Serratalhadafc.com – Agensi K-pop terbesar Korea Selatan, Hybe, resmi membuka kantor pertamanya di China. Langkah ini menjadi sinyal kuat bahwa hubungan dingin antara industri hiburan Korea dan pemerintah Tiongkok mulai mencair.
Mengutip laporan Anugerahslot pada Jumat (30/5/2025), pendirian kantor ini terjadi di tengah tanda-tanda bahwa Beijing mulai mencabut larangan tidak resmi terhadap pertunjukan dan konten K-pop di negara tersebut. Diketahui, sejak beberapa tahun terakhir, China membatasi penyebaran budaya Korea di ruang publik sebagai buntut dari ketegangan diplomatik antara kedua negara.
Menurut seorang pejabat Hybe, rencana ekspansi ke China sebenarnya telah disusun sejak tahun lalu. Kantor resmi diluncurkan pada 2 April 2025, dan menjadi cabang luar negeri keempat Hybe setelah Jepang, Amerika Serikat, dan satu wilayah lainnya.
Namun, meskipun membuka kantor operasional, Hybe tidak berencana mendebutkan grup K-pop baru di China dalam waktu dekat. Berbeda dari strategi mereka di Jepang dengan &Team atau Katseye di AS, ekspansi ke China tampaknya akan difokuskan pada pengelolaan artis, distribusi konten, dan kerja sama lokal.
Langkah ini juga beriringan dengan sinyal positif dari pemerintah kedua negara. China sebelumnya mengumumkan pembebasan visa bagi warga Korea Selatan pada November 2024, sementara Korea Selatan membalas dengan rencana pembebasan visa bagi turis asal China mulai kuartal ketiga 2025. Keputusan ini menandai fase baru hubungan bilateral yang sempat tegang.
Dalam perkembangan lain, Hybe juga mengumumkan rencana menjual seluruh sahamnya di SM Entertainment kepada Tencent Music, raksasa teknologi dan hiburan asal China. Penjualan ini dapat dibaca sebagai strategi memperkuat jaringan bisnis di pasar Tiongkok melalui mitra lokal.
Kembalinya K-pop ke China bisa menjadi angin segar bagi industri hiburan Korea yang sangat bergantung pada pasar global. Dengan konsumsi domestik yang melemah dan hubungan dagang antara AS-China yang belum menunjukkan hasil konkret, pelonggaran terhadap K-pop bisa menjadi strategi ekonomi dan diplomatik yang saling menguntungkan.
K-pop Menuju Kebangkitan di China, Tapi Jalan Masih Berliku

Langkah Hybe membuka kantor resmi di China disambut sebagai babak baru dalam hubungan antara industri K-pop Korea Selatan dan pasar Tiongkok. Namun menurut Junhyun Kim, Analis Riset Hiburan dan Gim Internet Korea di HSBC, jalan menuju pemulihan penuh masih penuh tantangan.
Kim menilai bahwa pendirian kantor oleh Hybe dan penjualan saham SM Entertainment ke Tencent Music merupakan bukti semakin eratnya hubungan antara raksasa hiburan Korea dan perusahaan teknologi besar China. Ia menambahkan, bila tren ini berlanjut, platform penggemar seperti Weverse (Hybe) dan Dear U Bubble dapat mengalami lonjakan pengguna di China.
Namun, dinamika di lapangan tak sepenuhnya stabil. Konser grup K-pop Epex yang rencananya digelar di Fuzhou pada 31 Mei 2025 harus dibatalkan mendadak karena “masalah di wilayah setempat.” Konser ini sedianya menjadi pertunjukan pertama grup idola Korea murni di China sejak tahun 2016, sebelum larangan tidak resmi diberlakukan.
Pasar pun bereaksi. Saham Hybe turun 2,21% ke posisi 266.000 won Korea Selatan pada perdagangan Jumat ini. Kendati demikian, para analis tetap optimis bahwa pelonggaran terhadap K-pop akan memberi dorongan signifikan pada industri hiburan Korea.
Dalam laporan terpisah, Shinhan Securities mencatat bahwa tidak seperti sektor seperti semikonduktor atau otomotif yang sangat terpengaruh oleh kebijakan proteksionis, industri K-pop relatif tahan terhadap hambatan perdagangan internasional.
“Berbeda dengan semikonduktor atau otomotif, konsumsi K-pop jauh lebih tidak sensitif terhadap tindakan proteksionis,” tulis Shinhan dalam catatan pada April.
Hal ini diperkuat oleh CGS, yang menjelaskan bahwa penggerak utama pendapatan seperti streaming, konser, dan konten digital penggemar bersifat tak berwujud dan digital, menjadikannya tidak terpengaruh oleh tarif lintas batas.
“Meskipun penggemar membeli album dan merchandise, paparan terhadap tarif sangat kecil karena harga satuannya rendah dan basis penggemar sangat loyal,” tambah CGS.
Dengan kebijakan visa yang mulai dilonggarkan, pembukaan kantor agensi, dan kerja sama strategis dengan perusahaan lokal, banyak pihak menilai bahwa China bisa menjadi pasar pertumbuhan besar berikutnya untuk K-pop, asalkan ketidakpastian regulasi bisa diminimalkan.
Bursa Asia Melemah, Investor Cemas Dampak Tarif Timbal Balik dan Inflasi AS
Bursa saham Asia Pasifik melemah pada perdagangan Jumat, 30 Mei 2025, di tengah perlambatan ekonomi Amerika Serikat (AS), kekhawatiran akan inflasi yang terus membayangi, dan ketidakpastian hukum terkait tarif “timbal balik” yang diberlakukan oleh Presiden AS, Donald Trump.
Mengutip CNBC, putusan Pengadilan Perdagangan Internasional AS pada Rabu malam menyatakan bahwa Trump melampaui kewenangan konstitusionalnya ketika memberlakukan tarif resiprokal terhadap negara-negara tertentu. Putusan tersebut memerintahkan agar pungutan tarif dibatalkan.
Namun, pemerintahan Trump segera mengajukan banding, dan pengadilan banding kembali memberlakukan tarif tersebut pada Kamis sore. Pemerintah juga disebut sedang mempertimbangkan pengajuan ke Mahkamah Agung untuk menghentikan putusan awal paling cepat pada Jumat ini.
Sementara itu, pembicaraan perdagangan antara AS dan China dikabarkan mengalami stagnasi. Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, dalam wawancara dengan Fox News menyebut bahwa perundingan dengan Beijing saat ini “sedikit terhenti.”
Kondisi geopolitik yang tidak menentu ini mendorong tekanan pada bursa saham utama di Asia. Indeks Nikkei 225 Jepang anjlok 1,22% dan ditutup di level 37.965,10, sedangkan Topix turun 0,37% ke posisi 2.801,57. Penurunan terjadi seiring investor mencermati serangkaian rilis data ekonomi domestik dan global.
Kekhawatiran investor diperparah oleh laju inflasi AS yang belum menunjukkan penurunan signifikan, menciptakan ketidakpastian arah kebijakan moneter The Fed dan dampaknya terhadap arus modal global.
Dengan pembicaraan perdagangan global yang mandek, tarif yang kembali diberlakukan, dan pertumbuhan ekonomi AS yang melambat, sentimen pasar tampaknya akan tetap berhati-hati dalam waktu dekat. Investor kini menantikan arah kebijakan lanjutan, baik dari Washington maupun bank sentral utama dunia.
Leave a Reply