Asia Masih Jadi Primadona Investasi Jangka Panjang di Tengah Volatilitas Global

Serratalhadafc.com – Di tengah ketidakpastian kebijakan, pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, serta dinamika perdagangan global yang terus berubah, kawasan Asia tetap menyimpan potensi besar. Peluang jangka panjang berbasis inovasi, digitalisasi, dan lokalisasi masih menjadi daya tarik utama bagi para investor global.

Charlie Dutton, Head of Emerging Market Equities sekaligus Co-Head dan Senior Portfolio Manager di Manulife Investment Management, menyampaikan optimismenya terhadap prospek ekonomi Asia. Menurutnya, meskipun pasar global saat ini bergejolak, terdapat faktor pendorong struktural kuat dan peluang dengan tingkat keyakinan tinggi di banyak bagian kawasan Asia.

Dutton menyoroti beberapa tema besar yang kini mendorong pertumbuhan di Asia, antara lain perkembangan pesat Artificial Intelligence (AI), peningkatan konsumsi domestik, dan kemajuan layanan kesehatan. Selain itu, tren makro seperti disinflasi regional, kebijakan moneter yang lebih longgar, serta pertumbuhan ekonomi yang terdiversifikasi di negara-negara seperti Tiongkok, India, dan kawasan ASEAN turut mendukung potensi jangka panjang Asia.

“Di Tiongkok daratan, fokus ekonomi telah bergeser ke transformasi struktural,” jelas Dutton.

Ia menjelaskan bahwa langkah-langkah strategis yang dilakukan pemerintah mencakup percepatan pengembangan AI lokal, peningkatan belanja fiskal hingga 4% dari PDB, serta penguatan hubungan perdagangan dengan negara-negara ASEAN.

“Meskipun berita utama sering didominasi isu ketegangan dagang, cerita yang lebih penting adalah bagaimana Tiongkok mendorong kemandirian teknologi, inovasi di sektor kesehatan, dan pertumbuhan konsumsi dalam negeri,” tambahnya.

Sementara itu, Taiwan juga menampilkan peluang besar, terutama di sektor teknologi. Negara ini menjadi bagian penting dari rantai pasok server AI, pengembangan lanjutan smartphone generasi terbaru, dan infrastruktur jaringan berkecepatan tinggi 800G.

Meski risiko terkait ekspor masih menjadi perhatian, Taiwan tetap menjadi magnet bagi investasi global, terutama di sektor desain chip dan co-packaged optics — yaitu integrasi antara komponen optik dan elektronik dalam satu kemasan.

India dan ASEAN Jadi Magnet Investasi Berkat Fondasi Ekonomi yang Kuat

India kini semakin menarik perhatian investor global berkat keunggulan demografi dan kebijakan fiskal yang efektif. Menurut Charlie Dutton, Head of Emerging Market Equities di Manulife Investment Management, pemangkasan pajak penghasilan individu telah mendorong konsumsi domestik, menjadikan India sebagai salah satu negara dengan daya tahan ekonomi yang kuat di tengah ketegangan dagang global.

“Dengan eksposur perdagangan yang relatif kecil – ekspor ke Amerika Serikat hanya menyumbang sekitar 2% dari PDB – India cukup terlindungi dari guncangan tarif,” ujar Dutton.

Di kawasan Asia Tenggara, negara-negara ASEAN seperti Indonesia, Thailand, dan Malaysia juga menunjukkan performa yang mengesankan. Kombinasi dari inflasi yang lebih terkendali, tren penurunan suku bunga, serta restrukturisasi rantai pasokan global turut memperkuat posisi kawasan ini sebagai tujuan investasi strategis.

“Populasi muda, perbaikan infrastruktur, serta dorongan reformasi struktural menjadikan ASEAN sebagai kawasan dengan daya tarik tinggi bagi investor asing,” jelasnya.

Charlie menambahkan bahwa peluang terbesar di ASEAN terletak pada perusahaan-perusahaan yang bergerak di sektor konsumsi, digitalisasi, dan integrasi ekonomi kawasan. Faktor-faktor ini menciptakan landasan pertumbuhan jangka panjang yang menjanjikan.

“Kami melihat potensi yang kuat pada perusahaan yang sejalan dengan peningkatan konsumsi masyarakat, perluasan akses digital, dan keterhubungan regional yang semakin erat,” tutupnya.

Dinamika Global: Eropa Lesu, Jepang Melambat, Negara Berkembang Alami Divergensi

Menurut pengamatan Browne, sektor manufaktur Eropa kini tampak telah mencapai titik nadir, namun sayangnya, pemulihan masih tersendat. Bank Sentral Eropa (ECB) pun disebut sudah mendekati akhir dari siklus pelonggaran moneternya, menandakan langkah-langkah stimulus tambahan mungkin akan terbatas ke depannya.

Sementara itu, Jepang tengah berada dalam fase investasi baru yang didorong oleh kenaikan upah dan reformasi struktural, meski kini mulai menunjukkan tanda-tanda pelambatan di paruh kedua siklus pertumbuhan tersebut.

Di sisi lain, pasar negara berkembang mengalami divergensi. Negara-negara dengan fundamental ekonomi domestik yang solid serta eksposur perdagangan ke Amerika Serikat yang rendah tetap menunjukkan ketahanan. Namun, bagi negara yang bergantung pada ekspor, situasinya lebih rentan terhadap fluktuasi tarif global dan volatilitas arus modal.

Browne juga menyoroti bahwa ketidakpastian seputar plafon utang pemerintah AS, serta dampaknya terhadap imbal hasil obligasi negara, menjadi faktor penting yang memengaruhi sentimen pasar. Di tengah kondisi ini, muncul pula pergeseran minat investor ke arah aset-aset riil (hard assets), yang menciptakan peluang tambahan di sektor tertentu.

Dengan dinamika yang berbeda di tiap kawasan, investor global dituntut untuk lebih selektif dalam membaca arah kebijakan dan kekuatan struktural masing-masing wilayah agar dapat menangkap peluang secara tepat.

Pendapatan Tetap Asia: Minat Investor Global dan Asia Terus Menguat

Head of Asia ex-Japan Fixed Income, Murray Collis, menyatakan bahwa momentum positif pada pasar pendapatan tetap Asia berlanjut sepanjang 2025. Obligasi lokal Asia menunjukkan kinerja lebih baik, didukung oleh pelemahan dolar AS, sementara instrumen utang Asia lainnya juga tetap tangguh.

Collis menjelaskan bahwa Federal Reserve (The Fed) mempertahankan suku bunga Fed Funds Rate di level 4,5% pada paruh pertama 2025. The Fed mengambil pendekatan berhati-hati dengan berfokus pada data ekonomi sebelum membuat keputusan lanjutan, tanpa bereaksi cepat terhadap negosiasi kebijakan perdagangan yang masih berlangsung. Mereka mengamati dampak kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan dan inflasi.

Pasar saat ini memperkirakan The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada semester kedua 2025, yang diyakini akan menjadi faktor pendorong positif bagi pasar pendapatan tetap secara keseluruhan.

Minat Investor

Di pasar domestik Asia, kami melihat peluang penurunan suku bunga secara selektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang terdampak oleh kebijakan tarif, terutama di negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Filipina. Penurunan suku bunga ini diperkirakan akan memperkuat kinerja obligasi domestik di kawasan tersebut.

Sementara itu, instrumen utang Asia yang diterbitkan dalam mata uang dolar AS tetap menjadi daya tarik bagi investor global, berkat imbal hasil yang menarik dan durasi yang lebih pendek dibandingkan dengan instrumen serupa di negara lain.

Murray Collis menambahkan bahwa pasar pendapatan tetap Asia diperkirakan akan terus mengalami momentum positif pada paruh pertama 2025, dengan potensi kinerja tahunan yang menguntungkan bagi para investor.

“Dengan ketidakpastian terkait posisi fiskal Amerika Serikat dan dolar AS yang mengalami tekanan sepanjang tahun ini, kami melihat meningkatnya minat dari investor global maupun Asia untuk kembali menanamkan modal di kawasan ini sebagai upaya mencari peluang investasi dan diversifikasi portofolio,” ujarnya.

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *