,” ujar Thierry Wizman, analis valas dan suku bunga global dari Macquarie Group.

    Wizman menegaskan bahwa pada akhirnya, fundamental ekonomi AS dan kinerja pendapatan perusahaanlah yang akan menjadi penentu arah pasar ke depan.

  • Bursa Asia Pasifik Menguat, Sentimen Positif Dipicu Pernyataan Gedung Putih dan Kinerja Wall Street

    Bursa Asia Pasifik Menguat, Sentimen Positif Dipicu Pernyataan Gedung Putih dan Kinerja Wall Street

    Serratalhadafc.com – Sebagian besar bursa saham di kawasan Asia Pasifik ditutup menguat pada perdagangan Jumat, 27 Juni 2025. Kenaikan ini mengikuti pergerakan positif di Wall Street, setelah pernyataan dari Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, yang meredakan kekhawatiran pasar terkait kesepakatan tarif yang sebelumnya membebani sentimen investor.

    Dikutip dari Anugerahslot Finance, tarif pembebasan diperkirakan mulai berlaku pada 8 Juli, setelah masa penundaan selama 90 hari. Sementara itu, tanggal 9 Juli menjadi batas waktu bagi Uni Eropa untuk mencapai kesepakatan guna menghindari pemberlakuan tarif sebesar 50%.

    “Batas waktu itu tidak kritis. Mungkin bisa diperpanjang, tetapi itu tergantung keputusan presiden,” ujar Leavitt.

    Performa Pasar Saham Regional

    Australia:
    Indeks ASX 200 bergerak mendatar. Sementara itu, saham berjangka AS cenderung stagnan pada awal sesi Asia, seiring investor menanti rilis sejumlah data penting, termasuk inflasi, pendapatan pribadi, belanja konsumen, dan indeks sentimen konsumen.

    Jepang:
    Indeks Nikkei 225 melonjak 1,59%, menembus level psikologis 40.000 untuk pertama kalinya sejak 7 Januari, sekaligus mencetak posisi tertinggi dalam enam bulan terakhir. Indeks Topix turut naik sebesar 1,3%.

    Data Ekonomi Tokyo:
    Kenaikan indeks harga konsumen inti di Tokyo (tidak termasuk makanan segar dan bahan bakar) tercatat sebesar 3,1% secara tahunan di bulan Juni. Angka ini melambat dibandingkan bulan sebelumnya (3,6%) dan lebih rendah dari proyeksi ekonom dalam survei Reuters (3,3%).

    Korea Selatan dan Tiongkok:
    Indeks Hang Seng di Korea Selatan naik tipis 0,1%, sementara indeks CSI 300 Tiongkok menguat 0,31%. Data dari Biro Statistik Nasional menunjukkan laba industri di Tiongkok turun 9,1% secara tahunan dalam lima bulan pertama tahun ini.

    Kondisi pasar hari ini menunjukkan bahwa pernyataan kebijakan dan ekspektasi ekonomi global tetap menjadi penggerak utama sentimen investor. Fokus kini tertuju pada data ekonomi lanjutan yang dapat memperkuat arah pergerakan pasar dalam waktu dekat.

    Wall Street Menguat, S&P 500 Dekati Rekor Tertinggi Baru

    Pasar saham Amerika Serikat mencatat penguatan signifikan pada penutupan perdagangan semalam, Kamis (27/6/2025), di tengah berbagai tekanan ekonomi global. Indeks utama berhasil naik meskipun pasar masih dibayangi oleh tantangan makroekonomi seperti ketegangan geopolitik, isu perang tarif, dan inflasi yang masih sulit dikendalikan.

    Indeks S&P 500 menguat sebesar 0,8%, ditutup di level 6.141,02, hanya terpaut beberapa poin dari rekor tertinggi sepanjang masa intraday di 6.147,43 yang tercatat pada akhir Februari lalu. Sepanjang pekan ini, S&P 500 telah naik sebesar 2,9%, mencerminkan sentimen investor yang semakin positif.

    Sementara itu, Nasdaq Composite juga mencatat kenaikan yang solid, naik 0,97% dan ditutup pada level 20.167,91. Indeks teknologi ini kini juga berada dekat dengan rekor tertingginya.

    Indeks Dow Jones Industrial Average pun turut menguat, menambah 404,41 poin atau sekitar 0,94%, sehingga ditutup di angka 43.386,84.

    Kinerja kuat ketiga indeks utama menunjukkan ketahanan pasar modal AS, bahkan di tengah ketidakpastian global. Para investor tampak fokus pada prospek pertumbuhan jangka panjang dan menantikan rilis data ekonomi lanjutan serta potensi arah kebijakan suku bunga dari The Fed dalam waktu dekat.

    Pasar Asia Pasifik Bergerak Variatif, Investor Pantau Gencatan Senjata Iran-Israel

    Perdagangan bursa saham di kawasan Asia Pasifik pada Kamis, 26 Juni 2025, ditutup dengan pergerakan yang bervariasi. Para investor masih mencermati dinamika geopolitik, khususnya perkembangan gencatan senjata antara Iran dan Israel yang menjadi faktor utama dalam pembentukan sentimen pasar.

    Dikutip dari CNBC, indeks Nikkei 225 di Jepang mencatat kenaikan signifikan sebesar 1,65%, ditutup pada level 39.584,58 — tertinggi dalam lima bulan terakhir sejak akhir Januari, menurut data dari LSEG. Sementara itu, indeks Topix turut menguat 0,81% ke posisi 2.804,69.

    Di Korea Selatan, pasar saham mengalami tekanan. Indeks Kospi turun 0,92% ke level 3.079,56, dan indeks Kosdaq melemah lebih dalam, yakni 1,29%, menjadi 787,95.

    Pasar Australia juga mencatat penurunan ringan, dengan indeks ASX 200 terkoreksi 0,1%, berakhir di level 8.550,8.

    Sementara itu, di Hong Kong, indeks Hang Seng merosot 0,64%, dan indeks CSI 300 di Tiongkok turun 0,35%, ditutup di posisi 3.946,02.

    Sebaliknya, bursa India menunjukkan penguatan. Indeks Nifty 50 naik 0,34%, menunjukkan ketahanan pasar domestik terhadap tekanan eksternal.

    Perdagangan yang bervariasi ini mencerminkan kehati-hatian investor global terhadap risiko geopolitik yang belum sepenuhnya reda. Pasar kini menanti perkembangan selanjutnya dari situasi Timur Tengah serta rilis data ekonomi regional yang dapat memengaruhi arah pergerakan pasar berikutnya.

  • Coinbase Catat Sejarah, Resmi Masuk S&P 500 pada 19 Mei 2025

    Coinbase Catat Sejarah, Resmi Masuk S&P 500 pada 19 Mei 2025

    Serratalhadafc.com – Coinbase Global Inc. (COIN), salah satu bursa kripto terbesar di dunia, akan resmi bergabung dalam indeks saham bergengsi Amerika Serikat, Standard and Poor’s 500 (S&P 500), pada 19 Mei 2025. Langkah ini menandai sejarah baru, menjadikan Coinbase sebagai perusahaan kripto pertama dan satu-satunya yang berhasil masuk ke dalam indeks tersebut.

    Mengutip Cointelegraph pada Selasa (13/5/2025), S&P Global mengumumkan bahwa Coinbase akan menggantikan posisi Discover Financial Services (DFS), menyusul akuisisi DFS oleh Capital One Financial Corp (COF).

    Chief Financial Officer (CFO) Coinbase, Alesia Haas, menyatakan bahwa bergabungnya Coinbase ke dalam S&P 500 merupakan pencapaian besar, tidak hanya bagi perusahaan, tetapi juga untuk industri kripto secara keseluruhan.

    “Bergabung dengan indeks bergengsi ini mencerminkan seberapa jauh Coinbase dan industri kripto telah berkembang, serta menjadi sinyal ke mana arah masa depan dunia keuangan,” ujarnya.

    Coinbase kini bergabung dengan perusahaan besar lain seperti Tesla (TSLA) dan Block Inc. (SQ), yang juga dikenal sebagai pemegang aset Bitcoin dalam jumlah signifikan di neraca korporat mereka.

    Masuknya Coinbase dalam S&P 500 diperkirakan akan mendorong permintaan saham COIN, karena dana indeks dan exchange-traded funds (ETF) yang mengikuti pergerakan indeks ini harus menyesuaikan portofolio mereka dengan membeli saham Coinbase.

    Menyusul pengumuman tersebut, saham Coinbase melonjak 8,8% dalam perdagangan setelah jam kerja menjadi USD 225,4, menurut data dari Google Finance. Pada penutupan hari perdagangan sebelumnya, saham COIN juga mencatat kenaikan 4%, dengan kapitalisasi pasar perusahaan mencapai USD 52,8 miliar.

    Coinbase Catat Permintaan Tinggi atas Produk Pinjaman Kripto

    Coinbase mengumumkan tingginya minat pelanggan terhadap produk pinjaman kripto terbaru mereka. Dalam waktu kurang dari 100 hari sejak diluncurkan, lebih dari USD 100 juta USDC telah dipinjamkan melalui layanan tersebut.

    “USD 100 juta USDC dipinjam dalam waktu kurang dari 100 hari. Nikmati suku bunga serendah 5% – dua kali lebih rendah dibandingkan opsi pinjaman kripto lainnya, tanpa biaya tersembunyi,” ungkap Coinbase dalam pernyataan resminya.

    Produk ini memungkinkan pengguna untuk memperoleh likuiditas tanpa harus menjual Bitcoin mereka, sehingga dapat menghindari pemicu peristiwa kena pajak. Pinjaman ini menggunakan Bitcoin sebagai agunan, yang kemudian secara otomatis dikonversi menjadi cbBTC—versi wrapped Bitcoin milik Coinbase.

    Aset cbBTC tersebut selanjutnya disimpan di Morpho, protokol pinjaman terdesentralisasi yang berjalan di atas Base, jaringan layer-2 berbasis Ethereum milik Coinbase. Proses ini memungkinkan integrasi yang efisien antara aset kripto utama, infrastruktur DeFi, dan jaringan blockchain milik perusahaan.

    Langkah ini menunjukkan bagaimana Coinbase terus memperluas layanan finansial terdesentralisasi (DeFi) dengan pendekatan yang lebih terintegrasi dan ramah pengguna, sembari memberikan alternatif likuiditas bagi pemegang aset kripto utama seperti Bitcoin.

    Coinbase Resmi Luncurkan Layanan Pinjaman Bitcoin di Seluruh AS

    Coinbase, salah satu bursa aset kripto terbesar di dunia, mengumumkan peluncuran layanan pinjaman berbasis Bitcoin (BTC) di hampir seluruh wilayah Amerika Serikat. Layanan ini memungkinkan pengguna meminjam dana dalam bentuk stablecoin USDC dengan jaminan Bitcoin milik mereka.

    Dalam pengumuman resminya di platform media sosial X pada Kamis, 1 Mei 2025, Coinbase menyampaikan bahwa per tanggal 30 April 2025, pelanggan dapat mengakses pinjaman hingga sebesar USD 1 juta dalam bentuk USDC, tanpa perlu menjual Bitcoin yang mereka miliki. Dana tersebut dapat digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk menutupi biaya hidup.

    “Pinjaman yang didukung Bitcoin kini tersedia untuk semua pelanggan di AS, kecuali Negara Bagian New York. Kami juga memiliki rencana untuk memperluas layanan ini ke lebih banyak negara,” tulis pihak Coinbase.

    Langkah ini menandai peluncuran nasional dari program pinjaman berbasis BTC yang sebelumnya mulai diperkenalkan secara terbatas sejak Januari 2025. Seiring meningkatnya permintaan, layanan ini kini resmi tersedia secara luas di seluruh Amerika Serikat, kecuali wilayah yang memiliki regulasi kripto lebih ketat seperti New York.

    Dengan layanan ini, Coinbase memperkuat posisinya dalam ekosistem keuangan terdesentralisasi (DeFi) dengan menawarkan alternatif pendanaan berbasis kripto yang fleksibel, tanpa perlu menjual aset yang berpotensi naik nilainya di masa depan.

  • Pasar Saham Amerika Kembali Terpukul Akibat China

    Pasar Saham Amerika Kembali Terpukul Akibat China

    Serratalhadafc.com – Bursa saham Amerika Serikat kembali terpukul pada perdagangan Jumat, menandai hari kedua tekanan berat setelah Presiden Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif terhadap ratusan negara. Sentimen pasar semakin memburuk setelah China merespons dengan tarif balasan atas produk-produk AS, memicu kekhawatiran akan perang dagang global dan potensi resesi.

    Menurut laporan CNBC, Sabtu (5/4/2025), indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) anjlok 2.231,07 poin atau 5,5 persen menjadi 38.314,86. Ini merupakan penurunan harian terbesar sejak krisis pandemi Covid-19 pada Juni 2020.

    Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) kembali tertekan, mencatat penurunan 1.679 poin pada Kamis, disusul penurunan 2.231 poin pada Jumat. Ini menjadi pertama kalinya indeks tersebut jatuh lebih dari 1.500 poin selama dua hari berturut-turut.

    S&P 500 juga ikut anjlok, turun 5,97% ke posisi 5.074,08—penurunan harian terbesar sejak Maret 2020. Setelah merosot 4,84% pada Kamis, indeks ini kini terkoreksi lebih dari 17% dari level tertingginya.

    Nasdaq Composite, yang banyak berisi saham teknologi dengan eksposur besar ke China, merosot 5,8% ke 15.587,79. Sehari sebelumnya, indeks ini turun hampir 6%, dan kini terkoreksi 22% dari rekor tertinggi Desember lalu.

    Pasar dilanda kepanikan, dengan aksi jual besar-besaran yang menyapu mayoritas saham. Hanya 14 saham dari indeks S&P 500 yang berhasil mencatat kenaikan pada Jumat. Semua indeks utama Wall Street ditutup di level terendah hari itu.

    Respon China ke Amerika

    Kementerian Perdagangan China pada Jumat mengumumkan akan mengenakan tarif sebesar 34% atas seluruh produk asal Amerika Serikat. Kebijakan ini mengejutkan investor yang sebelumnya berharap akan ada ruang negosiasi sebelum aksi balasan dilakukan terhadap kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump.

    Sektor teknologi menjadi yang paling terpukul. Saham Apple jatuh 7% pada Jumat, memperpanjang kerugiannya menjadi 13% sepanjang pekan.

    Nvidia juga mengalami tekanan, turun 7% dalam satu sesi perdagangan, sementara saham Tesla anjlok 10%.

    Ketiga perusahaan tersebut memiliki keterkaitan kuat dengan pasar China, menjadikan mereka rentan terhadap dampak tarif balasan dari Beijing.

    Saham Boeing Merosot Tajam

    Di luar sektor teknologi, saham Boeing dan Caterpillar—dua eksportir utama ke China—mengalami penurunan tajam. Boeing merosot 9%, sementara Caterpillar turun hampir 6%, menjadi penekan utama bagi indeks Dow Jones.

    “Pasar saham lumpuh, hancur karena ideologi dan luka yang dibuat sendiri,” ujar Emily Bowersock Hill, CEO sekaligus pendiri Bowersock Capital Partners.

    Ia menambahkan, meskipun pasar mungkin mulai mendekati titik terendah untuk jangka pendek, dampak jangka panjang dari perang dagang global terhadap pertumbuhan ekonomi tetap menjadi kekhawatiran besar.

  • Penyebab Saham Apple Turun 9%

    Penyebab Saham Apple Turun 9%

    Serratalhadafc.com – Saham Apple anjlok setelah Amerika Serikat mengumumkan tarif impor baru terhadap sejumlah negara Asia. India dikenai tarif 26%, Jepang 24%, Korea Selatan 25%, Taiwan 32%, Vietnam 46%, dan Malaysia 24%. Sementara itu, tarif untuk China melonjak dari 20% menjadi 54%, setelah kenaikan sebesar 34%.

    Mengutip CNBC International, Jumat (4/4/2025), saham Apple turun lebih dari 9% pada Kamis (3/4) waktu setempat, lebih buruk dari penurunan Nasdaq yang hanya 6%. Nilai kapitalisasi pasar Apple menyusut lebih dari USD 300 miliar, menjadikannya penurunan harian terburuk sejak Maret 2020.

    Analis Morgan Stanley, Erik Woodring, menyatakan bahwa tarif ini mempersempit ruang gerak Apple dalam diversifikasi rantai pasoknya. “Ketika tarif dikenakan pada negara-negara seperti Vietnam, India, dan Thailand—tempat Apple mulai mengalihkan produksinya dari China—mereka kehilangan tempat untuk melarikan diri,” ujarnya.

    Woodring memperkirakan Apple mungkin harus menaikkan harga produknya di AS sekitar 17% hingga 18% untuk mengimbangi beban tarif. Namun, menurutnya, masih banyak ketidakpastian terkait bagaimana Apple akan merespons dan seperti apa balasan China terhadap kebijakan ini.

    “Dalam situasi geopolitik seperti ini, Anda harus siap menghadapi skenario terburuk,” katanya. “Tampaknya masing-masing pihak belum menunjukkan sikap ingin mengalah.”

    Beberapa tahun terakhir, Apple memang telah memproduksi iPhone di India, AirPods di Vietnam, dan Mac di Malaysia sebagai upaya mengurangi ketergantungan pada China. Diversifikasi ini dilakukan sebagai bentuk perlindungan terhadap risiko yang muncul, termasuk tarif era Trump, gangguan rantai pasok akibat pandemi, dan kekurangan chip global.

    Indeks S&P 500 Merosot Tajam

    Perusahaan-perusahaan dalam indeks S&P 500 kehilangan total nilai pasar sekitar USD 2,4 triliun akibat aksi jual besar-besaran di Wall Street pada Kamis (3/4).

    Menurut US News, Jumat (4/4/2025), penurunan tajam ini menjadi yang terbesar sejak krisis awal pandemi COVID-19 pada 16 Maret 2020.

    Aksi jual dipicu oleh kekhawatiran pasar setelah Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif impor dalam skala besar. Kebijakan tersebut memunculkan ketakutan akan potensi perang dagang global dan kemungkinan resesi. Pada awal pekan ini, S&P 500 sudah turun hampir 5%.

    Senin (31/3), indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite mencatat kuartal terburuk sejak 2022. S&P 500 anjlok 4,6%, sedangkan Nasdaq merosot 10,5% sepanjang kuartal pertama 2025, menurut Economistimes.

    Penurunan tajam juga terjadi sepanjang Maret 2025, dengan keduanya mencatat penurunan bulanan terbesar sejak Desember 2022. Tarif baru dari Presiden Trump dianggap menjadi pemicu utama ketegangan pasar.

    Indeks Dow Jones juga terdampak, turun 1,3% sepanjang tiga bulan pertama tahun ini.

    “Di kuartal pertama ini, investor seolah menyerah. Situasinya sulit untuk diperdagangkan,” kata Adam Turnquist, kepala strategi teknis di LPL Financial.

    Tujuh perusahaan teknologi besar yang sebelumnya mendorong reli pasar pada 2023 dan 2024 kini justru menjadi beban. Para investor mulai melepaskan saham-saham pertumbuhan tinggi di tengah ketidakpastian ekonomi.

    Sementara itu, pasar saham sempat berupaya menahan tekanan meskipun rencana tarif tambahan dari pemerintah AS akan diumumkan Rabu (2/4). Namun kepanikan sudah lebih dulu mendominasi sentimen pasar.