Serratalhadafc.com – Nvidia melaporkan lonjakan penjualan kuartalan yang melampaui ekspektasi pasar, didorong oleh tingginya permintaan terhadap chip kecerdasan buatan (AI) menjelang diberlakukannya aturan baru pembatasan ekspor dari Amerika Serikat ke China.
Mengutip laporan Yahoo Finance, Jumat (30/5/2025), Nvidia memperkirakan pendapatan kuartal berikutnya akan turun hingga USD 8 miliar akibat regulasi ekspor tersebut. Proyeksi ini berada di bawah ekspektasi analis Wall Street.
Meskipun demikian, kabar tersebut tidak menimbulkan kekhawatiran berlebih di kalangan investor. Saham Nvidia justru melonjak sekitar 5% dalam perdagangan setelah jam pasar, karena pelaku pasar menilai dampak dari kebijakan pembatasan tidak seburuk yang dikhawatirkan sebelumnya.
Deposit Qris Terpercaya Disini
Menurut data dari Google Finance, pada Jumat, 30 Mei 2025, saham Nvidia tercatat naik sekitar 3,25% dalam sehari, diperdagangkan pada level USD 139,19 atau setara dengan Rp2,26 juta (dengan asumsi kurs Rp16.294 per dolar AS).
Optimisme investor turut diperkuat oleh tingginya permintaan terhadap chip generasi terbaru Nvidia, Blackwell, yang sudah diminati oleh sejumlah raksasa teknologi seperti Microsoft.
Kinerja Sepanjang Tahun
Sepanjang tahun 2025, pergerakan saham Nvidia cenderung stagnan jika dibandingkan dengan performa luar biasa pada tahun 2024, di mana saham perusahaan hampir naik tiga kali lipat. Kini, Nvidia menghadapi tantangan baru dalam bentuk kebijakan perdagangan yang semakin ketat serta pasar pusat data AI yang mulai menunjukkan tanda-tanda pendewasaan.
Pembatasan AS Persempit Ruang Nvidia di China, CEO Jensen Huang Suarakan Kekhawatiran
Langkah pemerintah Amerika Serikat untuk membatasi akses China terhadap teknologi chip canggih buatan AS telah mempersulit manuver Nvidia di salah satu pasar semikonduktor terbesar di dunia. Kebijakan ini menimbulkan kekhawatiran akan masa depan hubungan bisnis perusahaan teknologi Amerika dengan China.
CEO Nvidia, Jensen Huang, menyampaikan kekhawatirannya dalam panggilan konferensi bersama para analis. Ia menyoroti potensi dampak jangka panjang dari regulasi tersebut, termasuk kemungkinan terputusnya Nvidia dari komunitas pengembang AI di China. Huang juga mengakui bahwa industri semikonduktor di China telah berkembang pesat dan kini berpotensi menjadi pesaing serius dominasi AS dalam teknologi AI.
Meski menghadapi tantangan, Huang menyambut positif keputusan Presiden AS Donald Trump yang mencabut rancangan peraturan pembatasan penyebaran teknologi AI secara global. Aturan itu sebelumnya sempat diajukan untuk membatasi ekspor teknologi AI dari AS ke negara lain.
“Presiden Trump ingin Amerika menang. Dan ia juga menyadari bahwa kita bukan satu-satunya negara yang berlomba dalam pengembangan teknologi ini,” ujar Huang.
Huang juga mengungkapkan bahwa chip Hopper milik Nvidia kini tidak lagi dapat dimodifikasi untuk memenuhi regulasi di pasar China. Namun, ia enggan berkomentar terkait nasib chip generasi terbaru Blackwell dalam konteks pembatasan tersebut.
Di sisi lain, laporan dari Reuters menyebutkan bahwa Nvidia tengah mempersiapkan versi khusus dari chip Blackwell yang dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan pasar Tiongkok, sebagai respons terhadap regulasi ekspor terbaru dari pemerintah AS.
Nvidia Bidik Pertumbuhan Global Meski Terpukul Regulasi Ekspor ke China

Meski harus kehilangan sebagian potensi pendapatan dari pasar China akibat pembatasan ekspor chip canggih oleh pemerintah AS, Nvidia tetap melihat peluang pertumbuhan di kawasan lain. Perusahaan teknologi ini baru saja menandatangani sejumlah kerja sama strategis di Timur Tengah, termasuk pembangunan pusat data raksasa di Uni Emirat Arab yang akan mencakup area seluas 10 mil persegi dan diproyeksikan mampu mendukung infrastruktur AI hingga 5 gigawatt. Kesepakatan serupa juga telah dicapai dengan Arab Saudi dan Taiwan.
“Kami melihat prospek proyek-proyek skala besar yang akan membutuhkan infrastruktur AI Nvidia hingga puluhan gigawatt dalam waktu dekat,” ujar Colette Kress, Chief Financial Officer (CFO) Nvidia.
Namun demikian, dampak negatif dari pembatasan ekspor chip ke China tetap terasa, terutama dalam jangka pendek. Kress mengonfirmasi bahwa pendapatan dari segmen pusat data di China telah mengalami penurunan signifikan.
Sejauh ini, pemerintah AS hanya mengizinkan chip AI model H20 untuk diekspor ke China. Kebijakan ini mendorong Nvidia memperkirakan potensi kerugian sebesar USD 5,5 miliar pada April lalu. Bahkan CEO Jensen Huang sebelumnya menyebut angka kerugian bisa mencapai USD 15 miliar jika pembatasan terus berlanjut.
Meski begitu, laporan keuangan Nvidia pada Rabu menunjukkan hasil yang lebih baik dari perkiraan. Perusahaan melaporkan bahwa kerugian kuartal pertama sekitar USD 1 miliar lebih rendah dari estimasi sebelumnya, berkat keberhasilan mereka dalam memanfaatkan kembali sebagian bahan produksi.
Dalam periode tersebut, Nvidia mencatat kehilangan penjualan chip H20 senilai USD 2,5 miliar, namun tetap mampu membukukan pendapatan sebesar USD 4,6 miliar dari chip tersebut. Pasar China masih memberikan kontribusi sebesar 12,5% terhadap total pendapatan perusahaan.
Leave a Reply